Verleden

A.M.E chan
Chapter #23

Jawaban Pernyataan Gerald: Jepang Menghilang

Belanda 2531, pukul 03.30

Aku terbangun walaupun suasana masih gelap. Aku melihat jam digital yang terletak di sebelah kanan tempat tidur. Setengah empat pagi. Aku menguap sebentar dan merentangkan tanganku ke atas. Aku menyalakan smartphone ku. Wah, hebat! Aplikasi sholat yang ada di smartphone ku otomatis berubah negara menjadi Belanda berikut jam sholatnya! Ternyata walau lompat ke masa depan, aplikasi jam sholat masih bisa digunakan normal! Pada aplikasi, tertulis pukul 02.35 untuk waktu solat Subuh. Ah! Berarti sudah saatnya! Aku bangkit dari ranjang. Mataku memandang seisi kamar. Luar biasa! Kalau di hotel, ini sih sekelas Presidential Suite—kasta kamar termahal di hotel. Ditambah lagi, kamar seperti ini ada tiga di rumah Gerald ini! Aku masih saja menggelengkan kepalaku. Sekaya apa sih Gerald ini?! Ah! Bukan saatnya terkagum-kagum. Aku langsung keluar kamar berniat ke kamar mandi. Saat melewati teras pintu utama, aku melihat pria berambut pirang sedang duduk mengikat tali sepatu. Hah? Mau kemana dia pagi-pagi buta begini?

"Gerald.... ?"

SET! Ilmuwan yang kini berkacamata reflek menoleh ke arahku. Raut wajahnya seperti maling yang kepergok pemilik rumah. Padahal pemilik rumahnya dia sendiri hahaha.

"L... lo ga tidur?" Gerald berdiri menghadapku. Ia memakai kaus panjang berwarna hitam dan celana mirip jins yang tidak seperti jins di masaku. Terlihat bahannya sangat halus dan lembut. Raut wajahnya yang tadi ku lihat sangat kaget saat ku sapa, cepat sekali kini berubah menjadi datar seperti biasa.

"Gue... mau sholat."

"Sholat?" Gerald memiringkan kepalanya. Tangan kanannya merogoh-rogoh sesuatu. Ah! permen bahasa! Gerald mengambil sebutir dan memakannya. Namun, Gerald masih tidak mengerti arti kata 'sholat' yang aku katakan tadi.

Aku tersenyum, "Ibadahnya umat Islam. Lo tahu Islam?"

"Ah! Islam! Salah satu agama terbesar di dunia."

"Hah?! Lo tau?!" Aku tidak menyangka seorang Ilmuwan seperti Gerald tahu soal agama. Karena di kepalaku, ilmuwan kebanyakan atheis dan kurang tertarik dengan agama.

"Ya, gue pernah dengar dari berita di TV soal Islam. Tapi maaf gue kurang tertarik soal agama."

Ah, sudah kuduga. Aku hanya mengangguk. "Oh, iya lo mau kemana pagi-pagi begini?"

Gerald terdiam. SWIK! Ia membalikkan badannya sambil berkata 'open the door'. Pintu utama pun terbuka. Aku melihat fajar sudah mulai menggantung di langit. Gerald melangkah hendak keluar, namun aku reflek menahan kepergiannya dengan menarik sedikit lengan kausnya. Membuat Gerald berbalik menghadapku.

"Kenapa lo nggak jawab pertanyaan gue.... ? Beneran ada sesuatu ya....?"

Gerald masih terdiam. Mata birunya memandang jariku yang masih memegang ujung lengan kausnya. Aku melihat Gerald menunduk, tidak lama kemudian ia mengangkat wajahnya lalu tersenyum tipis namun teduh ke arahku dengan latar langit fajar. Benar-benar pemandangan yang sangat langka! Ternyata dia yang ketus-jutek-kaku ini bisa berekpresi selembut ini?!


"Gue harus ke Lab. Ada sesuatu yang harus gue selesaikan. Nanti siang, kita ke perpus ya bareng Takahashi. Gue bakal jawab pernyataan gue soal Jepang. Takahashi pasti tertarik. Iya kan Tia?"

Aku mengangguk. Aku senang Gerald akan mengajakku dan Takahashi san ke perpustakaan nanti siang. Aku juga penasaran seperti apa perpustakaan masa depan. Tapi, aku tidak suka Gerald seperti menyembunyikan sesuatu. Senyumnya tadi terlihat getir di mataku. Seperti menahan kesedihan. Tapi, walaupun ku desak pun, Gerald yang berwatak keras itu pasti tidak akan cerita kepadaku.

Lihat selengkapnya