Verotica's Secret

andra fedya
Chapter #27

26. JEBAKAN

OCTOBER memutar balik kendaraannya. Kami menempuh rute yang sama ketika kami meninggalkan Verotica. Dengan kecepatan mengerikan Porsche-nya, aku yakin kami akan lebih cepat sampai ketimbang jika aku menggunakan bus. Seperti sebelumnya, kami nyaris tidak berbicara satu sama lain sepanjang perjalanan yang panjang. Sementara Oct berkonsentrasi pada kemudinya, aku mencoba mengendalikan pikiranku supaya berhenti memikirkan kemungkinan-kemungkinan terburuk—memikirkan apa syarat yang akan diajukan Oct sebagai imbalan mengembalikan prajurit tolol ke “medan pertempuran”. Oct belum mengajukan syarat-syarat itu, tapi entah mengapa aku punya firasat yang betul-betul tak enak mengenainya.

    Namun aku segera menyingkirkan dugaan-dugaan memuakkan yang bermunculan di kepalaku ketika sadar ada hal yang lebih mendesak yang menungguku sekarang.

    Apa yang akan kulakukan jika Victor ternyata sudah meninggalkan Verotica? Apakah aku masih tetap ingin tinggal di kota itu sementara kota itu hanya menorehkan luka demi luka yang teramat dalam di hatiku, membuatnya berdarah-darah dan semakin sulit disembuhkan?

    Tetap positif! Aku menghardik diriku sendiri. Aku bukanlah masokis pesimis lemah seperti itu. Aku hanya akan menyerah jika aku tak mampu lagi mengusahakan apa pun. Mengupayakan apa saja ....

    Kami berhenti sebanyak satu kali untuk mengisi bahan bakar dan membeli air minum. Setelah itu kami melanjutkan perjalanan lagi. Salju melebat dan membuat jarak pandang Oct berkurang drastis, tapi tetap tidak mengurangi kecepatan kendaraannya.

    Kami sampai di rumah Eve pukul delapan malam lewat. Langit sudah sehitam tinta, menulari awan dengan kegelapan. Dari pandangan selayang yang kuarahkan ke rumah, aku tahu rumah Eve sedang kosong. Sam selalu menyalakan lampu samping di depan garasi hanya untuk membuat kesan rumah lebih hidup. Mereka pasti meninggalkan rumah sebelum hari gelap.

    “Terima kasih sudah mengantarku pulang.” Aku memeluk Oct dengan canggung ketika akan turun, Oct tidak membalas pelukanku—aku tahu ia masih kecewa pada keputusanku. Ia hanya menepuk pundakku satu kali sebagai respons.

    “Aku akan segera mengajukan syarat-syarat itu. Aku punya tiga syarat yang harus kaupenuhi untuk membayar semua ini,” tegasnya. Ia lalu turun lebih dahulu untuk mengeluarkan koperku. Aku mengikutinya turun.

    “Aku sendiri bisa membawa koperku masuk,” ujarku saat Oct mengeluarkan roda pada koperku. “Kelihatannya tidak ada orang di rumah. Sam dan Eve mungkin pergi sebelum malam. Aku akan menunggu mereka pulang di teras.”

    “Aku akan menemanimu sampai mereka pulang.” Nadanya sulit dibantah. Jika Oct berkeras menemaniku, kesempatanku menemui Victor nyaris mustahil. Itu bukan penawaran bagus terutama karena peluangku mengejar waktu semakin tipis. Oct tidak boleh tahu bahwa Victor telah mencampakan aku—tak ada lagi yang akan menjagaku di kota ini. Kecuali jika aku mampu mengubah pikiran Victor sekarang; bahwa kami berdua memiliki kesempatan untuk bersama. Masa bodoh dengan ramalan bocah itu. Setahuku dunia memang selalu punya cara mengacaukan hidupmu, namun memberikan banyak jalan untuk memperbaiki dan membuatnya lebih baik.

    Untunglah tepat saat itu di ujung jalan aku melihat Matilda sedang berjalan ke arah kami. Aku segera melambaikan tangan padanya dengan antusias berlebihan. Matilda membalas lambaian tanganku dari kejauhan satu detik terlambat—sepertinya ia tidak tahu pasti siapa yang dilambaikannya.

    “Aku akan menunggu Sam dan Eve di rumah keluarga McKillick,” aku kembali berbicara pada Oct sambil menunjuk ke arah rumah Matilda yang berada di sebelah kiri rumah Eve.

    Ia menoleh sekilas ke arah Matilda. “Tentu saja.” Oct tidak curiga.

    “Kau akan langsung melanjutkan perjalanan kembali ke New York?” tanyaku.

    Oct melayangkan seringai lelah kepadaku. “Aku penyihir, bukan robot,” keluhnya. “Aku mungkin akan menginap satu malam di rumah Stanley di Fort Wayne.”

    Aku sadar pertanyaanku barusan agak jahat. Ia sudah mengemudi dari New York ke Verotica kemudian ke Leansy dan kembali lagi ke rumah Eve ... Oct bahkan belum istirahat. Belum lagi duel dengan Victor yang dipastikan menguras tenaganya sampai habis—dan membuatnya terluka.

    Aku tahu, demi kesopanan, kemanusiaan, dan kenyataan bahwa ia masih menjadi sahabatku, aku harusnya menawarkan Oct beristirahat satu malam di rumah Eve—Eve pasti setuju dengan usul itu—sebelum membiarkannya meneruskan perjalanan pulang ... Tapi masalahnya sekarang bukanlah saat yang tepat menggunakan hati nurani untuk hal lain; ada secercah harapan kecil berkilau di temaram yang harus kukejar.

     “Hati-hati di jalan, Oct,” aku segera mengucapkan salam perpisahan setelah ia masuk ke dalam mobil. Kuharap ia tidak memerhatikan nada mengusirku.

    October membuat ekspresi ironis. “Aku tidak percaya dengan apa yang sudah kulakukan. Mengembalikanmu ke tempat ini betul-betul salah.”

    “Aku tidak akan mengecewakanmu,” janjiku dengan sikap khidmat.

    “Sampaikan salamku untuk Evelyn dan Samantha. Katakan pada mereka aku sungguh menyesal mengenai situasi semalam.” Ia terlihat tulus.

    “Akan kusampaikan,” janjiku lagi.

    Senyumnya pudar dan wajahnya tiba-tiba mengeras. “Dan kau ... sebaiknya kau betul-betul berhati-hati. Aku tidak akan pernah tinggal diam lagi jika sesuatu yang buruk menimpamu.” Aku tahu peringatan itu bukanlah seratus persen ditujukan padaku. “Segores tipis saja luka, sebutir kecil saja air mata, aku tidak akan memaafkannya.” Dugaanku benar.

    “Aku mengerti.” Tidak ada gunanya menyela ucapannya.

    “Sampai ketemu lagi, Sandy.”

    “Selamat tinggal.” Ia kontan terlihat tidak senang mendengar balasanku.

    “Kita akan segera bertemu lagi,” ia menandaskan dengan tajam, namun membiarkan aku melihat senyumnya terlebih dahulu sebelum mulai menutup kaca jendelanya.

Lihat selengkapnya