"Jangan dekat-dekat! Basah kuyup gitu!"
Ghazi tertawa. Tak dihiraukannya larangan Rona. Ia mengambil posisi di samping gadis itu, mengusap rambutnya yang basah lalu menggelengkan kepala. Percikan-percikan air membuat Rona bergumam sebal.
"Udah dibilangin jangan dekat-dekat!" hardik Rona seraya menggeser posisi duduknya agak jauh.
Permukaan sungai yang jernih memantulkan cahaya mentari sore. Betapa indahnya ketika sungai itu belum berwarna coklat seperti sekarang. Hari-hari berharga yang sekarang terasa begitu jauh.
Ghazi melirik Rona yang merapatkan lutut ke dada, menatap arus sungai dalam diam. Teman-temannya memanggil, tapi Ghazi tidak menghiraukan. Ia mengusak rambutnya sambil terus memerhatikan wajah Rona yang terpapar sinar jingga.
"Mau ikut mandi?" tanya Ghazi.
Rona membulatkan mata, membentuk tanda silang besar dengan tangannya. "Heh, yang benar aja?!"
Bibir Ghazi mengulas senyum simpul. Ia menggeser pantat di atas permukaan kayu jembatan. Tanpa melepas pandangan mereka, Ghazi mengikis jarak di antara mereka.
Si gadis berambut pendek tentu berusaha membawa diri menjauh. Namun, Ghazi segera menahan pergerakannya. "Kenapa, sih, menghindar terus? Rona tahu, 'kan, kalau aku suka Rona selama ini?"
Sekejap, napas Rona memberat. Ia menahan pundak Ghazi dan mendorong pemuda itu sedikit menjauh. "Apaan ih! Geli tau."
Ada jeda canggung di antara mereka setelah itu. Ghazi tersenyum malu ketika teman-temannya yang masih berenang berteriak menggoda. Sedangkan Rona menyamarkan semburat merahnya dengan cahaya matahari.
"Kenapa ... kenapa kamu sukanya sama aku?" cicit Rona, lalu menenggelamkan wajahnya di antara lutut.
Ghazi mendekatkan bibirnya ke telinga Rona. "Nggak ada alasan spesial, tuh. Kalau suka mah suka aja."
Bulu kuduk Rona berdiri. Ia mengangkat wajah, mendapati Ghazi duduk amat dekat dengan dirinya. Semburat merah tak bisa ia sembunyikan lagi.
"Nanti," bisik Ghazi, tersenyum lebar. "Aku bakalan bikin Rona jatuh hati juga, sampai kamu bingung cari alasan yang tepat."
ⓥⓔⓧ
"Ghazi!"
Bak ditulikan, Ghazi terus berjalan tanpa menghiraukan panggilan Inara. Dapat ia rasakan gadis itu mempercepat langkah, setengah berlari ke arahnya. Ghazi memejamkan mata ketika tangannya ditarik.
"Udah aku bilang kalau kita perlu bicara!" Inara menatap tajam.
Ghazi menyentak tangan Inara, memosisikan tangannya ke dalam saku celana jeans. "Oke, bicara apa? Aku dengerin, nggak pakai lama."