Sepi. Kolom notifikasinya kosong. Tidak ada nama akrab yang selalu menyapanya setiap hari. Hilang, sekadar "hai" dan "lagi apa" tidak menemani hari-harinya lagi.
Namun, Inara masih mengecek ponselnya setiap saat. Hanya untuk berkaca-kaca dihantam kenyataan. Ketika terbangun di pagi hari, ia sering melupakan fakta kalau sekarang statusnya bukan pacar Ghazi.
Gorden-gorden berkibar ditiup angin lembap siang hari dan jendela yang terbuka lebar menghadap jalan setapak kampung. Itulah yang ia pandang sedari tadi. Tenggelam dalam lamunan. Memandang sisi jalan yang sering dijadikan Ghazi tempat menunggui dirinya.
Inara memijat pelipis. Jarinya menggulir kolom status WhatsApp, mencari nama sang mantan pacar di antara kontaknya yang terbilang sedikit. Bulatan dengan pinggir hijau membesar memenuhi layar. Ada foto Ghazi tersenyum lebar memegang kembang api sambil menatap gadis di sampingnya, Rona.
Foto itu meneriakkan begitu banyak makian kepada diri Inara. Walau tidak ada kata apa pun yang diketik di sana. Benda bisu yang tidak berdaya telah berubah menjadi mimpi buruk baginya.
Ia begitu lemah. Hatinya seakan dikuliti dan dipotong tipis-tipis dalam waktu singkat. Tidak menyisakan apapun, kecuali darah yang semakin lama menenggelamkan Inara. Membunuhnya perlahan.
"Maaf."
Bibir ranum itu terus menggumamkan maaf. Entah untuk kesalahan apa. Entah kepada siapa. Yang ia rasakan sekarang hanyalah rasa bersalah tiada tara.
Ghazi ... pemuda itu adalah satu-satunya harapan Inara. Kedua orang tua yang tulus mencintainya telah pulang ke sisi Maha Kuasa, sedangkan keluarga besar hanya memandangnya sebagai pembantu. Ibu Bidan? Beliau masih memiliki banyak anak asuh lain yang satu per satu sudah mencapai titik tertinggi dalam hidup.
Sekarang, ia bukan apa-apa selain seseorang yang kalah. Mengkhianati sahabat sendiri, merusak hubungan mereka, dan sekarang ditinggalkan oleh orang yang menjadi fondasinya selama ini. Inara menenggelamkan wajah pada kedua tangannya. Hingga terdengar suara notifikasi.
Wajah Inara berseri, secercah harapan mekar di dalam dadanya. Akan tetapi, nama yang muncul bukan yang ia ingin. Rona tiba-tiba menghubunginya.
ⓥⓔⓧ
"Lihat! Bagus, 'kan, botol minumnya?"