Malam telah merayap masuk ke dalam kamarnya, membawa keheningan dan kesunyian yang hanya diterangi oleh cahaya lembut lampu meja. Zoya duduk di sofa empuk, dikelilingi oleh sinar kuning keemasan yang memancar hangat dari lampu itu, menciptakan lingkaran cahaya yang menenangkan di tengah kegelapan. Dia menikmati keheningan yang membalut kamarnya, membiarkan pikirannya melayang ke berbagai hal, bebas dan tanpa beban. Tatapan mata Zen di stasiun tadi sempat terlintas, namun Zoya tak terlalu memikirkannya, seperti riak kecil yang segera reda di permukaan air. Fokusnya lebih pada research yang perlu diselesaikan untuk kegiatan kampusnya esok hari.
Zoya menarik napas dalam-dalam, merasakan kenyamanan menyelubungi dirinya, keheningan kamarnya hanya dipecah oleh suara gelegak pelan dari jam dinding. Dia memejamkan mata, membiarkan otot-ototnya rileks dan dirinya siap untuk terlelap. Malam ini mungkin akan menjadi malam yang tenang dan damai, tanpa gangguan apa pun yang bisa mengusik ketenangannya.
***
Beberapa hari berlalu,Zoya memutuskan untuk menghabiskan waktu di kafetaria kampus sebelum memulai kegiatan kampusnya. Di kafetaria yang cukup ramai, namun tidak sesak, Zoya duduk di salah satu meja dekat jendela. Ia menikmati salad sayuran segar, renyah di setiap gigitan, sambil mata dan pikirannya terfokus pada layar laptop, menyelesaikan research-nya. Suasana bising lembut dari percakapan dan dentingan piring di sekelilingnya justru membuatnya merasa nyaman dan bisa fokus pada pekerjaannya.
Tiba-tiba, sebuah bayangan jatuh di mejanya. Seseorang menghampiri, dengan suara lembut yang menarik perhatiannya. "Maaf, bolehkah saya duduk di sini?" tanya orang itu. Zoya menoleh, mendapati seorang wanita dengan senyum ramah yang terpancar jelas di wajahnya. "Tentu saja, silakan," jawab Zoya dengan senyum balas, mempersilakan dengan gerakan tangan yang mengundang.
Wanita itu duduk, meletakkan tasnya di samping kursi, dan memperkenalkan diri. "Saya Yanabe Ami, kita sekelas," katanya, mengulurkan tangan. Zoya menanggapinya dengan senyuman hangat, menjabat tangan Ami. Telapak tangan Ami terasa lembut dan hangat. "Benarkah? Saya Zoyana Lerazah, senang bertemu denganmu," jawabnya. Ami tersenyum kembali, matanya berbinar, dan mulai mengobrol dengan Zoya, berusaha menciptakan kesan pertama yang baik, tulus dan ramah.
Ami menatap Zoya dengan rasa ingin tahu yang mendalam, pandangannya menelusuri detail wajah Zoya. "Sepertinya kamu mahasiswa internasional?" tanya Ami dengan suara lembut, penuh perhatian. Zoya mengangguk pelan, senyum tipis terukir di bibirnya. "Benar, saya dari Indonesia," jawabnya dengan suara yang juga hangat, membalas kehangatan Ami.
Rasa penasaran Ami semakin besar. "Kenapa kamu datang ke Jepang?" Zoya menjawab dengan mata yang berbinar-binar, membayangkan kembali mimpinya. "Sudah lama saya berkeinginan mengunjungi Jepang, dan kebetulan saya dapat kesempatan belajar di sini." Ami menatap Zoya dengan rasa kagum yang tulus. "Bagaimana menurutmu Jepang?" Zoya berpikir sejenak, merangkai kata, lalu menjawab, "Jepang negara yang indah dan kaya akan budaya. Orang-orangnya ramah, dan makanan di sini enak-enak."
Zoya berbicara dengan Ami, namun pada awalnya masih terkesan sedikit pendiam, mengamati. Ami, yang peka, berusaha membuatnya lebih nyaman. "Apa yang paling kamu sukai dari Jepang?" Zoya, merasa sedikit lebih terbuka, menjawab, "Saya suka dengan keindahan alamnya, kuliner, budaya, dan juga teknologi yang canggih di sini."
Ami tersenyum lebar, kegembiraan terpancar jelas. "Benarkah! Lalu tempat apa saja yang sudah pernah kamu kunjungi di Jepang?" Zoya menjelaskan, "Ketika saya tiba di Jepang, saya hanya mengunjungi beberapa tempat populer di Tokyo bersama sahabat saya, seperti salah satu kuil tertua di Jepang, Taman Ueno, dan Tokyo Tower. Setelah itu, saya langsung mengikuti sekolah persiapan dan fokus dengan itu, jadi saya tidak punya waktu untuk berkunjung ke tempat lain."
Ami tersenyum, dengan mata berbinar-binar. "Oh,pantas saja kamu fasih berbahasa jepang.,Kamu harus mengunjungi beberapa destinasi populer di Jepang, seperti Kuil Fushimi Inari di Kyoto dengan ribuan gerbang torii-nya, Gunung Fuji di Yamanashi yang megah, dan Nikko, tempat kuil-kuil kuno yang indah. Osaka juga sangat menyenangkan, terutama Dotonbori dan makanan lezatnya." Zoya mendengarkan dengan penuh minat, kepalanya mengangguk sesekali. "Wah, kedengarannya menarik. Saya memang berencana mengunjungi tempat-tempat itu suatu hari nanti." Ami tersenyum, sebuah ide muncul di benaknya. "Kapan-kapan jika kita punya waktu, mungkin bisa pergi bersama?" Zoya mengangguk, senyumnya mengembang. "Ya, mungkin bisa." Suasana di sekitar mereka mulai terasa lebih santai dan akrab, benih persahabatan mulai tumbuh.
***
Zoya duduk di perpustakaan kampus yang sunyi dan tenang, dikelilingi oleh rak-rak tinggi berisi buku-buku tebal. Aroma kertas dan tinta memenuhi udara. Ia membaca dengan tekun, jari-jarinya sesekali menelusuri barisan kata, mencoba memahami nuansa budaya yang begitu berbeda dari Indonesia. Ia kemudian mendengar suara langkah kaki yang familiar, lembut namun pasti, dan Ami muncul di depannya dengan senyum cerah. Ami berbisik, berusaha keras agar tidak mengganggu ketenangan di perpustakaan.
"Aku tidak ingin mengganggu," bisik Ami, matanya melirik ke judul buku tebal di tangan Zoya. Zoya tersenyum, merasa nyaman dengan kehadiran Ami. "Buku tentang sejarah kebudayaan Jepang. Aku ingin tahu lebih banyak tentang budaya di sini."
Ami mengangguk, dan mereka berdua mulai berbicara dengan suara pelan, hanya bisikan yang terdengar, berusaha untuk tidak mengganggu heningnya perpustakaan. Mereka membahas tentang sejarah Jepang, sambil sesekali mengangguk dan berbagi pendapat, ekspresi wajah mereka ekspresif, menunjukkan ketertarikan yang sama.