Vibration of Destiny

Milteay
Chapter #11

Chapter 11 Menjadi Pusat Perhatian

  Malam merayap masuk ke dalam kamar Zoya, membawa keheningan yang tebal. Hanya cahaya lembut lampu meja yang menerangi sudut ruangan. Zoya berbaring di ranjang, mencoba memejamkan mata. Seharusnya ia sudah terlelap, mengingat besok ada janji dengan Viona. Namun, pikiran tentang kejadian di kampus sore tadi terus berputar: sentuhan paksa pria asing itu, disusul kehadiran Zen yang tiba-tiba. Geliat tak nyaman menguasai, membuat malam terasa panjang dan kantuk enggan datang.

Ia kemudian memutuskan untuk memainkan ponsel, berharap rasa bosan akan membawa kantuk. Tak lama, layar ponselnya menyala, menampilkan panggilan video dari Ami. Zoya mengernyitkan dahi. "Mengapa meneleponku di jam selarut ini?" tanyanya, suaranya sedikit serak.

Wajah Ami muncul di layar, ekspresinya penuh rasa ingin tahu yang tak bisa ditahan. "Hei! Aku melihatmu tadi digandeng Senior Zen, dan langkah kalian begitu cepat. Apa yang terjadi? Apakah kamu dan Senior Zen itu saling mengenal? Sudah berapa lama?" Ami menembakkan pertanyaan-pertanyaan itu tanpa jeda.

"Pelan-pelan saja," jawab Zoya, sedikit kaget dengan rentetan pertanyaan Ami.

"Jelaskan padaku!" desak Ami.

"Aku belum lama mengenalnya, kau tahu kami hanya secara tidak sengaja bertemu beberapa kali," jelas Zoya, mencoba meredakan kegusaran Ami.

"Lalu tadi kenapa dia menggandengmu?" Ami kembali bertanya, nadanya penuh selidik.

Zoya menghela napas. "Tadi itu dia hanya membantuku. Kamu ingat tidak pria yang pernah kutunjukkan padamu tempo hari? Dia terus mengikutiku dan tadi dia sungguh terang-terangan mendekatiku, bahkan sampai menyentuhku." Suara Zoya sedikit bergetar mengingat kejadian itu.

"Apa?! Keterlaluan sekali orang itu! Aku sudah bilang 'kan pria itu pasti penguntit. Kenapa kamu tidak membiarkan aku menegurnya waktu itu?" Ami terlihat geram, ekspresinya di layar ponsel mencerminkan kemarahan.

"Waktu itu aku masih bisa menoleransi. Aku tidak menyangka dia akan sejauh ini," ujar Zoya, menceritakan kembali detail kejadian sore tadi di kampus.

"Hmmmm, aku jadi curiga. Hubunganmu dengan Senior Zen kurasa tidak sesederhana itu," Ami bergumam, menciptakan mata sebelahnya, "Jika hanya sekadar beberapa kali tidak sengaja bertemu, mana mungkin dia akan berdiri di depan untuk melindungimu!"

"Memangnya kenapa? Wajar 'kan dia membantuku karena dia tahu aku sedang terdesak? Itu tidak aneh 'kan?" Zoya membela diri, sedikit kesal dengan asumsi Ami.

Ami menciptakan kedua matanya, lalu tiba-tiba menutup matanya, bereaksi seolah sedang merengek. "Aaaah, kamu beruntung sekali bisa digandeng olehnya..." Ami terlihat seperti anak kecil yang merengek, membuat Zoya hanya bisa tersenyum geli.

"Mmm, tapi syukurlah kamu tidak apa-apa. Baiklah, sampai jumpa hari Senin ya, istirahatlah, maaf sudah mengganggumu," seru Ami, nadanya kembali normal. Zoya mengucapkan selamat malam lalu panggilan video pun terputus.

Zoya kembali berbaring, namun kejadian di kampus dan bagaimana Zen memperlakukannya terus berputar di benaknya. Ia teringat momen di stasiun, saat ia memberitahu namanya. Zoya menutup wajahnya dengan kedua tangan, panas. "Untuk apa aku memberitahu namaku, padahal dia tidak bertanya... Aaaah, memalukan!" gumamnya, pipinya merona dalam gelap.

***

Suara DUK! keras memecah suasana taman yang tenang. Viona memukul keranjang dengan kesal.

"Kurang ajar sekali orang itu! Berani-beraninya dia! Jika aku jadi kamu pasti sudah kuhajar dia!" berang Viona, matanya menyala.

Zoya menenangkan sahabatnya itu, memegang lengan Viona, dan menegaskan bahwa dirinya tidak apa-apa, mencoba meredakan kemarahan Viona yang meluap-luap.

Mereka tengah berada di taman yang asri, duduk di atas selimut piknik yang terhampar di bawah pohon rindang. Sebuah piknik berdua, hal yang sudah lama mereka rencanakan dan baru sekarang terwujud karena kesibukan mereka masing-masing. Mereka menikmati suasana hari yang indah di pertengahan bulan November, dedaunan berubah warna berguguran, dan angin sejuk membelai lembut. Mereka berbincang hangat, sesekali diselingi senda gurau yang membuat tawa renyah pecah di antara mereka.

"Lalu bagaimana, apakah selama berkuliah ini apa kamu sudah menandai seseorang?" Viona bertanya, nadanya penuh selidik.

"Apa maksudmu?" Zoya bertanya balik, tidak mengerti arah pembicaraan Viona.

"Haduh, maksudku seseorang yang kamu suka, atau seseorang yang membuatmu tertarik begitu..." Viona menambahkan, ada nada menggoda yang jelas dalam suaranya.

"Tidak ada," jawab Zoya cepat, nyaris reflek.

Lihat selengkapnya