Victoria

Blarosara
Chapter #1

Prologue

Suara dentingan pedang memenuhi padang rumput di bawah langit berselimut awan hitam tebal. Cairan berwarna merah bercampur dengan yang hitam pekat, membanjiri tubuh-tubuh yang tergeletak tak berdaya di atas tanah.


Seorang pria berbaju zirah dengan wajah penuh luka sayatan, terjerembab di hadapan pemimpin musuhnya. Dia mendongak, menatap lawannya yang tengah menyunggingkan senyuman miring—mengejek.


"Kukira Velendria akan mengalahkanku suatu saat nanti. Tapi ternyata, dari generasi ke generasi, kerajaan itu hanya melahirkan sampah-sampah yang selalu berakhir di tanganku," ucapnya jemawa.


Lalu, dia mengibaskan jubah hitamnya dan berlutut dengan sebelah kaki. "Balthazar, Balthazar." Dia menggeleng sambil berdecak. "Nasibmu tak lebih baik dari ayahmu. Saat aku menguras habis darahnya, dia berusia empat puluh. Sementara dirimu sekarang, baru sepuluh tahun lebih muda darinya."


Balthazar—sang Raja Velendria—mengalihkan pandangan, menyapu medan pertempuran dengan mata yang dipenuhi cairan bening. Ratusan prajuritnya bergelimpangan tanpa nyawa, sementara yang lain masih berusaha melawan musuh.


"Jujur saja, aku agak bosan mengulangi adegan seperti ini. Satu, dua, tiga, empat." Dia menghitung dengan jarinya. "Lima belas. Sudah lima belas raja Velendria mati di tanganku. Apa kalian tidak berniat mengubah takdir?" tanyanya sambil memiringkan kepala.


Balthazar kembali menoleh pada pria di depannya. "Kau pikir aku di sini untuk apa? Menyerahkan nyawa begitu saja?"


"Ya ..., kurasa begitu."


Rahang Balthazar seketika mengeras, giginya bergemelatuk. Dia menatap tajam pria berwajah pucat itu. Sesaat kemudian, kedua tangan menjauhkan tubuhnya dari tanah, mencoba bangkit sekali lagi, berharap akan ada keajaiban yang bisa memutus rantai penderitaan keluarga besarnya.


"Aku pasti akan membunuhmu, Draic!" ucap Balthazar dengan suara berat. Kakinya mulai menapak meski berulang kali hampir jatuh lagi.


Dengan tangan gemetar, Balthazar mengangkat pedang peraknya. Sekali, dua kali, tiga kali ayunan dia arahkan pada Draic. Namun, pria itu mengelak dengan mudah. Kecepatannya membuat Balthazar kehilangan fokus.


"Hanya itu yang bisa kau lakukan?" Draic menarik sebelah sudut bibirnya. Tanpa aba-aba, tangan yang dilapisi sarung tangan hitam tersebut mengambil alih pedang Balthazar.


Entah sejak kapan pedang itu menembus zirahnya. Balthazar seketika terdiam dengan napas tercekat di tenggorokan.


"Yang Mulia!" pekik dua orang pria yang langsung berlari ke arah sang raja. Dia adalah Jacob, sepupu Balthazar, dan Galahad, teman masa kecilnya sekaligus panglima perang Velendria.


Perlahan-lahan, darah segar mulai mengucur keluar dari baju besi tersebut setelah Draic menarik kembali pedangnya. Senyuman miring penuh kepuasan lantas menghiasi wajah pucat itu.


Balthazar terjatuh, meringkuk—merasakan nyeri di perut. Pandangannya mengabur. Hanya tersisa suara teriakan prajurit Velendria yang mulai samar di telinganya. Dengan sekuat tenaga pria itu berusaha tetap terjaga. Namun, tubuhnya seakan menolak untuk melanjutkan kehidupan. Sadar bahwa dia tak punya banyak waktu, Balthazar segera mengucapkan permintaan terakhirnya dengan terbata.


"Jacob, jagalah putriku. Rawat dan sayangi dia layaknya putrimu sendiri. Jika dia kesepian, katakan bahwa aku selalu ada bersamanya."


"Tidak, tidak. Jangan bilang begitu. Kau pasti bisa bertahan. Kami akan segera membawamu kembali ke Velendria," balas Jacob.


"Benar, Yang Mulia. Jika Anda tidak ingin Putri Victoria merasa kesepian, maka Anda harus benar-benar bersamanya," timpal Galahad.

Lihat selengkapnya