Sofia POV
Aku melayangkan mataku ke langit-langit kamarku seperti malam-malam biasanya. Lampu tidur yang redup membuat bayangan beberapa barang terpantul ke dinding. Jam dinding menunjukkan tepat dini hari, tapi rasa kantuk belum juga menghampiriku.
Beberapa hari ini rasanya aku seringkali bermimpi buruk. Aku seperti sedang di dunia yang sangat asing dan berbagai keanehan yang kulihat dan terjadi. Bangunan sekitar yang kulihatpun sangat kuno desain dan arsitekturnya. Tidak pernah kulihat dan temui di kota tempat tinggalku pada tahun 2020 ini.
Semua wajah tak kukenal, beberapa orang mengenakan jubah dan yang lain berpakaian modern sepertiku tetapi berbeda sentuhan dan modelnya tampak sangat lawas.
Aku tahu jika aku tak pernah pergi ke terowongan tua lama yang berada di belakang kampusku, aku takkan berhadapan dengan mimpi aneh seperti sekarang ini. Semua terjadi karena sebuah konten horor untuk vlog sahabatku yang ingin menguji nyalinya dengan mengikutsertakanku dalam rencananya yang jelas-jelas sejak awal sudah kutolakdengan keras. Namun, akhirnya dengan sangat terpaksa membantu karena terus menerus merengek dan menangis padaku. Andai saja aku mengabaikannya saat itu, pasti aku bisa tidur nyenyak tanpa rasa takut saat ini.
Tapi semua sudah terlanjur terjadi, Monica Florencia sahabatku sejak masuk bangku kuliah, pelaku utama penyebab masalah tidurku malah tidak mengalami gangguan yang sama sepertiku sehingga aku tidak bisa berharap bahwa dia akan mengerti. Ketika aku menceritakan keluhanku pun dia menganggapnya hanya sebuah lelucon, dia selalu mengatakan aku terlalu banyak menonton film dan membaca kisah dongeng. Padahal dia sangat tahu aku tidak suka menonton film atau membaca dongeng. Seharusnya dia sedikit bersimpati bahwa hal ini sangat mengangguku sepanjang waktu belakangan ini. Berulang kali pun kupikir ini sebuah bunga tidur, hingga baru semenit yang lalu aku melihat sosok bayangan terpampang jelas di dinding kosong pojok kamarku. Bukan hanya satu orang, tapi gerombolan berisi empat orang sekaligus.
Entah sejak kapan mereka masuk atau darimana mereka masuk serta ada maksud apa mereka menyambangiku. Akankah mereka masuk menembus dinding kamarku yang sudah tertutup rapat pintu dan jendelanya.
Seketika aku bangun dari posisi berbaring dan berdiri di sebelah ranjang dengan seprei berwarna putih bersih. Bulu kudukku seketika berdiri, nafasku tercekat di tenggorokan.Jantungku tidak perlu ditanyakan lagi, rasanya sudah ingin melarikan diri dari rusuknya. Aku berpikir akan berlari keluar kamar, tetapi niat itu kuurungkan kembali ketika salah seorang dari mereka menghadang pintu kamar tidurku.
Ketakutan menyelimuti malam hariku saat ini memandang beberapa dari mereka tersenyum smirk dengan tatapan mata tajam, warna bola mata mereka berubah dari yang awalnya merah keemasan menjadi coklat gelap, seperti warna bola mata orang pada umumnya.
Saking takutnya membuat tubuhku kaku membatu, terasa lemas dan mulai sedikit gemetar di bagian kakiku.