Sofia POV
Mulutku menganga, mataku terbuka terbelalak melihat kobaran api menyala membakar seluruh bagian tubuh mayat yang tergeletak di hamparan padang itu secara bersamaan. Suasana remang sangat minim cahaya di padang rumput yang senyap itu mendadak berwarna merah membara dengan aliran udara panas mulai menyentuh lapisan 1epidermis tubuhku.
"Aaa..ppaaa kalian pesulap ? Atau kalian ini pengikut aliran sesat ? Atau kalian penganut ilmu hitam ya ?" tanyaku dengan suara bergetar, sekujur tubuhku mulai bereaksi ketakutan dengan pemandangan yang kulihat.
Aku menampar sedikit kasar pipiku dengan sepenuh tenaga,"Aku harus segera bangun dari mimpi aneh ini,"gerutuku tergesa-gesa, tetapi tak terjadi apapun. Aku masih berdiri di tempat dan dengan situasi yang sama.
"Aku bukan orang yang kalian cari, tolong bawa aku pulang!"
"Aahhh bangunlah Sofia ! kenapa ini rasanya seperti nyata, tidak terlihat seperti mimpi yang selama ini kualami..bangunlah Sofia...bangunlah..,bangunlah...," teriakku putus asa.
"Kau selalu saja terburu-buru tanpa memikirkan dampaknya," seru seorang pria dari arah belakangku. Seketika tubuh Julian terhempas ke tanah dengan suara dentuman daging jatuh ke tanah berumput yang cukup keras. Julian hanya meringis tanpa melakukan perlawanan dan berdiri kembali dari rebahnya. Tampaknya butuh sedikit waktu untuk tiga orang gerombolan Julian berhasil menyusul kami, "hentikan Sofia, kamu tidak sedang bermimpi,"pinta satu-satunya gadis yang tadi berada di kamarku sambil menahan kedua tanganku.
"Sofia..tenanglah dulu...kami akan menjelaskan padamu,"lanjutnya menenangkanku sambil memegang pundakku sambil menenangkan. Bola mata gadis itu berubah warna menjadi coklat keemasan saat menatap lurus ke arahku. Warna mata yang baru pertama kali kulihat.
Tenanglah Sofia, kami tidak akan menyakitimu. Kami disini untuk melindungimu.
Jantungku berdetak sangat cepat seketika di dalam pikiranku aku mendengar suara asing dari seorang pria yang suaranya tidak ada dalam gerombolan mereka. Semakin banyak hal aneh yang terjadi. Membuatku semakin ingin bergegas pergi dari sini.
"Kalian ini siapa sebenarnya?"tanyaku semakin takut dengan keadaan yang penuh misteri ini. Sesungguhnya aku ingin menolak kenyataan bahwa aku pernah melihat tempat ini dalam beberapa kali mimpiku.
"Caroline, sebaiknya kita segera ke Gradheiland sebelum penyihir lain menyadari kedatangan Sofia," bisik pria berambut biru pada gadis disampingku.
"Kenapa rasanya sangat nyata, tidak seperti mimpi-mimpiku sebelumnya,"pungkasku tidak percaya bahwa kejadian dalam mimpiku benar - benar terjadi.
"Kau sudah terlanjur datang kesini. Kau tidak bisa pulang sekarang, atau keluargamu di dunia manusia akan dalam bahaya,"terang Caroline, membuat pikiranku makin kacau tidak dapat berpikir jernih. Sebenarnya aku sedang dalam situasi apa ini. Selama ini aku selalu berpikir bahwa cerita fantasi hanyalah khayalan semata.
"Apa maksud kalian ? Kau tadi bilang penyihir ? Apa kalian pikir aku bisa ditipu dengan cerita fantasi seperti itu? Kalian pikir kalian ini Harry Potter? Kalian pikir aku bisa dibohongi, aku akan laporkan kalian ke polisi karena telah mencoba menculik, menipuku, bahkan membakar manusia disini,"
"Harry Potter ? Apa itu Harry Potter ? Apa itu nama makanan ? Enak kah rasanya ?" bisik pria berotot pada pria berambut biru gelap dengan polos dan penasaran dengan kata asing yang baru saja didengarnya.
"Disini tidak ada polisi Nona, kau sedang sangat jauh dari duniamu berasal," saut Julian dengan tampang tidak sabaran, dia sangat gelisah. Dia beberapa kali memberi kode pada temannya yang lain untuk segera pergi dari tempat kami sekarang.
"Kami tahu kau pasti bingung Sofia, kami akan jelaskan padamu," kata Caroline coba menenangkanku yang makin gelisah.
"Berhenti.., jangan mendekat. Jangan menyentuhku, jelaskan saja padaku." ucapku dengan suara lantang. Aku takut jika mereka bisa saja mendadak membakar atau melakukan hal menyeramkan padaku.
"Aku tidak bisa menjelaskannya disini karena terlalu berbahaya, kita harus ke tempat aman terlebih dulu."
"Percayalah padaku, kami tidak akan menyakitimu." pungkas Caroline menjanjikan bahwa aku akan aman. Perkataanya hampir sama dengan suara pria yang barusan aku dengar.
"Baiklah aku akan mengikutimu, tapi jangan terlalu dekat dan jangan menyentuhku,"sahutku berupaya membuat jarak dari mereka.
"Kalian bertele-tele sekali," ketus Julian, sekali lagi Julian menyentuh pundakku dikala semua orang menyerukan namanya.
"JULIAN....,"
Sekejap saja aku sudah berada tepat di depan sebuah pintu gerbang yang begitu amat tinggi dengan ukiran berwarna emas bergambar simbol-simbol yang baru pertama kali ini kulihat. Pada pintu gerbang itu tersemat rantai emas raksasa yang terlepas sendiri satu persatu dari rangkaian ikatannya disaat Julian mengarahkan telapak tangannya pada pintu. Saat gerbang terbuka tampak jalanan setapak dengan lebar satu setengah meteran. Ujung jalan setapak itu sama sekali tak nampak sejauh mataku memandang. Di sekitar jalanan itu penuh dengan pepohonan rimbun layaknya hutan yang tampak mengerikan karena minimnya cahaya. Selain dari cahaya bulan, sumber pencahayaannya berasal dari tiang-tiang lampu yang terpasang di pinggir jalan setapak dengan jarak cukup berjauhan satu dan lainnya.
"Heii kau Tuan Julian Felix yang terhormat, kita dilarang berteleportasi ke sini. Ravi pasti akan memarahi kita," kata pria berotot yang datang pertama menyusul kami memasuki gerbang beberapa saat sebelum pintu gerbang mulai tertutup kembali.
"Kenapa kalian lambat sekali sih ? " jawab Julian dengan nada dinginnya tanpa menjawab pertanyaan dari rekan berototnya.
"Kenapa kau lewat sini hah..? Kami tadi ke jembatan," balas Caroline saat mendadak muncul dihadapanku. Sontak membuatku kaget, aku belum terbiasa dengan kondisi orang yang bisa mendadak muncul seperti hantu.
Caroline terhenyak melihat ke arahku, "Gara-gara sifat tak sabaranmu itu Julian, isshhh.....paling tidak biarkan dia memakai alas kakinya lebih dulu. Kaki sofia pasti sakit berjalan tanpa alas kaki seperti itu," ucap Caroline sambil memperhatikan seluruh tubuhku, terutama bagian kakiku. Aku mengikuti arah bola mata Caroline dan baru saja menyadari bahwa sejak tadi aku tak mengenakan alas kaki. Bahkan aku masih memakai piyama warna pink pastelku.
Seketika Caroline menggerakan tangannya perlahan ke arah kakiku dan secara ajaib pada kakiku sudah memakai sepasang sepatu bots warna hitam dengan ujung cukup runcing dan baju piyama yang awalnya membalut tubuhku berubah menjadi dress model campuran antara hippie dan gothic berwarna hitam.
"Kalian benar-benar seorang penyihir ?" tanyaku takjub masih setengah percaya dengan kejadian ajaib barusan yang kualami. Caroline mengangguk meyakinkan, lalu menggerakkan tangannya ke arah Julian. Celana panjang Julian tiba-tiba menghilang dan tersisa boxer yang dipakainya.
"Hadiah untukmu karena sangat menjengkelkan malam ini," celetuk Caroline sebelum menggandeng tanganku agar berjalan beriringan dengannya.
"Caroline, kembalikan celanaku atau kubakar kau,"ancam Julian dari arah belakang kami.