"Ra, bisa ketemu sebentar?"
Pesan dari Iky membuat jantungku berdegup, setelah beberapa hari tidak ada kabar kini dia mengirimiku pesan. Sepuluh menit sudah aku membaca pesannya, hanya ada perasaan gugup yang aku rasakan sekarang.
"Boleh, dimana?"
Tak lama, Iky mengirimkan alamat lengkap di salah satu kedai kopi. Jujur hatiku ketar-ketir saat ini, ada perasaan senang dan takut menjadi satu. Senang karena sebentar lagi kita akan bertemu, dan sedih karena aku merasakan firasat buruk.
Aku tidak ingin membuang-buang waktu, aku menyambar jaket jeans dan hanya memoles wajahku sedikit dengan bedak dan liptint. Aku memutuskan untuk pesan ojek online agar tidak terjebak macet dijalan. Ada satu pesan masuk lagi dari ponselku, tetapi itu bukan dari Iky, yaitu dari Ale.
"She, sibuk nggak?"
Aku hanya membaca pesannya dan tidak berniat membalasnya, mungkin nanti baru ku jawab.
Di perjalanan menuju kedai kopi aku merasakan hatiku berdebar, benar-benar tidak seperti biasanya.
Kedai kopi hari ini cukup ramai karena ini malam minggu, tapi tidak sulit bagiku untuk menemukannya dari sekian banyak orang. Aku berjalan menghampirinya yang tengah duduk sendirian di dekat jendela,
"Hai, udah nunggu lama?" Tanyaku basa-basi.
"Oh, enggak kok."
Keadaan berubah menjadi canggung, aku dan Iky sama-sama diam tidak tau harus dari mana memulainya.
"Ada yang mau kamu omongin?" Aku sudah tidak tahan dengan keadaan seperti ini, jadi aku memutuskan untuk bertanya dahulu.
Dia diam sejenak, "Sebelumnya aku mau minta maaf Ra."
'Aku', dia merubah cara bicaranya. Hatiku sudah sangat deg-degan menunggu ucapannya.
"Untuk?"
Iky menarik napas panjang, "Maaf, kita udah nggak bisa lagi bersama."
Deg.
Tanpa sadar air mataku lolos menetes di pipiku, bukan ini jawaban yang sudah aku tunggu selama ini.
"Aku nggak paham Ky, bisa kamu jelasin?" Aku memastikan kembali bahwa ucapannya tidak benar.
"Kita selesai."
"Ky..."
"Bahkan kalau dipikir-pikir, dari awal memang kita nggak pernah memulai Ra."
Aku menggeleng, "Aku nggak paham Ky."
Dia menatap mataku dengan berkaca-kaca. Aku tau, Iky sedang berbohong saat ini.
"Ky, nggak lucu deh. Kamu nggak ahli ngelawak jayus kayak gini." Aku berusaha meyakinkan diriku sendiri bahwa ucapannya barusan hanya sebuah gurauan.
"Maaf Ra."
"Sejujurnya berat buat aku ngomong gini sama kamu. Tapi aku nggak bisa gantungin kamu lebih lama lagi. Kita jalanin hidup masing-masing ya?" Lanjutnya.
Tangisku semakin pecah, aku masih mencoba mencerna kata-katanya barusan.
"Terus kamu anggep apa kita selama ini Ky?"
Dia menggeleng, "Aku nggak tau."
Aku menarik tangannya yang berada diatas meja dan menggenggamnya.