VIDE

Savira Aulia Putri Ardini
Chapter #18

18. Manusia Rapuh

"Shea, gue sayang sama lo."

"Lebih dari sahabat."

Deg.

Seketika tangisku berhenti, aku melepas pelukanku dan melihat wajah Ale lebih intens.

"Maksudnya?"

"Gue sayang sama lo lebih dari sahabat, lebih dari temen."

Aku menggeleng cepat. Aku hendak berdiri dan berlari meninggalkan Ale namun dengan cepat, ia menarik tanganku.

"Nggak bisa Le. Lo nggak bisa kayak gini."

"Apa yang ngebuat itu jadi hal yang nggak bisa She?"

Karena lo adalah anak dari Ayah kandung gue, Le.

"Ya pokoknya nggak bisa. Gue gak mau persahabatan kita hancur gara-gara salah satu dari kita memendam perasaan."

Dia tertawa renyah.

"Itu alasan paling klise yang pernah gue denger."

"Shea, gue nggak nyuruh lo harus membalas perasaan gue. Sekarang gue cuman mau menyampaikan apa yang selama ini gue pendam, yang selama ini ngebuat gue jadi cowok pengecut yang nggak berani ngungkapin perasaannya. Gue tau She, lo belum sepenuhnya bisa lupa sama orang itu. Karena gue sangat yakin, dia bukan manusia biasa yang pernah singgah di hidup lo."

Aku terdiam, pada saat dia menyebut 'orang itu', aku kembali mengingat memori-memori dulu ketika bersamanya. Untuk apa Ale menungkitnya lagi? Bukankah dia sudah menjadi saksi hidupku bahwa aku bisa hidup meski tanpa dia?.

"Ini nggak ada hubungannya sama orang itu, Le. Lo nggak bisa menyudutkan orang lain didalam permasalahan kita."

"Gue nggak menyudutkan dia, She. Selama gue jadi sahabat lo, gue sangat amat yakin kalau lo belum tentu 100% lepas dari dia. Gue nggak nyalahin lo, karena itu hak atas hidup lo sendiri."

"Tapi satu hal yang harus lo tau. Lo nggak boleh menutup diri dari orang baru yang mungkin bisa memberikan kebahagiaan dan warna dalam hidup lo. Karena lo berhak bahagia, She." Lanjutnya.

"Le, kalau lo menyuruh gue membuka hati lagi. Maaf, gue gak bisa. Hati gue udah mati Le, semua yang ada pada diri gue udah kosong. Lo nggak bisa mencari suatu kebahagiaan didalam diri gue, meski itu hal kecil sekalipun."

"Shea, satu-satunya pemegang kendali yang ada pada hidup lo adalah diri lo sendiri. Lo yang memegang sebuah pilihan mau dibawa kemana tujuan lo saat ini dan masa depan. Jangan terlalu keras sama diri lo She. Gue tau lo capek, lo capek hidup sendirian. Tapi lo juga butuh seseorang yang bisa mengubah pandangan lo kalau nggak semua laki-laki itu sama She. Satu orang membuat kesalahan bukan berarti mereka yang tidak tau masalah lo mereka ikut menjadi pendosa di mata lo. Jangan terlalu percaya diri karena lo sangat yakin bahwa lo bisa mengerjakan dan menyelesaikan itu semua tanpa bantuan orang lain."

Aku menyerah, aku akui aku kalah. Semua ucapan Ale seperti tamparan untuk diriku sendiri. Aku tidak bermaksud keras untuk diriku sendiri, tidak bukan itu. Aku sudah lelah menaruh harapan kepada orang lain yang nantinya akan meninggalkanku juga.

"Lantas gue harus apa Le? Bahkan sama diri sendiri aja gue nggak begitu paham. Gue nggak tau apa yang sebenernya diinginkan sama diri gue sendiri."

Menangis, hanya itu yang bisa kulakukan sekarang. Aku merasa sangat egois pada diriku sendiri, karena aku terlalu mementingkan ego. Padahal aku hanya ingin membahagiakan diri ku sendiri, tetapi orang lain justru melihatku seperti orang yang sangat egois tanpa harus melibatkan orang lain dihidupku.

Lihat selengkapnya