VIDE

Savira Aulia Putri Ardini
Chapter #19

19. Sebuah jawaban

Pengumuman SBMPTN pun telah tiba. Hari yang sudah kutunggu-tunggu, hatiku bergetar tak karuan. Aku masih diam tak berkutik menatap layar laptopku. Aku seperti orang bodoh yang tidak berani menekan tombol yang akan menjadi jawaban hasilku selama ini.

Ponsel yang tepat berada di samping laptopku tak henti-hentinya berdering. Aku tau, itu pasti Gia dan Ale.

Gia adalah orang pertama yang menghubungiku ketika pengumuman sudah dibuka. Dia sangat senang sekali, karena dia lolos SBMPTN Sastra Inggris Universitas Brawijaya.

Aku senang sekali mendengar kabar baik darinya, tetapi aku juga merasa sedih. Karena Gia akan berpindah tempat di Malang. Mau tidak mau, dia harus menjadi anak rantau.

Aku mengecek ponselku, ada banyak sekali pesan dari teman-teman lamaku. Yaitu, Diva, Eka, dan Nisa. Sebenarnya kami masih berhubungan baik, ya walaupun jarang bertemu karena kesibukan masing-masing.

Diva memberitahuku bahwa dia lolos SNMPTN di Universitas Gajah Mada dengan prodi Manajemen.

Eka tidak lolos SNMPTN dan SBMPTN, tetapi dia tidak akan menyerah. Dia akan mencoba jalur mandiri di Universitas Padjajaran mengambil prodi Psikologi. Apapun pilihannya, semoga dia akan mendapatkan jawaban terbaik.

Dan Nisa, dulu dia sempat bercerita padaku bahwa dia ingin menjadi dokter. Maka dari itu dia mencoba SNMPTN Kedokteran Universitas Airlangga, tetapi dia gagal. Namun kegagalan itu membuatnya sedikit tidak percaya diri. Akhirnya di SBMPTN ini dia mencoba Keperawatan, dan dia lolos.

Dari sini aku sangat yakin, apapun pilihan kita kalau Tuhan tidak merestui, maka semua itu pasti mustahil. Tapi lagi dan lagi, Tuhan akan memberikan kesempatan kedua sebagai gantinya, yang mungkin akan jauh lebih baik.

Aku menutup ponselku. Aku semakin takut melihat hasil jawaban ini. Dengan sangat teliti, aku mulai mengetik satu persatu angka. Dan ketika aku meng-klik tombol enter, aku langsung menutup mata dengan kedua tanganku.

Hatiku semakin was was, dengan berat hati aku mulai membuka tangan yang menutupi mataku.

SHEALYN AURORA.

Selamat! Anda dinyatakan lolos SBMPTN pada Program Studi S1 Pendidikan Guru Anak Usia Dini Universitas Negeri Surabaya.

Deg.

Tidak ini pasti salah. Pasti ada yang keliru. Aku mencoba merefresh kembali website itu berkali-kali, tetapi hasilnya tetap sama. Aku mencubit tangan dan kakiku, dan yang aku rasakan adalah sakit.

Padahal seingatku pada waktu pendaftaran SBMPTN, aku memasukkan 2 program studi. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, dan Pendidikan Guru Anak Usia Dini. Tapi kenapa aku lolos di pilihan kedua?

Tubuhku terkuras lemas, entah untuk sekarang aku harus senang atau sedih? Senang karena aku bisa mewujudkan impian Ibu agar menjadi guru atau sedih aku harus mengubur mimpiku hidup-hidup.

Dan sekarang yang aku butuhkan adalah, Ale. Aku meraih ponsel dengan cepat dan menghubunginya. Aku mencari menu pesan di ponselku dan mengetik namanya, dan ternyata dia sudah mengirimiku pesan.

"She, gue gagal. Gue berharap lo nggak menerima jawaban seperti gue."

Dan ada satu pesan lagi dari nomor yang tak ku kenal.

"Ra, selamat ya. Saya yakin kamu pasti berhasil."

-🦒-

***

Aku berjalan perlahan, dan mengintip ruang tamu apakah Ibu berada disana atau tidak. Dan ternyata Ibu sedang menonton tv. Aku membawa selembar kertas hasil pengumuman yang sudah ku print. Dengan pelan aku memanggil Ibu,

"Bu?"

Ibu menoleh kepadaku, "Ada apa Lyn?"

Dengan gugup aku menyerahkan selembar kertas tadi.

"Apa ini Lyn? Bentar Ibu ambil kacamata dulu di kamar."

Sebelum Ibu berdiri, aku menahannya. "Aku lolos bu. Pendidikan Guru Anak Usia Dini."

Ibu tersentak kaget, "Kamu lolos?"

Aku hanya mengangguk.

"Alhamdulilah, selamat nak. Ibu bangga punya Shealyn."

Ibu terus mengucap rasa syukur dan tak ada henti-hentinya mengecup seluruh wajahku dengan air matanya.

Ini pertama kalinya aku melihat Ibu menangis bahagia karenaku, aku pun tidak kuat menahannya akhirnya air mataku pecah. Mungkin aku sudah harus merelakan semua mimpi-mimpiku selama ini.

"Ibu seneng?" Tanyaku.

"Lebih dari kata senang." Jawab Ibu.

Aku hanya tersenyum.

"Maafin Ibu ya, Nak."

Dahiku mengernyit, "Untuk apa?"

Lihat selengkapnya