Viola melihat jam di layar ponselnya, menunjukkan pukul 11 malam. Membereskan buku - buku yang berserakan di meja belajar, lalu membaringkan tubuh nya di atas kasur yang terasa sangat empuk. Viola memandang langit - langit kamar. Memikirkan pertandingan Olimpiade yang sebentar lagi di mulai.
Apakah diri nya akan terpilih untuk mewakili SMA Garuda? Apakah diri nya bisa mengalahkan murid - murid berprestasi lain nya? Apakah diri nya bisa? Viola cukup ragu untuk itu.
Ketika berada di sekolah menengah pertama, Viola selalu mewakili sekolah nya untuk maju pada pertandingan Olimpiade khusus nya di bidang Kimia, dan Viola selalu mendapatkan juara. Viola selalu mendapatkan juara baik di kelas maupun sekolah.Tetapi karena baru 5 bulan bersekolah di SMA Garuda, belum ada nilai tuntas terhadap semua murid.
Tidak ingin terlalu banyak berpikir, Viola mencari posisi ternyaman kemudian bersiap untuk tidur. Berharap malam ini ia mendapatkan mimpi yang indah.
~.
Viola memasuki sekolah sambil berlari, berharap bahwa guru belum memasuki kelas. Ketika sampai di depan pintu, Viola mengintip dari jendela untuk melihat apakah sudah ada guru di dalam kelas nya. Beruntung nasib sedang berpihak kepada nya, kursi guru tidak ada yang duduki. Merapikan sedikit rambut nya yang berantakan, kemudian memasuki kelas yang sunyi tersebut. Hanya beberapa murid yang sedang bermain dan yang lainnya sedang belajar sembari menunggu guru.
Viola berjalan menuju tempat duduk nya. Menarik nafas panjang kemudian melemaskan bahu nya.
"Tumben telat lo," tanya Diana yang melihat keringat gadis tersebut bercucuran.
"Telat bangun gue."
"Emang semalam lo ngapain sampai telat bangun gini, mana lo keringetan lagi, masih pagi udah olahraga saja lo," sahut Naya sambil memberikan tissue.
"Bang Gibran matiin alarm gue makanya gue telat bangun," ucap Viola sambil menahan rasa kesal nya. Jika Bunda tidak membangunkan nya, Viola yakin bahwa diri nya akan lebih telat dari ini.
Entah sudah keberapa kali nya Gibran mematikan alarm Viola ketika gadis tersebut masih tertidur. Karena trauma dengan kejahilan abang nya, Viola selalu mengunci pintu kamar nya sebelum tidur. Tetapi tadi malam Viola melupakan nya. Alhasil, Gibran bisa memasuki kamar nya untuk menjahili Viola.
Setelah bercerita, bel tanda belajar berbunyi. Para guru bersiap untuk memasuki kelas dan memulai pelajaran.
~.
Viola melakukan aktivitas nya di sekolah seperti biasa. Memperhatikan guru ketika belajar, pergi ke kantin ketika jam istirahat, lalu pulang ke rumah bersama Gibran. Tetapi akhir - akhir ini, Viola tidak bisa pulang bersama Gibran. Lelaki tersebut harus latihan basket karena sebentar lagi pertandingan basket antar sekolah akan di mulai.
Tim basket SMA Garuda adalah salah satu tim basket terbaik di Bandung. Memiliki pemain - pemain yang sangat hebat dalam olahraga ini. Selalu berlatih dengan keras untuk membanggakan sekolah nya. Sudah banyak piala yang mereka dapatkan untuk sekolah ini.
Viola berjalan menuju halte bus yang jarak nya lumayan jauh dari sekolah. Cuaca di siang hari ini tidak terlalu panas, seperti nya akan hujan. Jarak diri nya berdiri dengan halte bus sudah semakin dekat. Viola berjalan sedikit cepat ketika melihat bus telah sampai di halte dan beberapa penumpang telah masuk ke dalam bus.
Saat sedang berlari menepis jarak antara diri nya dan bus, Viola terjatuh. Seseorang menabrak nya dari belakang yang menyebabkan kaki nya terluka.
"Aduh, sorry sorry,"
Viola mengangkat kepala nya, melihat wajah orang yang telah membuat kaki nya terasa sakit. "LO!"
Menyadari Viola masih terduduk di trotoar jalan, Kelvin membantu nya berdiri. "Lo gapapa?"
Viola memandang lelaki tersebut dengan kesal. "Lo gak lihat kaki gue luka gini!"
Kelvin menggaruk tengkuk nya, luka di kaki Viola lumayan besar. Tidak tahu harus berbuat apa, Kelvin hanya memandang kaki perempuan itu.
"Tuh kan bus nya udah pergi, gue pulang naik apa dong." gerutu Viola ketika melihat bus yang akan membawa nya pulang telah pergi. "Gara - Gara lo sih!"
"Kok lo salahin gue sih!" Kelvin merasa tidak senang ketika diri nya di tuduh lantaran gadis tersebut tidak bisa pulang.
"Ya coba aja kalau lo gak nabrak gue, gue udah ada di dalam bus itu!"
"WOI, ITU DIA!"
Teriakan di balik punggung Viola membuat dua manusia tersebut menoleh. Beberapa lelaki dengan pakaian sekolah berwarna biru berlari menuju tempat mereka berdiri.
Mata Kelvin membesar. Menyadari situasi, Kelvin menarik tangan Viola kemudian berlari. Viola yang tidak siap untuk lari pun kembali terjatuh. Kelvin dengan cepat membawa gadis tersebut di punggung nya kemudian lari sebelum gerombolan tersebut semakin dekat.
"Mereka siapa?" tanya Viola melingkarkan tangan nya ke leher Kelvin.
Kelvin tidak menjawab pertanyaan Viola. Tanpa terasa hujan mulai turun. Membasahi jalanan Bandung. Kelvin berusaha untuk berlari secepat mungkin.
"Aduh mereka rame banget!" seru Viola ketika melihat ke belakang.
"Mereka mulai deket!"
"Lebih cepet larinya!"
"Astagfirullah!"
"BISA DIEM GA LO!" teriak Kelvin ketika gadis tersebut teriak sambil menggoyang - goyangkan kaki nya.
"Gimana gue bisa diem! Mereka lempar batu! Kalau kena kepala gue gimana!" balas Viola dengan teriak.
Kelvin membelokkan arah nya menuju sekolah. Berlari masuk ke dalam sekolah, lalu bersembunyi di balik pintu gudang. Mengintip dari celah yang kecil, melihat apakah masih ada yang mengejar mereka.
Ketika memastikan bahwa situasi sudah aman. Kelvin menurunkan Viola, menduduki gadis tersebut di salah satu kursi. Lalu menarik nafas panjang. Berlari sambil menggendong Viola dengan jarak yang jauh cukup menguras tenaga nya.
"Mereka siapa?" tanya Viola lagi.
Kelvin mendudukkan badan nya sebelum menjawab pertanyaan itu. "Anak Pelita Harapan,"
"Gue juga tau mereka anak Pelita Harapan, maksud gue kenapa mereka bisa ngejar lo," Seragam yang berwarna biru khas Sekolah Pelita Harapan yang membuat Viola dengan gampang menebak mereka.
"Gue ada masalah dikit sama mereka." Kelvin enggan untuk menceritakan permasalahan diri nya dengan musuh nya. Sama dengan Viola yang tidak ingin mencampuri urusan orang lain, ia memilih untuk tidak bertanya lebih lanjut.
"Udah jam segini, gue harus pulang," Ucap Viola ketika melihat jam yang melingkar di tangan kiri nya.
"Gue antar lo pulang,"
"Gak usah, gue bisa pulang sendiri," Viola berdiri sambil merapikan baju nya yang sedikit berantakan.