Mendadak aku tidak tahu bagaimana caranya bernapas dengan baik dan benar, penyebabnya bukan karena aku hilang ingatan dan memiliki gangguan pernapasan, tapi itu karena seseorang telah berhasil mengacaukan pikiranku.
Dan yang lebih parahnya lagi, seseorang itu. Kini tengah duduk di hadapanku sembari membaca buku yang sekitar sepuluh menit lalu dia ambil di rak bagian kanan yang ada di perpustakaan sekolah.
Aku yang sebelumnya merasa tenang dan damai saat membaca buku sejarah di perpustakaan, serta memilih duduk di kursi paling pojok dekat jendela pada siang hari saat jam istirahat belum berakhir, mendadak saat kehadirannya perasaanku dan pikiranku langsung diserang.
Fokusku melarikan diri, karena jujur saja di saat seperti ini, aku sama sekali tidak fokus membaca karena eksistensinya. Kak Bayu berada di depan mataku, mana mungkin bisa aku mengabaikannya?
Beberapa kali aku sempat mencuri pandangan pada kak Bayu karena dua hal, pertama aku cukup terpana dengan wajahnya yang tampan itu, apalagi sinar matahari yang menembus jendela membuat wajahnya jauh lebih bersinar, seakan-akan kak Bayu adalah tokoh utama di dalam komik yang baru saja pindah ke dunia nyata.
Lantas hal yang kedua, aku hanya ingin memastikan saja jika yang duduk di hadapanku ini benar-benar sosok kakak kelas yang aku sukai, bukan sekadar khayalan belaka.
Dan sejenak. Aku sempat berpikir, dari sekian banyaknya tempat duduk yang ada di sini. Kenapa kak Bayu malah memilih tempat duduk yang sama denganku? Padahal banyak tempat yang kosong. Ah, aku tahu mungkin karena dia telah mengenali wajahku dan mungkin juga dia tidak suka duduk sendirian. Ya, hal itu bisa saja menjadi penyebabnya.
"Ngeliatin saya-nya nggak usah sampai nahan napas gitu dong," tutur Kak Bayu tiba-tiba, dia terkekeh pelan dan setelah itu dia malah menatapku sambil menopang dagu dengan tangan kanannya.
Ah, saking fokusnya menatap kak Bayu. Aku sampai menahan napas, untung saja kak Bayu mengingatkanku meski caranya membuatku malu. Sontak, karena ketahuan sudah memperhatikannya secara diam-diam aku langsung menutup wajahku dengan buku yang aku pegang, merutuki kebodohanku dan menyembunyikan pipiku yang mungkin sudah semerah cabai.
Lantas aku pun mencicit pelan. "Maaf, Kak."
"Kenapa harus minta maaf?"
Saat aku mendengar pertanyaan itu, aku mulai memberanikan diri untuk menatap wajahnya yang meski tidak secara keseluruhan memperlihatkan wajahku, karena aku menatapnya dengan cara mengintip dari ujung atas buku sejarah yang menutupi wajahku.
"Kamu boleh kok ngeliatin saya, tapi jangan sampai tahan napas gitu. Tahan napas bisa bikin mati loh, Kan nggak lucu kalau misalnya ada artikel tentang kamu yang judulnya kayak gini," katanya dan setelah itu kak Bayu berdeham pelan, "Ada seorang siswi SMA tewas, disebabkan karena menahan napas sambil memperhatikan laki-laki tampan yang duduk di hadapannya." Usai mengarang sebuah artikel tentangku, kak Bayu malah tertawa.
Dan dengan refleks ketika aku melihat tawanya itu, aku juga ikut melakukan hal yang sama. Mendadak aku jadi penasaran, sebenarnya kak Bayu itu memiliki hubungan apa dengan para malaikat? Hingga saat tertawa bisa menyilaukan seperti ini?