Arya masih berdiri di depanku, tatapannya dalam, seakan memastikan aku benar-benar ada di sini, di hadapannya.
Beberapa detik berlalu, dan akhirnya dia mengangguk kecil.
"Lama nggak ketemu," katanya, suaranya lebih dalam dari yang aku ingat.
Ada sesuatu yang berubah dalam cara dia bicara, atau mungkin itu cuma aku yang merasa begitu setelah bertahun-tahun.
Aku tersenyum kecil, agak canggung.
"Iya... udah berapa tahun ya?" tanyaku, berusaha meredakan ketegangan yang sepertinya cuma ada di dalam kepalaku.
Dia menyeringai, sebuah senyum yang sudah lama nggak aku lihat. "Terakhir ketemu... SMA, kan?"
Aku mengangguk, ingat benar. Itu adalah tahun yang rasanya sudah begitu lama.
Setelah perpisahan di SMA, dia seperti menghilang dari hidupku, begitu saja.
"Iya," jawabku singkat, berusaha menahan napas yang terasa berat. "Setelah itu, lo kayak menghilang."
Dia terkekeh pelan. "Bukan menghilang. Cuma... sibuk aja."
Aku cuma mengangguk, menyadari bahwa dia tak akan membicarakan lebih lanjut. Dan aku tidak memaksanya.
"Lo gimana?" Arya bertanya balik, mengalihkan perhatian dari kami yang masih terjebak dalam waktu yang lama.
Aku merespons dengan santai, walau di dalam, aku merasa ada banyak hal yang ingin aku ungkapkan.
"Oh, gue kerja. Nggak jauh dari sini."
Arya mengangguk, "Baguslah." Suaranya terdengar lebih ringan, tapi ada ketegangan samar yang mengintai di balik kata-katanya.
Hening. Angin malam menyusup di antara kami, membawa kenangan yang mulai terasa segar di udara.
Aku akhirnya tersenyum kecil, mencoba mengusir kebingunganku. "Gue duluan ya. Senang bisa ketemu lo lagi, Arya."
Dia mengangguk, sebuah gerakan yang membuat hatiku terasa lebih berat. "Iya, hati-hati di jalan."
Aku melangkah pergi, tapi saat berbelok di tikungan, tanpa sadar aku menoleh lagi. Arya masih berdiri di sana, menatap langit yang gelap.
Dan tiba-tiba, aku merasa ada sesuatu yang belum selesai, sesuatu yang selama ini aku coba sembunyikan.
***
Malam itu, Viona berjalan pulang dengan langkah sedikit lebih lambat.
Udara malam terasa lebih dingin, atau mungkin cuma efek dari pikirannya yang terus berputar-putar. Arya.
Seperti bayangan yang muncul begitu saja, padahal sudah lama ia coba lupakan.
Pikirannya kembali ke waktu SMA, saat segalanya tampak lebih sederhana, meskipun entah kenapa, semua kenangan itu terasa seperti melarikan diri darinya.
Begitu sampai di apartemennya, Viona melemparkan tas ke sofa dan berjalan masuk ke kamar.
Ia duduk di tepi ranjang, masih memikirkan pertemuan tadi, wajah Arya yang tiba-tiba kembali muncul dalam pikirannya.