VIONA: Di Antara Dua Cerita

Anoi Syahputra
Chapter #9

Caption Yang Belum Selesai

Sejak pertanyaan Brian hari itu, sesuatu di antara mereka berubah. Bukan karena marah, bukan karena diam-diaman, tapi ada jarak kecil yang dulu tak terasa.

Kini, jarak itu merayap di setiap jeda percakapan mereka.

Viona tetap datang lebih pagi, tetap mengerjakan naskahnya dengan efisien, tetap profesional.

Tapi, kadang-kadang, Brian menangkap tatapan kosong yang melintas di wajahnya, tatapan yang nggak biasanya muncul ketika seseorang sedang sibuk mengetik.

Dan Brian… Brian menjadi lebih pendiam. Bukan dingin, hanya seperti sedang mengukur ulang sesuatu yang sebelumnya terasa pasti.

Hari ini, mereka harus liputan lagi. Lokasi: Sebuah rumah produksi film pendek lokal yang sedang naik daun.

Mobil kantor melaju tenang di jalanan yang belum terlalu padat. Radio memutar musik yang pelan, melengkapi keheningan yang mulai menyelimuti ruangan mobil.

“Vi.” Brian membuka suara pertama kali, tangannya tetap kokoh di kemudi.

“Gue nanya bukan buat bikin lo nggak nyaman kemarin.”

Viona menoleh pelan, tatapannya lembut, tapi penuh kehati-hatian.

“Gue tahu,” jawabnya singkat. “Tapi kadang, yang bikin nggak nyaman tuh bukan pertanyaannya. Tapi kenyataan yang ternyata nggak bisa dijawab.”

Brian mengangguk kecil, mengerti. “Lo masih mikirin dia?”

“Gue… bahkan nggak ngerti apa yang gue rasain,” jawab Viona, matanya menatap ke luar jendela.

“Mungkin cuma nostalgia. Atau mungkin karena kemarin, semua rasa yang udah lama gue kubur, muncul barengan.”

“Kalau dia datang lagi ke hidup lo, lo bakal izinin?”

Pertanyaan itu menggantung, menembus keheningan di mobil. Berat, tapi nggak dipaksa.

Viona nggak langsung menjawab. Lampu merah menyala, mobil berhenti.

Di dalam jeda itu, suara Viona terdengar pelan, nyaris seperti gumaman.

“Gue nggak tahu, Brian. Tapi yang gue tahu… sekarang aja gue belum selesai ngerti perasaan gue sendiri.”

Lampu hijau menyala, dan mereka kembali melaju—ke arah yang sama, dengan dua hati yang terombang-ambing, mempertanyakan apakah masih saling menunggu, atau diam-diam sudah berpisah di tengah jalan.

***

Suasana rumah produksi itu ramai, tapi hangat.

Dindingnya penuh dengan poster film indie, sketsa ide yang belum selesai, dan sisa-sisa kopi dari sesi brainstorming semalam.

Mereka disambut dengan hangat oleh produser muda, Rani, yang penuh energi dan cerita-cerita tentang proyek baru yang sedang ia kerjakan.

Namun, kepala Viona tak sepenuhnya ada di sana.

Setiap kali Brian mengambil gambar, Viona sesekali mencuri pandang. Ada sesuatu yang belum selesai di antara mereka, dan ia bisa merasakannya dari cara Brian bicara—lebih singkat, lebih fokus, seperti ada yang ia tutupi.

Setelah sesi wawancara selesai dan mereka pamit, suasana di mobil kembali tenang, tapi tidak nyaman.

Jalanan mulai padat. Viona membuka jendela sedikit, membiarkan angin sore masuk.

“Brian…” Kali ini, Viona yang membuka suara.

Brian menatap lurus ke jalan. "Kenapa, Vi?”

“Lo marah sama gue?”

Brian tertawa kecil. Bukan tertawa mengejek, lebih seperti kelelahan.

Lihat selengkapnya