VIRGO: Unconditional Reason

FatmaCahaya
Chapter #2

Butir 2 Milky Way

Saat melihat langit, apa pengharapanmu? Menjadi salah satu bintang di hatinya? Atau menjadi Bulan penghias mimpinya?Ah itu kan kata-kata lama…

Sekarang, masalahnya adalah relevansi abu-abu. Masihkah relevan jika seorang remaja menuju dewasa jatuh cinta dengan sangat dalam pada seorang pria yang tadinya teman biasa?

Keesokan harinya Yasha merasa gusar. Jantungnya berdegup kencang saat melewati bangku Aris. Pria itu cengengesan dan menyapa ramah. Sapaannya mungkin kaku, tetapi dia tetap berusaha baik pada Yasha. Yasha menyipitkan matanya kesal sendiri, padahal saat masa SMAnya ini dia tidak ingin menyukai cowok manapun!

Dalam waktu singkat, Yasha berteman dengan Aris. Walaupun sebenarnya Yasha memaksakan diri. Aris adalah pribadi introvert. Anak-anak hanya berteman ala kadarnya, bahkan cenderung menjauhinya. Namun, Yasha memiliki Hasrat untuk lebih dekat dengan pria itu. Apalagi setelah mengetahui mereka memiliki hobi yang sama yaitu menonton kartun Jepang dan bermain game.

Seperti biasa, hari ini Yasha melakukan rutinitas meminta rekomendasi film dari Aris. Dia selalu melakukannya dengan senang hati. Yasha pun dengan senang hati menerima saran-saran randomnya. Soalnya, memang hanya ini yang bisa dilakukan untuk dekat dengannya.

Yasha tahu kalau dirinya sudah sangat modus, tapi mau bagaimana lagi? Yasha belum puas jika dia belum berhasil membuat Aris terbuka padanya. Yasha ingin tahu banyak hal darinya, termasuk hal-hal yang disukainya.

“Jadi, mana aja?” tanya Yasha dengan mata berbinar.

“Ini, atau ini. Terserah sih,” Aris menunjukkan puluhan file dalam hardisknya.

“Yang action. Eh, Saitama episode terbaru udah ada?” tanya Yasha menambah-nambahkan topik.

Yasha masih ingin di sana. Di bangku sebelah Aris. Berbicara banyak. Padahal kadang-kadang Yasha sudah menonton sebagian besar film yang ditunjukkan oleh Aris.

“Ada,” Aris menunjukkan filenya.

Entah kenapa tanpa Yasha meminta Aris memutar episode itu. Kesempatan! Keberuntungan! Hingga sebuah suara cempreng mengacaukan segalanya. Arfan dan Irfan.

“Wehhhhh, Yasha wibu toh,” kata Irfan dengan nada mengejek.

“Hahahaha, ngeri ah. Aris jadi punya partner sekarang! Udah mulai berubah juga sih. Ap aini semua berkat Yasha?” Arfan menambahkan bensin di api unggun.

“Aku bukan wibu!” Yasha sudah berdiri dan menghentakkan kaki kesal. Yasha tidak tahan menahan ekspresi dan gejolak emosi diri sendiri.

“Nggak gitu, Hardatama-sensei,” Aris menanggapi dengan nada datar.

Tunggu, Hardatama-sensei? Nama depan Arfan dijadikan seperti itu?

“Woy! Kenapa pengucapannya seperti Saitama-sensei?”

Irfan sudah memegangi perut menahan tawa. Aris cuma nyengir. Sedangkan Arfan malah tersenyum lebar. Mereka sungguh seperti trio paling kocak di kelas. Pipiku terasa panas merasa tertular akan keceriaan yang ditaburkan oleh mereka.

“Keren kan? Hardatama-sensei, aku serasa memiliki pukulannya Saitama, hahahaha!” Arfan dengan bangganya tertawa keras.

Yasha menggelengkan kepala. Terlalu lama di sini bisa membuat Yasha ikut tertawa seperti orang gila. Akhirnya, Yasha hanya bertahan sepuluh menit menonton bersama Aris. Setelah itu, Yasha kembali ke tempat duduknya dengan perasaan campur aduk.

Aris, dia tidak banyak bicara. Namun, di saat tertentu ketika tidak sadar, dia akan berbicara banyak. Hari ini dia banyak diam. Yasha juga diam. Sepanjang menit di dekatnya tadi, Yasha merasa berada di sisi manusia tanpa jiwa. Apa dia tidak memiliki hati? Dia bahkan lebih kaku dan kikuk dari Yasha. Mungkin dia ikut tertawa senang, tetapi siapa yang tahu isi hatinya?

Bicaranya saja sangat irit!

Dia terlalu berbeda untuk kebanyakan lelaki. Kebanyakan lelaki mendambakan sesuatu yang heboh. Tidak dengannya. Aris bukan sosok sempurna. Bukan laki-laki yang hebat di bidang olahraga. Bukan juga laki-laki yang kutu buku. Laki-laki gamer? Iya. Jadi, jangan samakan Aris dengan nerd ganteng dan cowok atletis.

Lihat selengkapnya