Bagaimana pendapatmu, jika di dalam tubuhmu ada seorang magi? Penyihir kecil yang duduk di dalam otak untuk mengatur segala emosimu. Apa kamu akan mempercayainya?
Jika kamu tak punya emosi dan tak mampu mengekspresikannya, bisa jadi ada sesuatu yang tidak beres di amigdalamu. Atau bahkan kamu tidak punya amigdala dan itu adalah kelaianan. Satu dari sejuta orang yang mengalaminya.
Jadi bersyukurlah.
Marahlah.
Menangislah
Tertawalah
***
Semua itu benar adanya. Seorang magi duduk di singgasana otak. Terhubung langsung dengan hipotalamus dan talamus. Dia adalah amigdala. Sosok kecil yang menjadi kendali emosimu. Entah itu ketika hormon dopaminmu bagus atau malah kortisol dan noradrenalinmu yang meningkat tajam. Keceriaaan dan mendungmu telah diatur oleh sang magi.
“Yas, bagaimana sekolahmu? Apak amu bisa mengerjakan trigonometri dan soal-soal fisika?” tanya Ayah dengan nada antusias.
Yasha yang sedang duduk di hadapan meja belajar pun tersentak. Sejak kapan ayah ada di belakangnya? Yasha bahkan tidak menyadari hal tersebut. Yasha menoleh dan nyengir. Dia sedang membaca novel pinjaman perpustakaan.
“Bisa kok, Yah. Ada teman-teman yang pandai dan mereka mau ajari aku. Ayah tenang saja, aku pembelajar yang baik kalau pengajarannya baik,” ucap Yasha berusaha meyakinkan.
Namun, sesaat kemudian wajah Ayah berubah muram. Ayah tidak suka Yasha menyebut teman lainnya yang lebih pandai. Bagi sang Ayah, Yasha harus lebih pandai dan harus pandai.
“Belajar yang giat, nak. Jangan banyak main. Jangan pula baca cerita-cerita begitu nanti waktu kamu terbuang sia-sia. Kalau capek mending tidur, jangan pula main ponsel. Ayah juga sudah kasih kamu hidup enak dan banyak fasilitas. Ayah nggak minta kamu kerja banting tulang. Dulu, jam segini ayah masih harus bakar tanah batu bata untuk dijual. Bikin genteng, cari kayu bakar, Ayah sering kurang tidur, nak,”
Ayah terdiam sejenak.
“Ayah cuma mau pesan. Jangan jadi pemalas. Orang Jawa itu mati kalau dipangku. Orang Jawa mati kreatifitasnya, mati pikirannya kalau berpangku tangan. Kamu jangan sampai begitu. Sudah tutup saja bukunya, tidurlah,”
“Baik, Yah.” ucap Yasha dengan nada berat.
Yasha menutup novelnya dan segera beranjak. Sang Ayah sendiri sudah pergi dari kamar Yasha. Yasha mengembuskan napas panjang. Dia hidup enak, itu benar. Ada fasilitas, ada uang sekolah. Tapi bahkan Yasha tidak boleh baca novel? Buang-buang waktu katanya? Apalagi bermain dengan temannya? Jalan-jalan ke tempat wisata, ke toko buku bersama, ke kafe, kerja kelompok, apalagi hal-hal seperti itu?
Sekali lagi Yasha mengembuskan napas panjang. Ini tidak adil. Yasha nyaman, tetapi Sebagian hidupnya terasa sesak. Dia bahkan tidak percaya diri untuk pergi ke mana-mana sendiri. Yasha ingin menjadi yang terbaik, menjadi anak yang membanggakan orang tua. Tapi bagaimana kalau pengalaman hidupnya sangat sedikit? Minimal Yasha boleh baca buku apapun bukan? Dia bisa melampiaskan kejenuhannya dengan membaca. Yasha harus apa kalau tidak boleh membaca buku-buku selain buku pelajaran? Katanya buku adalah jendela dunia, tapi ayah menutup jendela-jendela itu satu persatu.
Yasha menutup wajahnya dengan selimut dan matanya mulai terpejam.
***
"Horeee!" teriak Yasha, Maesa, Afra, dan Ragil bersamaan.
Betta splendes kembali memperoleh pencapaian terbesarnya. Kuis biologi telah mereka tuntaskan. Mereka menjadi pemilik posisi pertama.
Kahoot! yang menjadi belahan hati Bu Trisni bersama kuisnya, kini juga telah membuat kami ikut memfavoritkannya.
Kuis oleh Bu Trisni selalu spesial. Satu soal hanya memiliki kesempatan dua puluh detik untuk dijawab. Biasanya kelas akan dibagi menjadi beberapa tim. Tiap-tiap tim terdiri dari empat anak. Permainan ini sangatlah asyik.
Tentu saja kelompok mereka tersenyum bangga, termasuk Yasha. Setiap kali Yasha menjawab pertanyaan, Yasha tidak bisa menyembunyikan rasa semangat berapi-apinya. Teman-teman biasanya merasa iri. Mereka memandang tim Yasha dengan tatapan yang sulit diartikan.
Sebal? Kecewa? Iri? Atau kagum. Kebanyakan perempuan terdiam atau tertunduk lesu. Mereka benci kuis seperti ini. Arif berada di belakang dengan ekspresi melototnya. Arfan malah nyengir lebar seperti tertantang. Irfan tersenyum tipis menganggap ini hanya gurauan. Anak laki-laki lain lebih banyak yang tidak peduli. Yasha sendiri suka pelajaran Biologi apalagi dengan kuis.
Yasha melihat ke arah Aris. Dia sedang memegang kepala. Sambil bergumam, what??? Apa dia tidak suka? Apa yang dia pikirkan? Semua tindakannya tidak bisa ditebak. Setiap waktu, setiap soal, peringkat tim terus naik turun.
Namun, Betta splendes melaju tak terkendali. Biologi terasa seperti semesta itu sendiri. Memahami bagian tubuh. Memahami entitas hidup yang sesungguhnya.
"Okey, kita lihat hasilnya ya," kata Bu Trisni saat tiga puluh soal itu kami jawab tuntas.
"Ya, posisi pertama Tim Betta splendes, posisi keduanya Tim Oryza sativa, di posisi ketiga ada Ginko biloba, posisi keempat adalah Echinodermata,...."
Jadi, Aris di posisi keempat, batin Yasha.
Rutinitas ini menjadi begitu favorit buat Yasha. Namun, Yasha pikir tidak terlalu favorit bagi Maesa. Dia hanya suka nama tim ini. Maesa tidak menyukai mata pelajaran Biologi entah apa alasannya. Betta splendes, cupang adalah yang paling berarti buatnya dibanding siapapun. Katanya dia punya kenangan tersendiri soal cupang. Iya, ikan cupang.
"Bagus anak-anak. Minggu depan kita ulangan harian ya. Oh iya, kalian kalau perlu belajar soal-soal tes tahun lalu. Biasanya konsep soal tidak terlalu berbeda," kata Bu Trisni sambil membereskan laptop dan mematikan LCD.
"Ya, Bu,"
"Kalau begitu ibu akhiri, selamat siang,"
"Siang Bu, terima kasih Bu,"
Bu Trisni melenggang keluar kelas. Padahal, soal yang diujikan biasanya tidak jauh berbeda. Mempelajari soal tahun lalu adalah mempelajari 80% soal yang akan datang.