Lastri tampak kegirangan sejak hari pertama bekerja di panti pijat milik orang tua Nita. Sama seperti Ratih dulu, baru bisa menghasilkan uang sendiri meski jumlahnya sangat kecil tapi sudah seperti wanita paling beruntung di dunia.
Gadis polos itu sering memuji Ratih sangat baik dan mengucapkan terima kasih berkali-kali. Dia bercerita bahwa tamu-tamu yang dilayani olehnya kebanyakan laki-laki berumur.
Beberapa di antaranya sering sengaja menyentuh bagian-bagian tubuh Lastri, namun masih bisa di atasi, menurut pengakuannya. Beda lagi dengan cerita yang terdengar dari para pekerja lain di panti pijat itu, yang berkata bahwa Lastri sudah beralih profesi menjadi seorang sugar baby. Wanita simpanan om-om.
“Bagaimana di sana, Lastri? Betah,nggak?” tanya Ratih pura-pura bodoh. Ratih mengaku ditempatkan pada cabang panti pijat lain yang jaraknya lumayan jauh sehingga sulit rasanya jika mereka ingin bertemu.
"Betah, alhamdulillah, Mbak ratih. Kalau pijit – pijit, sih, saya sudah sering mijitin Bapak, Mbak. Gampanglah kalau cuma itu, lagi pula orang-orangnya baik dan nggak pelit. Kalau ngasih tips suka banyak-banyak."
"Oh! Iya, gampang kok memang kerjanya di sana. Uangnya juga banyak, dan biasanya kalau sudah cocok sama kita, nggak mau sama terapis yang lain."
Saat itu Ibu menyajikan dua cangkir teh panas di dalam cangkir-cangkir warna putih untuk mereka berdua. Ratih mempersilahkan Lastri untuk meminumnya dan gadis itu memang terlihat kehausan, sehingga dalam waktu singkat teh yang asap putihnya masih mengepul, langsung tandas juga setelah perlahan-lahan gadis itu menyesapnya.
“Trus hari ini bagaimana di sana, rame pelanggan,nggak?”
"Alhamdulillah, Mbak. Saya tadi dapat tip dari pelanggan, Mbak. Lumayan loh seratus ribu per orang sekali datang dan kalau dikalikan satu bulan sudah tiga juta penghasilan diluar gaji, Mbak."
"Oh ya? Wow, lumayan banget itu," balas Ratih sambil tersenyum senang, padahal setan di kepalanya menertawakan keluguan Lastri.
Dia baru saja memijit sepuluh pelanggan yang datang karena sedang kelelahan. Lastri juga memang tidak menceritakan pengalaman melayani pelanggan yang datang karena kesepian, sedangkan Ratih sebenarnya tahu bagaimana aturan main di tempat itu.
"Memang di tempat Mbak Ratih yang baru, aturannya nggak sama, ya?"
"Oh masih sama kok, Lastri. Cuma setiap tempat punya adat, dan di tempatku itu terapis banyak yang yambi, gitu. Eh, besok masih masuk kerja di waktu yang sama kayak sekarang ya, Lastri. "
"Nyambi? Maksudnya nyambi apa, Mbak?” Ratih mendekat dan berbisik di telinga Lastri.