DRAMA

yuyun septisita
Chapter #13

Jebakan Om Sandi

Ratih akhirnya berhasil memboyong orang tua dan adiknya ke rumah baru yang telah ia siapkan. Keadaan yang serba mendadak itu memang cukup membingungkan bagi kedua Ibu dan Bapak Ratih, mengingat selama ini mereka tak benar-benar mengetahui apa sebenarnya pekerjaan putrinya.

Hanya saja melihat kehidupan Lastri yang meningkat drastis, membuat kedua orang sangat lugu itu akhirnya menurut dengan kehendak Ratih.

“Maaf, ya. Ibu dan Bapak, rumahnya cuma segini, belum bisa beli yang lebih besar lagi.” Ratih membuka pintu rumah dan seketika membuat kedua orang tuanya berdecak kagum.

Rumah beton bercat putih, bergaya minimalis itu nampak indah dan membuat kedua orang tua Ratih bersujud seketika di muka pintu sembari menangis terisak.

 “Ya Allah, terima kasih atas semua rezky yang engkau titipkan melalui anak kami, Ratih.” Ibu mengangkat kedua tangan tinggi-tinggi tanda syukur yang tiada tara atas segala nikmat di hadapannya.

Bapak tak kalah histerisnya karena merasa malu belum bisa memberikan apa-apa untuk keluarga, selain kemiskinan yang mengerat hingga hampir membuat mereka sekarat selama ini.

Ratih tersenyum getir melihat reaksi kedua orang tuanya, padahal jika saja mereka tahu uang dari mana selama ini yang digunakan, mungkin sumpah serapah akan menghantam keras pada dirinya.

“Ayo masuk, kita lihat-lihat di dalam.”

Mereka berempat memasuki rumah dan melihat-lihat ruangan demi ruangan di sana. Sesekali Ratih memeriksa ponsel dan berharap Ibra akan memberinya kabar. Apa saja meski sekedar ucapan selamat siang.

Sejak pamit ke Semarang, ponsel Ibra mati total dan dia hanya sekali berkirim pesan. Mengingatkan agar Ratih berhati-hati dan mawas diri selama mereka saling berjauhan.

Ibu duduk di tepi ranjang kamarnya sambil memantulkan diri menikmati empuknya kasur mahal. Wajahnya menengadah ke langit-langit kamar menikmati lampu hias sederhana yang menggantung tepat di atas ranjang.

"Tih, kok Lastri baru kerja berapa bulan sudah bisa beli motor, ya ?Trus dengar - dengar  dari tetangga belinya kontan lagi. Bagian apa dia di kerjaannya sana, Nduk?" tanya ibuku yang akhirnya mulai penasaran.

"Ya bagian terapis, Bu. Mijitin orang gitu, nanti kalau enak ya dikasih tip sama mereka. Itulah yang banyak." Ibu mengangguk seolah mengerti padahal bingung.

"Oh, iya sih. Nggak apa-apa juga, sih. Kok jadi kayak ngurusin piring nasi orang ya. Syukurlah sudah bagus rejekinya Lastri."

"Memangnya Ibu mau juga Ratih belikan motor ? Yuk, kita ke dealer. Ratih juga bisa beli kontan."

"Ya nggak, Tih. Ibu sudah tua, ngapain butuh motor, kan, sudah ada motormu sama motor bapakmu. Banyak-banyak buat apa," sahut Ibu sambil mengulum senyum.

Lihat selengkapnya