"Kasus apa kali ini, Ki?" tanya Aksen, setelah sampai di salah satu rumah sakit.
"Kasus virus," ucap Kiki sembari membaca data pasien.
"Baiklah."
"Entar lo di depan aja yah," sambung Aksen.
"Lah kenapa?" tanya Kiki terlihat bingung.
"Kali ini virusnya berbahaya, sangat berbahaya." Firasat Aksen yang mengatakan itu.
Ruangan Steril. "Permisi!" Aksen pun memasuki ruangan.
"Iya? Maaf anda siapa?" tanya seorang gadis cantik yang sedang membaca buku.
"Atas nama Deana Livia?" tanya Aksen seraya berjalan mendekati gadis itu.
"Iya! Ada apa yah? Tolong, jangan mendekat!" mohon gadis bernama Deana dan hal itu berhasil membuat Aksen tersenyum tipis, sangat tipis.
"Tenang saya tidak akan tertular."
"Bagaimana bisa?" tanya Deana.
"Bisa saja." jawab Aksen yang sekarang sudah berada tepat disebelah Deana.
"Anda umur berapa?" tanya Deana sesopan mungkin.
"Umur 18 tahun." Jawab Aksen sambil menyentuh lengan Deana.
"Wow! Sekarang berarti SMA dong?" tanya Deana terkagum-kagum.
"Kerja," jawab Aksen singkat.
"Kamu kerja, jadi dokter yah!" tebak Deana
"Bukan, tapi tim khusus di kepolisian," ungkap Aksen.
"Wah hebat! Saya umur 16 tahun tapi sudah berhenti sekolah karena ini," ucap Deana memberitahu dan hanya mendapat anggukan dari Aksen.
"Baik, saya sudah selesai."
"Saya terkena virus apa? Terus apakah bisa sembuh?" tanya Deana berturut-turut.
"Virus yang membuat memori hilang. Jadi jangan terlalu banyak berpikir serta jaga kesehatan. Virus ini menyebabkan anda kehilangan memori dalam jangka panjang. Virus Lot, virus yang pernah diteliti para ahli 100 tahun yang lalu," jelas Aksen sambil tersenyum kecut.
"Boleh saya panggil anda kakak?" Izin Deana.
Aksen hanya mengangguk.
"Kak! Boleh gak saya minta satu hal sama kakak?" tanya Deana.
"Boleh asal saya bisa." Kali ini terdengar lebih lembut.
"Besok kakak ke sini lagi! Saya sedih di sini sendiri setiap hari ..." lirih Deana.