Visum et Repertum

Tera
Chapter #5

Sepsis

Hari itu, sidang lanjutan yang ditangani oleh Bintang pun berlanjut sesuai jadwal. Bintang yang sudah yakin mengantongi banyak bukti untuk dapat membela kliennya pun duduk manis berdampingan dengan sang klien. Hakim yang sama pada persidangan sebelumnya pun mulai membuka sidang hari itu.

“Persidangan untuk perkara dengan nomor 477 garis miring 2018 akan segera dilaksanakan. Silakan kepada pihak penuntut untuk melanjutkan dakwaan.”

“Tergugat, Reza dengan sangat tidak berperikemanusiaan membunuh korbannya di sebuah bangunan kosong yang terletak di daerah Lembang dan merusak tubuh korban tanpa ampun.”

Jaksa penuntut itu pun mengalihkan atensinya pada hakim yang duduk lebih tinggi dari posisi berdirinya.

“Berdasarkan pasal 340, 338, dan 221 ayat satu poin kedua Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, maka kami menuntut terdakwa atas pembunuhan berencana dan perusakan barang bukti,” lanjut jaksa tadi dan kembali ke posisi duduknya.

“Pembela, silakan menyatakan pembelaan Anda,” ujar hakim ketua.

Bintang beranjak dari duduknya. Ia merapikan jasnya dengan mengancing satu kancing bagian atas dari jas tersebut.

“Kami tidak menerima tuntutan Jaksa,” sahutnya.

Bintang menatap pada hakim ketua dan melontarkan pernyataannya.

“Saya bersikeras bahwa, klien saya tidak bersalah.”

Hakim tadi pun mengangguk dan mempersilakan Bintang kembali untuk duduk. Masih dengan berkas-berkasnya, Bintang berkutat menatap tulisan-tulisan kecil yang memenuhi kertas berukuran A4 itu. Selagi hakim sibuk menanyai kliennya untuk menyampaikan sepatah dua patah kata, Bintang asyik mengumpulkan kalimat untuk pembelaan. Ia ingat betul dengan perkataan Angkasa beberapa hari lalu, ketika ia meminta bantuan untuk menjelaskan bagaimana proses pembusukan pada mayat. Maksudnya, mana mungkin orang yang hilang berhari-hari dan baru ditemukan jasadnya, tapi diperkirakan baru saja meninggal beberapa jam sebelumnya.

Akan sangat masuk akal ketika korban diculik kemudian disekap dan di bunuh saat beberapa jam sebelum ditemukan, dari pada hanya berspekulasi bahwa korban dibunuh dan dirusak bagian tubuhnya. Lalu, ke mana korban dalam beberapa hari sebelum ia ditemukan tewas?

Bintang beranjak dari duduknya setelah hakim ketua mempersilakannya untuk menanyai saksi yang telah dimintanya untuk hadir pada persidangan hari itu.

“Baik. Pada perkiraan waktu kematian korban Anda melaporkan bahwa kematiannya terjadi sekitar tujuh sampai delapan jam sebelum ditemukan. Lantas apa yang mendasari teori Anda tersebut?” tanya Bintang dengan sorot matanya yang tajam.

Ahli forensik yang bertanggung jawab atas pelaporan hasil autopsi itu pun mengangguk paham atas pertanyaan yang diajukan oleh Bintang.

“Hal pertama yang mendasar adalah perubahan tubuh korban dan status dekomposisi.”

Bingo! Satu poin yang Bintang dapatkan, sama seperti yang telah dijelaskan oleh Angkasa.

“Lantas apakah akurat untuk memperkirakan waktu kematian korban hanya berdasarkan perubahan tubuh dan status dekomposisi?” lanjut Bintang lagi.

Ahli forensik tadi mengambil napasnya dalam-dalam. Jemarinya saling bertautan di atas meja saksi.

“Tidak sepenuhnya dapat dikatakan akurat.”

Bintang mengernyit setelah mendengar pernyataan saksinya. Ia kembali menyimak secara perlahan.

“Ada banyak faktor-faktor lainnya yang harus diperhatikan seperti, cuaca, kelembaban, dan pertumbuhan bakteri,” lanjutnya.

Bintang menautkan alisnya.

“Apakah ada kemungkinan bahwa perkiraan kematian Rara itu tidak akurat?”

“Keberatan Yang Mulia! Pertanyaan pembela mengarahkan saksi,” potong jaksa penuntut sebelum saksi menjawab pertanyaan Bintang.

“Lanjutkan,” titah hakim ketua.

Bintang mengangguk dan kembali beralih pada saksinya.

“Tolong jelaskan bagaimana Anda memperkirakan waktu kematian pada umumnya,” pinta Bintang.

“Selain dari perubahan tubuh dan status dekomposisi, kami juga mempertimbangkan keberadaan terakhir tubuh korban. Misalnya, penggunaan terakhir kartu kredit maupun panggilan telepon terakhirnya.”

“Untuk kasus ini, apakah tetap menggunakan metode yang sama untuk menjelaskan perkiraan waktu kematiannya?” tanya Bintang lagi.

Ahli forensik itu pun kembali menghela napasnya pelan dan menatap Bintang.

“Pada kasus ini, keberadaan terakhir korban yang mendukung pemeriksaan itu tidak ada. Jadi, untuk penentuan perkiraan waktu kematiannya, kami hanya bisa menggunakan kondisi terakhir dari tubuh korban untuk mendapatkan perkiraan waktunya.”

Lihat selengkapnya