VLINDER

Yohanna Claude
Chapter #14

Yukari p.1

Delapan tahun yang lalu. Saat itu, yukari berusia sepuluh tahun. Duduk di bangku di kelas empat. Sebelum berangkat ke sekolah seperti biasa, yukari berpamitan kepada ibunya dengan wajah bersemangat seperti murid lainnya. Sebenarnya, jauh di lubuk hati. Yukari tidak ingin pergi ke sekolah, tetapi dia tidak punya alasan lain untuk bolos sekolah. Setiap masalah yukari harus bisa mengatasinya sendiri. Jadi, dia menutupi semua masalah dari ibunya. Karena sekolahnya hanya beberapa kilometer jauhnya, ia berjalan kaki tanpa perlu diantar. Saat tiba di sekolah datang dari belakang kantin, sudah ada banyak adek kelas dan kakak kelas bermain di lapangan sebelum bel berbunyi, tetapi yukari menuju ke kelasnya lalu duduk di bangkunya. Meskipun yukari memiliki teman sebangku, temannya tidak merasakan kehadirannya. Hal-hal seperti itu sudah terbiasa baginya. Beberapa menit kemudian, bel akhirnya berbunyi.

Semua siswa diwajibkan untuk masuk ke kelas tanpa kecuali, kecuali mereka yang terlambat. Masing-masing guru wali kelas masuk untuk memulai pelajaran. Hari ini kelas empat dibimbing oleh seorang guru bernama pak adi. Beliau adalah guru olahraga yang sudah siap untuk mulai pelajarannya. "Selamat pagi anak – anak." Sapanya.

“Pagi pak adi.” Balas murid dengan serempak.

“Kalian bawa baju olahraga?”

“Bawa...!”

“Yaudah bapak tunggu di lapangan. Waktu kalian hanya sepuluh menit dari sekarang.”

Tanpa bertele – tele lagi murid segera mengambil pakaian olahraga dari dalam tas masing – masing dan berlari menuju toilet untuk mengganti pakaian. Mulai satu per satu ke luar kelas seperti berlomba – lomba siapa sampai berarti dia menggunakan toilet terlebih dahulu.

Terjadilah antrian di depan toilet. Yukari dapat berbaris di belakang nomor tiga. Sambil menunggu antrian untuk menggunakan toilet, depan dan belakang yukari sedang membahas suatu topik, tetapi yukari hanya berdiri diam sambil memegang pakaian olahraganya dan matanya melihat luasnya lapangan sekolah. Sedikit demi sedikit antriannya mulai berkurang. Mereka yang telah mengganti pakaian, segera menuju lapangan. “Reni, reina. Kita berempat ganti baju sama – sama yuk. Biar cepat.” Ajak chika kepada dua orang di belakang yukari.

“Oh yaudah, ia biar cepat. Soalnya kan di kasih waktu cuma sepuluh menit.” Balas reina. Lalu berpindah barisan bergabung dengan chika dan mika.

Padahal di tengah – tengah mereka ada yukari. Yukari terasa tersendiri. “Hmmm... teman – teman aku ikut ya?” Pintanya.

Reni, reina, chika, dan mika menoleh ke belakang dan saling melirik seakan ragu untuk menjawab. "Maaf, yukari. Tidak akan muat lagi jika kita berlima ganti baju di kamar mandi." Balas chika. Setelah pergantian selanjutnya selesai, barulah mereka berempat masuk ke toilet meninggalkan yukari di depan pintu sendirian. Yukari hanya bisa menerima jika itu yang di katakan temannya.

Di lapangan sudah berkumpul sambil bermain dan menunggu yang masih ada ganti baju. Yukari merasa tidak nyaman beberapa temannya di lapangan memandanginya yang masih menunggu antrian karena waktu yang di berikan pak adi telah habis. Akhirnya chika, reni, reina dan mika keluar dari toilet, dengan begitu yukari langsung masuk dan cepat – cepat menggantikan pakaiannya sebelum olahraga dimulai. Dia membuka kancing seragamnya satu per satu dan membuka ritsleting roknya untuk mengenakan baju dan celana olahraga. Setelah itu dia merapihkan pakaiannya yang tergeletak di lantai, tetapi sebelum keluar yukari diam sejenak. Memikirkan apakah benar toilet ini benar sempit untuk lima orang, dia pun memisalkan dirinya berdiri di tiap – tiap jika teman – temannya bergabung dengannya. Ternyata perkiraan itu salah. Toilet ini masih cukup untuk lima orang bahkan tujuh orang. Yukari menghela nafasnya, daripada di bawa pusing lebih baik ia segera keluar.

Ketika keluar dari toilet pemanasan sudah dimulai. Yukari berlari melewati tiga kelas ke kelasnya untuk menyimpan seragamnya setelah itu berbaris bersama dengan yang lain. Yukari kebingungan untuk berbaris, karena membentuk satu baris empat orang sudah pas. Ia pun terpaksa membentuk barisan tersendiri dan mengikuti gerakan pemanasan yang diajarkan oleh pak adi.

Pemanasan pertama telah terlewatkan, sekarang pemanasan kedua adalah menundukkan kepala dengan menekan bagian belakang kepala menggunakan kedua tangan sambil menghitung bersama. "1,2,3,4,5,6,7,8." 

“Sekarang ganti. Angkat kepala ke atas. Hitung bersama-sama. 1~” Ujar pak adi.

“1,2,3,4,5,6,7,8.”

Lihat selengkapnya