Keesokan harinya yukari kembali bersekolah, sebelum itu ia berpamitan dengan ibunya. Barulah yukari berangkat sekolah. Setengah dari perjalanan yukari melewati salah satu rumah teman sekelasnya, mika. Kebetulan ayahnya mika sedang mengeluarkan sepeda motor untuk mengantar mika ke sekolah. Rencananya yukari mengabaikan seorang ayah dengan anaknya, tetapi... “Yukari. Bareng yuk.” Ajak ayahnya sebelum menjalankan sepeda motor. Dengan wajah keraguan, yukari bingung untuk menjawabnya. Sesekali melirik mika. “Ayo. Sebelum terlambat.” Ajaknya lagi.
“Baik.” Lalu yukari duduk tepat di belakang mika. Berangkat lah mereka ke sekolah.
Sesampainya, tepat di gerbang sekolah ada teman-temannya mika sedang jajan di luar sekolah. “Mika...?” Terkejut melihat mika berangkat sekolah bersama yukari.
Yukari turun, mika pun juga ikut turun. “Terima kasih om.” Tidak lupa yukari berterima kasih karena sudah mengantarkannya ke sekolah. Lalu yukari mencuekkan mereka dan melangkahkan kakinya menuju kelas melewati lapangan karena ia tahu dirinya tuh di pandang aneh oleh teman-temannya. Sisi lain, mika masih berurusan dengan ayahnya, mungkin semacam meminta uang saku atau sedang bersama empat temannya itu.
Bel masuk. Sebagai wali kelas. Jadi, bu heni lebih full mengajarkan bidang studi di kelas empat. Hari ini bu heni menerangi cara menyelesaikan matematika di papan tulis. Semua muridnya memerhatikan bu heni dengan serius sebelum di beri pertanyaan.
Setelah dijelaskan, sekarang bu heni memberikan pertanyaan kepada murid – muridnya. “Oke, sekarang kerjakan halaman 8 bagian A dan B." Mulailah murid mengerjakan soal dan fokus pada soal matematika. Mengenai materi, kemampuan yukari sangat dangkal dibandingkan dengan teman-temannya. Itulah kelemahan yukari dalam pelajaran. Satu pun pertanyaan tidak ada yang bisa ia jawab. Walaupun sudah diterangkan contoh soal matematika, dalam sekejap ia sudah lupa. Jadi, tidak salahnya yukari mendapatkan nilai nol.
Next. Masih guru yang sama. Lanjut ke pelajaran kedua, yaitu ilmu pengetahuan alam. "Buka halaman 20. Disitu tertera buatlah bentuk kelompok pembelajaran, lalu cari jenis tanaman, akar dan daun di sekitar halaman sekolahmu." Jelas bu heni sambil membaca bukunya. "Oke. Mari kita buat kelompok. Ada 30 murid yang berarti lima kelompok. Satu kelompok terdiri dari enam orang. Baiklah, mari kita mulai pembagian kelompok. Ibu minta perwakilan lima orang maju ke depan. Gina, mika, putri, tasya, dan rara silahkan maju ke depan." Nama – nama yang disebut itu maju dan berdiri di depan kelas. "Jangan mendekat sedikit menjarak." Ujarnya. "Oke. Gina, mika, putri, tasya, dan rara. Sekarang kalian boleh bebas terserah pilih siapa untuk menjadi kelompok kalian. Mulai dari gina."
Gina yang berdiri di dekat pintu berpikir sejenak untuk memilih siapa yang akan menjadi teman kelompoknya. "Aku memilih reni."
“Ayo reni maju.” Panggil bu heni. Kemudian reni beranjak dari kursinya dan bergabung dengan gina.
“Sekarang mika. Pilih siapa?”
“Saya pilih chika.”
“Oke chika maju.” Pinta bu heni.
“Putri?”
“Aku pilih reina.”
“Tasya?”
“Ayu.”
“Rara?”
“Indah.”
“Nah sekarang pilih yang cowok – cowoknya. Mulai dari rara.”
“Aduh... Berat. Aku pilih iqbal deh.”
“Oke iqbal maju. Ciee rara.” Ledek bu heni.
“Hah? Apa sih bu.” Balas rara malu – malu. Satu kelas jadi ikutan meledekinya.
Bu heni hanya tersenyum simpul. “Oke lanjut.”
“Aku pilih mario.” Ucap tasya.
“Bayu. Maju.” Ajak putri.
Mika dan chika bernegosiasi satu sama lain untuk memilih anggota cowok yang akan menjadi teman kelompoknya. “Aku pilih... Mmm... Akmal deh.”
“Gilang.” Panggil gina.
“Lanjut ya. Ibu tunggu. Nanti kalo sudah selesai tulis nama anggota di kertas lembar. Enam anggota, jangan lupa.” Ujar bu heni lalu duduk kembali untuk menyiapkan apa yang perlu disiapkan.