Gadis itu tak habis pikir, mengapa orang lain harus membandingkan bagian dirinya yang satu, dengan bagian dirinya yang lain?
Karena betapa pun Aily menginginkannya, ia tak akan bisa mengubahnya! Ia hidup dengannya! Lalu akan mati juga dengannya!
Mereka menertawakan ketidakseimbangannya! Menertawakan kedua hal itu dalam tubuhnya!
Membandingkannya, dan kemudian merasa bahwa keduanya tidak seharusnya dipasangkan menjadi satu kesatuan.
Dirinya!
»»————- ★ ————-««
Suara denting lonceng terdengar saat pintu Shibuya Corner Cafe terbuka kencang.
"Kak Aris, donatnya udah mateng belom?" Suara imut dan menggemaskan seperti peri hutan terdengar.
"Ini baru jam tujuh, loh, Ly!" Pria berkacamata di balik meja counter tertawa, memamerkan dua lesung pipit yang semakin menambah manis wajah orientalnya.
"Yaaaah ... kemarin kan aku bilang mau ambil donat gula tiga lusin jam tujuh pagi. Sampai udah kulunasin segala." Suara mirip tokoh remaja putri dalam anime Jepang itu terdengar merajuk. Aily menyusuri meja yang memanjang sejauh tiga meter hingga berdiri di hadapan pemilik kafe itu dengan tegap.
Aris mengulum senyum. Suara gadis di hadapannya memang luar biasa unik. Suara yang jika orang mendengarnya akan membayangkan sang pemilik adalah sosok peri kecil dan ceria. Makhluk yang acap kali muncul dalam dongeng-dongeng penuh warna. Atau mungkin, imaji gadis lolita yang imut. Gadis menggemaskan yang berpakaian penuh pita dan renda. Begitu mungil dan lucu.
"Apa sih yang enggak buat kamu. Nih, empat lusin donat gula. Kali aja kru di studionya banyak, jadi kutambahin." Aris mengeluarkan dua kantong besar berisi empat kotak donat gula yang masih hangat.
"Waah, Kak Aris, terbaik!" Aily tertawa lebar.
Aris sangat menyukai tawa Aily yang melembutkan wajah tegas gadis itu. Ia sadar bahwa Aily sangat membenci parasnya sendiri. Rahang tegas, alis tebal, mata bersudut tegas, dan hidung lurus mancung, membuatnya sering disangka laki-laki.
Padahal jika diperhatikan lebih dalam, bulu mata lentik dan bibir yang merah tipis, memberi kesan feminin. Yah, mungkin jatuhnya seperti tokoh bishounen--pria berwajah cantik.
"Dandananku udah oke belum?" Aily merapikan rok lipitnya gugup. Rambut sepanjang pinggul digerai bebas dengan poni menutupi wajah bagian kanannya. Perempuan itu tak ingin dunia memandang wajah yang ia benci.
Ia sudah terlalu lelah dengan semua gunjingan tentang betapa tidak cocok suara dan tubuhnya. Hanya pada Aris ia bebas tertawa sesukanya tanpa khawatir akan diremehkan. Sahabat terbaiknya.
"Kamu selalu cantik."
"Ish, ditanya serius juga." Aily manyun. "Aku retouch make up dulu, deh. Mau ketemu idola harus cling!"
Aris tak bisa menahan tawa ketika Aily berjalan tegap ke arah toilet. Dengan tinggi mencapai 173 sentimeter, gadis itu semakin terlihat istimewa.
Suara tubrukan terdengar ketika Aily tanpa sengaja beradu dengan sosok yang baru menikung dari lorong kamar mandi.