Voice in Dream

Shireishou
Chapter #7

Bab 6 - Les

Meski terlihat sederhana, hal paling sulit adalah kembali memulai langkah pertama.


⊱ ────── {.⋅ ✯ ⋅.} ────── ⊰


Mentari sudah cukup tinggi ketika Aily mematut dirinya di depan cermin. Ia kembali berusaha tampil feminin dengan rok lipit pendek warna biru, dan legging hitam panjang. Tak lupa kaus putih dengan blazer berwarna biru menutupi tubuh. Aily nyaman dengan perpaduan pakaian seperti itu. Gadis itu menyisir rambut panjangnya perlahan.

"Tidak apa-apa, semua akan baik-baik aja!" Aily memandangi pantulan tubuhnya di cermin sembari memberikan afirmasi positif pada dirinya sendiri.

Aris memang menjamin Risa tidak akan menghinanya. Namun, hati Aily tak bisa berbohong. Ia tetap merasa ketakutan.

Kadang Aily berharap dirinya bisa selalu merasa nyaman seperti ketika berada di studio dubbing. Tidak ada rasa takut orang akan menghakimi fisiknya. Dubber-dubber itu banyak yang berbagi takdir yang sama dengannya. Hana yang mengisi Naruto ternyata seorang wanita anggun berjilbab panjang. Pengisi Doraemon juga ternyata wanita paruh baya yang selalu tersenyum ramah.

Ah, Aily kemudian teringat Richie. Suara rendah itu ternyata dimiliki seseorang yang begitu cantik ketika ber-cosplay. Aily berada di dalam lingkungan yang senasib dengannya. Lingkungan yang tak akan mencemooh dirinya. Semua pemikirannya terbukti nyata. Tak seorang pun di studio Kreativitas Anak Bangsa yang mengernyit saat melihatnya. Sedikitnya hal itu memberikan Aily rasa percaya diri serta rasa nyaman.


«────── « ⋅ʚ♡ɞ⋅ » ──────»


"Kalau menurut alamat yang dikasih Kak Aris, harusnya sekitar sini." Aily mengamati nama jalan yang tertera di sebelahnya. Dia melangkah menyusuri jalan hingga tiba di sebuah rumah yang tidak terlalu besar. Mungkin tipe 120. Aily mengeluarkan ponselnya dan mulai menelepon.

Sesosok gadis berkulit putih dengan mata sipit keluar dari dalam rumah tak berapa lama kemudian. "Kak Aily, ya? Aku Risa." Rambut lurus hitam sebahunya, tak memiliki poni. Jepitan mungil warna ungu bertengger di sisi kanan untuk menyingkirkan rambut pengganggu. Rupa gadis itu tampak tak asing di mata Aily. Ah, tentu saja, raut wajah yang serupa dengan Aris.

"Salam kenal. Aku Aily." Aily membalas jabatan tangan Risa.

Aily memandang lawan bicaranya dengan sedikit khawatir. Sejenak ia merasa melihat senyum tipis di sudut bibir Risa.

Risa menertawakannya?

Ah, Aily berusaha mengenyahkan pikiran itu. Aris tidak mungkin berbohong. Risa pasti sebaik kakaknya. Sugesti itu dikumandangkan berulang dalam hatinya.

"Yuk, masuk! Langsung ke kamarku aja." Risa tersenyum lebar.

Ah ... senyum itu penuh keramahan. Tak ada ejekan ataupun cemoohan. Setidaknya, itu yang kini Aily rasakan. Ia lega.

Rumahnya cukup terkesan rapi dan minimalis. Aily mendapati kamar Risa bertolak belakang dengan kondisi rumahnya yang cenderung sederhana. Kamar Risa penuh dengan poster anime. Aily takjub.

"Anime lover juga, ya?" Aily melemparkan pandangannya ke sekeliling.

Risa mengangguk antusias. "Koko bilang, Kak Aily juga suka anime?"

Aily membenarkan dan duduk di atas karpet di depan sebuah meja rendah untuk lesehan.

"Maaf belajarnya di bawah, Kak. Aku lebih nyaman belajar di bawah daripada duduk di meja belajar."

Aily tak mengajukan keberatan. Selintas Aily bisa melihat meja tracing, tablet gambar, dan sebuah figure anatomi kecil. Jangan-jangan Risa juga suka menggambar seperti Aris.

Kamar ini memiliki kasur tunggal dengan sebuah dakimakura---guling datar bergambar tokoh anime seluruh badan. Di kanan tampak lemari penuh komik, dan lautan poster. Aily hampir tidak bisa melihat warna cat tembok di dinding karenanya. Aily tersenyum geli. Dirinya ternyata masih kalah jauh untuk urusan nge-fans anime dengan Risa.

Tidak makan banyak waktu sebelum akhirnya mereka berdua bisa akrab. Mungkin pembawaan Risa yang supel, atau bisa jadi karena dia mirip dengan Aris, sehingga Aily merasa sudah akrab. Entahlah! Yang jelas, Aily tak merasakan beban saat mengajar Risa.

Cara mengajar Aily memang menyenangkan dan mudah dimengerti. Risa menyukainya. Ditambah kadang Aily menyelipkan candaan tentang anime, membuat keduanya begitu cocok satu sama lain.

"Waduh, nggak berasa, sudah jam enam." Aily melongok jam dinding.

"Wah iya, bentar lagi maghrib. Enggak berasa banget, Kak!" Risa tampak tak kalah terkejut. "Salat di sini aja, baru pulang. Ruang salatnya di luar." Risa mengambil mukenanya dan menyerahkannya kepada Aily.

Baru saja Aily keluar kamar, ketika terdengar suara salam dari luar.

"Waalaikumussalam," Risa menjawab salam yang diterimanya.

Lihat selengkapnya