Voice in Dream

Shireishou
Chapter #9

Bab 8 - Ganjalan

Dunia memang terkenal sebagai panggung sandiwara. Namun, biarkan dunia berdusta, asalkan kejujuran tetap menerangi nurani.


⊱ ────── {.⋅ ✯ ⋅.} ────── ⊰


Aily masih memperhatikan bagaimana pemuda yang seusia dengannya itu mulai melirik naskah sekilas, sebelum pandangannya kembali lurus menghadap monitor.


"Ah, Prabu lebih cocok dengan Sri Tanjung daripada Patih Sidopekso!"


Kiki memulai dialog pertamanya. Ada nada membujuk yang sempurna di balik suara yang rendah, tapi juga tidak terlalu besar. Kelicikan yang terdengar karena ingin menyingkirkan Patih Sidopekso. Semua begitu natural. Aily terkejut. Ia seolah melihat sosok Penasihat Prabu Sulahkromo berada di hadapannya. Suara berat itu berubah seketika menjadi riang ketika mengetahui sang prabu menyetujui usulannya tanpa perlu banyak membantah.

Tepat ketika Firman berkata, "Cukup!", Aily langsung bertepuk tangan tanpa sadar.

Toro menyenggol Aily pelan sambil berusaha menahan tawa.

"Eh, iya, maaf, Mas, Kak. Ha-habis keren banget!" Aily nyengir pasrah menahan malu.

"Terima kasih," balas Kiki tersenyum ramah.

Firman tak bisa menyembunyikan tawanya. "Kamu beneran nggak mau ikutan casting? Dayang saingannya baru tiga, nih." Firman kembali menawarkan saat Kiki sudah meninggalkan ruangan.

Aily menggeleng mantap. "Nanti saja, Mas. Saya mau lihat prosesnya dulu. Takut mengganggu." Aily kini turut memanggil Firman dengan sebutan Mas daripada Pak seperti sebelumnya.

Firman menyunggingkan sebuah senyum menenangkan. Pria paruh baya bertubuh agak gemuk itu terlihat lebih ramah dibandingkan terakhir kali Aily mengingatnya. "Jangan trauma nyoba, ya! Dubber itu harus berani mencoba. Berkali-kali gagal, nanti juga biasa."

"Siap, Mas!" Aily mengangguk penuh semangat. Ada lega merayap di hatinya. Ternyata Firman tidak meletakkan namanya di daftar hitam "calon dubber paling mengganggu". Aily terlalu berkhayal, karena sebenarnya Firman tidak memiliki catatan semacam itu.

"Oke, Ro. Silakan."

Toro bangkit dan mengambil kertas naskahnya. Adegan terakhir ketika Patih Sidopekso membunuh Sri Tanjung.

Toro menatap monitornya. Berbeda dengan Kiki, Toro justru berdiri nyaris tanpa ekspresi.

"Yak, take!"

"Aku tak sudi mendengar kalimat seorang wanita yang tak bisa menjaga kesetiaan dan kesuciannya!"

Tiba-tiba bulu roma Aily naik. Dingin. Wajah Toro memang nyaris tanpa ekspresi. Namun, Aily bisa merasakan kengerian dan penekanan pada setiap kata-kata yang terlontar.

Saat Patih Sidopekso menyeret Sri Tanjung menuruni tangga, Toro bahkan mengisi suara napas yang tertahan di sana. Juga saat reaksi Patih Sidopekso mendorong Sri Tanjung menuju tepian sungai.

"Kau tahu, aku selalu setia, tapi ini balasanmu?!"

Nada dingin itu berubah menjadi suara penuh keperihan yang ditahan kuat-kuat.

"Hari ini aku sudah melihatnya. Aku memang tak sebanding dengan dia, maka kau dengan begitu mudah mengabaikan kesetiaanku. Kau harus jatuh ke pelukan Prabu, padahal kau telah menikah denganku!"

Saat mengatakan kata dia, Toro terlihat begitu berduka. Aily bisa merasakan bagaimana seorang Patih Sidopekso berusaha untuk menerima kenyataan bahwa istri yang dicintainya harus berselingkuh dengan junjungannya sendiri.

"Karena itu, aku akan membunuhmu!”

Seruan Toro membuat hati Aily terasa tertusuk. Toro bisa membuat Aily seolah melihat Patih Sidopekso yang terbakar cemburu dan tak ingin kehilangan Sri Tanjung hingga memilih untuk menghabisi nyawanya.

Terlihat di layar monitor Sri Tanjung menangis dan meraung. Meski tanpa suara, Aily tahu itu adalah adegan saat Sri Tanjung berusaha membuktikan dia tidak bersalah.

"Lihatlah dirimu! Kau masih berpura-pura tak bersalah, padahal sudah terpampang nyata segala bentuk pengkhianatan yang kaulakukan. Kau memang wanita bodoh!”

Lihat selengkapnya