Voice in Dream

Shireishou
Chapter #11

Bab 10 - Terbakar

Curiga berawal dari rasa tak aman. Ketika curiga menjadi cemburu, hanya nurani yang bisa menyelamatkan diri.

⊱ ────── {.⋅ ✯ ⋅.} ────── ⊰

Aily mengempaskan tubuhnya ke sofa empuk di ruang karaoke lantai dua. Seperti ruang karaoke pada umumnya, ada satu layar monitor ukuran 52 inci di salah satu dinding. Sofa berbentuk huruf L berwarna cokelat. Dinding kedap berlapis busa hitam yang tebal dengan AC yang cukup menggigit. Namun, bagi Aily, tidak ada yang mengalahkan dinginnya ruang mixing.

Untung saja lampu di sini terang benderang. Sebenarnya bisa diredupkan supaya kenyamanan melihat layar saat karaoke lebih terjaga, tapi Richie membiarkannya tetap menyala. Selain mereka akan kesulitan membaca dalam gelap, jangan-jangan Aris akan menyerbu masuk karena curiga. Richie melirik sudut atas ruangan tempat kamera CCTV bertengger dengan apik.

"Yak, terus latihannya apa?"

Richie duduk di sisi kursi yang lain sehingga ia bisa melihat wajah Aily dengan jelas dari sana. Richie mengambil sesuatu dari dalam tasnya. "Kita latihan membaca dulu."

Aily memandang sebuah koran yang baru saja diletakkan ke atas meja oleh Richie.

"Baca koran?" Aily terdengar ragu. Aily mengangkat koran itu dan melebarkan lipatannya.

Richie mengangguk. "Coba baca berita di halaman pertama."

Aily berdeham sejenak sebelum mulai membaca. "Kabut asap semakin pekat akhir-akhir ini. Usaha pemladaman."

"Stop."

Aily mendongak kembali.

"Pemladaman." Richie tersenyum memberi tahu kesalahan kata yang Aily lakukan. "Kalo membaca berita, jangan ngebut pengin selesai. Makin ke belakang, lo kayaknya buru-buru banget. Akibatnya, pelafalan lo meleset. Lihat gue!"

Pemuda berambut kemerahan itu mengambil koran dari tangan Aily dan mulai membaca.



"Kabut asap semakin pekat akhir-akhir ini."


Suara Richie berubah. Nadanya menjadi lebih berat dan tegas. Tidak ada perubahan berarti pada ekspresinya. Namun, Aily bisa mendengar setiap kata yang terlontar.


"Usaha pemadaman yang telah dilakukan tidak banyak membuahkan hasil. Tingkat kepekatan asap sudah tiga ratus kali di atas batas normal."


Aily terpana. Suara Richie terdengar begitu rendah dan seksi. Suara yang jarang Aily dengar jika Richie memerankan tokoh anime. Inikah yang disebut sembilan suara yang bisa dimiliki manusia?

"Kayak gitu, deh." Richie kembali menyerahkan koran yang dipegangnya. "Awal-awal, nggak usah pakai suara aneh-aneh dulu. Pakai suara normal lo saja. Kita hanya latihan artikulasi."

Aily berdeham. "Oke, fokus ke ngomong yang jelas. Jadi nggak usah terburu-buru, ya?" Aily mengulang teori yang baru saja didapatnya.

"Artikulasi itu penting banget dalam dunia dubbing. Soalnya, kalau nggak jelas, gimana penonton bisa ngerti?" Richie menegakkan duduknya.

Aily mengulang paragraf pertamanya. Namun, Richie lagi-lagi menghentikannya.

Matanya menatap Aily menyelidik. "Hmm, apa kita belajar A I U E O dulu aja, ya?" Richie tampak kebingungan.

Aily meremas jemarinya gugup. Matanya meredup seolah patah semangat. "Parah banget, ya, gue?" tanya Aily sedih.

"Lo tuh ... hm ... apa ya ..." Richie berusaha menemukan kata-kata yang tepat. "Lo terlalu khawatir. Lo takut kalau selesainya nggak pas, atau justru malah pengin cepet-cepet kelar. Makanya lo keserimpet terus."

Aily menghela napas. Ada sesal terpancar di sana. Namun, apa yang Richie katakan, benar adanya. Ia terikat pada ketidakpercayaan dirinya. Richie sendiri terlihat agak kebingungan. Sejenak kemudian ia mulai menulis beberapa kalimat pada secarik kertas yang telah dipersiapkannya.

"Coba baca ini."

Aily membaca tulisan di atas kertas yang disodorkan ke arahnya. Ia tak bisa menyembunyikan keheranannya kala membaca kalimat-kalimat yang berputar-putar itu.

"Buat latihan lidah. Orang Indonesia biasanya sering keserimpet pas membaca kalimat-kalimat itu." Richie meminjam kertasnya lagi.

Lihat selengkapnya