Voice in Dream

Shireishou
Chapter #12

Bab 11 - Luka

Memaafkan tak berarti memaklumi setiap kesalahan. Namun, dengan memaafkan, tak akan ada hati yang terluka lebih dalam.

⊱ ────── {.⋅ ✯ ⋅.} ────── ⊰


"Aily tunggu!" Richie berusaha menghentikan langkah Aily yang setengah berlari meninggalkannya. "Dengerin gue, Ly! Hei!"

"Gue mau pulang aja!" Aily masih tak menghentikan langkahnya.

"Ly, gue minta maaf!" Setengah berteriak, Richie menarik lengan Aily. Berusaha menarik selembut yang ia mampu, tapi Aily tetap tersentak.

"Sakit ..." Aily meringis.

"Sorry." Richie sontak melepaskan genggamannya. "Gue bener-bener minta maaf udah bikin lo dan Aris berantem."

Richie menampilkan wajah yang begitu penuh sesal. Ia tidak menyukai Aris yang menuduhnya sembarangan, tapi bagaimanapun juga, ia tahu bahwa Aris menyayangi Aily seperti juga dirinya. Membuat dua sahabat baik bertengkar, cukup memberikan rasa bersalah yang membayangi hati.

"Lo nggak salah! Udah, deh! Gue nggak mau bahas. Semua salah Kak Aris. Kenapa, sih, curigaan banget?!" Aily bicara berapi-api. Cara bicara yang belum pernah ia lakukan di hadapan siapa pun. Ada bayang-bayang gelap di lensa mata sekelam malam itu. Air mata tertahan bergelayut erat saat berusaha mati-matian agar tetap tergantung dan tidak jatuh merintih.

"Oke. Tapi Aris nggak bermaksud jahat, kok." Richie mengangkat tangannya. Berpura-pura tidak melihat air mata yang siap jatuh kapan saja. "Istirahat, ya. Sampai jumpa besok."

Aily kembali berbalik dan berlari menjauh. Tak dibiarkannya Richie melihatnya meneteskan kekecewaan yang teramat. Membenamkan dirinya ke dalam isakan tangis yang entah kapan akan berhenti.

Aily menghabiskan sisa harinya dengan mengurung diri di kamar dan meringkuk di atas kasur. Ia tak mengerti mengapa hatinya begini hancur? Apa karena perasaan malu? Malu karena sahabatnya menuduh penolongnya dengan kasar? Atau rasa sakit karena dituduh sembarangan oleh orang yang paling ia percaya? Aily tidak habis pikir. Ia tahu bahwa rasa sakit yang kini mencengkeram hatinya bukan fatamorgana.

Ada pertanyaan yang terus menghantui Aily sedari tadi. Mengapa Aris begitu marah dengan latihannya? Bukankah seharusnya cowok itu menyetujui keputusannya untuk menapaki dunia sulih suara? Dunia yang selama ini Aily idam-idamkan! Mengapa Aris harus mengganggu proses belajarnya?

Mengapa Aris bisa begitu berpikiran sempit? Menuduh Richie yang sudah begitu baik menghabiskan waktu berharganya sekadar untuk membimbing Aily. Bukankah Aris adalah orang pertama yang mendukungnya? Mengapa kini Aris justru mempermalukan Aily di depan Richie? Apa itu artinya Aris menentangnya untuk menjadi dubber?

Memikirkan kemungkinan itu, rasa perih merajah hatinya. Sakit! Begitu menyesakkan. Aily seperti limbung dan kehilangan pegangan. Seolah, sesuatu yang selama ini membuatnya tetap berjuang keras untuk mendaki meraih impiannya, kandas dan terserak tanpa ada sisa.

Aily terus meneteskan air mata dalam keheningan. Berusaha untuk tetap tidak bersuara ataupun merintih. Rasa lelah menahan semua jeritan batin, akhirnya membuatnya jatuh tertidur.


⊱ ────── {.⋅ ✯ ⋅.} ────── ⊰

Satu hari berlalu tanpa terasa. Mentari sudah tinggi dan menyinari beranda studio KAB tempat Richie kini berdiri. Namun, gadis yang dinanti tak juga muncul. Beberapa kali pemuda itu melongok ke jalanan berharap Aily sudah berada di bawah, tapi nihil.

"Aily pasti datang." Toro menepuk pundak Richie.

Richie berkali-kali melihat arloji yang dikenakannya. "Gue mau take dub ke tempat lain bentar lagi. Mendadak banget panggilannya!"

"Nanti aku sampaikan salammu."

Richie sebenarnya enggan bercerita, tapi dia seperti tidak punya pilihan lain. "Aily kemarin berantem sama sahabatnya gara-gara gue dan bikin mood Aily ancur-ancuran." Richie berdecak khawatir.

"Wah, masalah apa?"

Richie menggeleng. Ia tak ingin Toro juga ikut menyalahkan ketidakkompetenannya saat mengajar. "Sorry, gue nggak bisa cerita. Dan please, jangan bilang Aily gue cerita. Support dia aja. Jangan sampe dia gagal casting lagi." Richie mengatupkan kedua tangannya ke depan dada menunjukkan permohonan yang sangat.

"Beres." Toro mengangguk meyakinkan. Ia menghargai privasi Richie dan tidak mendesak lebih lanjut.

Lihat selengkapnya