Kadang kita merasa Tuhan mengabaikan setiap doa. Padahal Tuhan sedang mengabulkan doa melalui jalan yang berbeda.
⊱ ────── {.⋅ ✯ ⋅.} ────── ⊰
Aily memulai casting Bawang Putih setelah mendengar aba-aba dari Firman.
"Ya, Tuhan! Di mana selendang yang warna merah?"
Aily terlihat penuh kepanikan. Wajahnya menyiratkan kebingungan yang sangat. Matanya bergetar pelan ketika melihat kertas naskah. Bisa dirasakan ketakutan menjalar kuat di sekujur tubuhnya. Richie terperangah. Gadis itu sungguh terlihat rapuh jika cemas seperti itu. Kini, seolah ada dorongan kuat untuk segera merengkuh dan menenangkan kepanikan Aily. Richie tak ingin Aily terluka lebih lama. Namun, pemuda itu tersadar semua hanya akting. Aily telah sukses menyedot semua perhatian juga hatinya.
" Aduh, apa selendangnya jatuh di sungai?! Alirannya deras sekali. Aku tak mungkin berenang mencari.”
Penekanan kata deras sekali terdengar begitu mulus. Menyiratkan keputusasaan, tapi juga masih berusaha menyingkirkan rasa itu kuat-kuat. Aily berhasil menciptakan nada suara yang khawatir sekaligus tak ingin menyerah.
"Gawat! Kalau selendangnya tidak ditemukan. Apa terbawa arlus ke hirir?"
Ah ... Aily sedikit terjebak di kata arus yang terdengar menjadi arlus, dan hilir yang berubah menjadi hirir. Seharusnya dia tak perlu terburu-buru. Setiap bicara dengan tergesa, kesalahan paling umum adalah artikulasi yang tidak jelas bahkan bisa saja salah. Gadis itu menyadari kesalahannya, tapi berusaha tak memedulikannya. Perannya masih panjang. Ia harus tetap fokus untuk terus maju.
“Aku harus mencarinya sampai ketemu!”
Bagus! Richie lega. Kesalahan sebelumnya tak membawa pengaruh banyak. Gadis itu tetap melaju dengan mulus. Suaranya memang tidak seberat Bawang Putih di animasi televisi, tapi Aily lebih fokus pada karakternya dibandingkan menyamakan suaranya. Kerja yang cukup bagus!
Penekanan sebuah kalimat keputusan bahwa Bawang Putih akan berjuang cukup bisa dirasakan dengan jelas. Ekspresi Aily juga turut meyakinkan bahwa dia akan terus berjuang. Meski untuk beberapa dubber, mereka bisa saja berakting suara, tanpa memperlihatkan ekspresi wajah sama sekali. Toro adalaah salah satunya.
"Permisi, apa Anda melihat selendang berwarna merah melintas hanyut di sini? Permisi, apa Anda melihat selendang merah melintas hanyut di sini? Permisi, apa Anda melihat selendang merah melintas hanyut di sini? Permisi, apa Anda melihat selendang merah melintas hanyut di sini?"
Bagian tersulit. Bawang Putih harus bertanya berulang dengan kalimat yang sama ke orang-orang di sepanjang tepian sungai. Sekali kehilangan konsentrasi, bisa saja kalimatnya menjadi rancu atau bahkan terbelit. Memang Aily tidak menghafal dan membaca naskah. Namun, tetap saja dialog yang sama diucapkan beruntun bukan hal mudah.
Tanpa sadar Richie meremas tangannya kuat. Ia ikut merasa gugup.
"Ah, tidak melihatnya, ya?! Tidak apa-apa. Terima kasih atas waktunya. Permisi, apa ..."
AH! Lipsync-nya terlalu lambat sehingga orang itu sudah nyaris menggeleng. Gadis itu tak sempat mengucapkan, "Anda melihat selendang merah hanyut di sini?!".
Untungnya, Aily langsung melakukan improvisasi.
"… lihat selendrang hanyut?”
Lagi-lagi Aily kurang jelas mengucapkan kata selendang menjadi selendrang karena panik mengejar lipsync. Sebenarnya dalam dunia sulih suara, kalau tidak pas, bisa dilakukan take ulang. Namun, saat ini Aily sedang melakukan casting. Kesalahan saat take akan memengaruhi penilaiannya.
"Bagaimana ini?! Hari sudah hampir malam, dan aku belum menemukan selendangnya."