Voice in Dream

Shireishou
Chapter #30

Bab 29 - Retake

Tak selamanya kita mendapat kesempatan yang sama. Cobalah bersyukur pada setiap langkah yang kita lalui. Mungkin di sana ada sedikit bahagia diri.

⊱ ────── {.⋅ ✯ ⋅.} ────── ⊰

Aily berusaha tegar mengetahui bahwa casting akan diulang sekali lagi. Selain itu, Deline tampak tak menyerah sampai di situ.

"Tapi, aku minta bimbingan satu dubber di sini." Deline melirik ke arah Richie.

Pemuda berambut merah itu langsung paham arah pembicaraan ini. "Enggak bisa! Gue ada jadwal dubbing series di studio laen! Full!" Richie beralasan. Ia tak sepenuhnya berbohong. Mana sudi dirinya mengajari Deline yang jelas menjadi penghalang Aily---gadis yang dicintainya---dalam meraih cita-cita.

"Aku nggak mungkin latihan sendiri." Deline mengangkat alisnya sedikit.

"Merepotkan!" gerutu Richie.

Firman tiba-tiba menekan-nekan ponsel cerdasnya. "Turun ke ruang casting, dong. Kamu akan jadi mentor Deline selama dua hari."

Sepertinya ada penolakan dari orang di seberang saluran. Namun, Firman merendahkan suaranya.

"Oh, come on. Ini udah urusan sama Pak Hendy."

Firman kemudian mengangguk sambil bergumam membenarkan kalimat lawan bicaranya.

"Oke. Aku tunggu."

Itu saja yang diucap. Namun Aily merasakan firasat tak mengenakkan. Hal itu terbukti saat orang yang paling ia kagumi telah berdiri di depan pintu.

"Toro yang akan jadi pembimbingmu. Dia dubber terbaik di sini. Kau akan dapat bimbingan sesuai kebutuhanmu.”

Saat itu degup jantung Aily langsung menjadi tak beraturan. Ah, Toro pasti sempat menolaknya, tapi kekuasaan yang dimiliki Hendy tampaknya bisa membuatnya mengalah pada permintaan Firman. Membayangkan Toro akan menjadi guru Deline untuk mengalahkannya, membuat hatinya terasa tersayat. 

Aily tidak suka! Ia tak bisa menyembunyikan perasaannya. Raut wajah yang ditekuk dan tangan yang tak henti memilin ujung baju panjangnya yang sudah terlihat semakin kusut.

Aily merasakan belaian lembut di punggungnya. Usapan itu terasa menenangkan rasa kecewa yang menyelinap tanpa malu-malu. Diliriknya Richie sejenak. Pemuda itu tersenyum menenangkan. Richie sehari-hari terlihat begitu urakan, tegas, tapi jika tersenyum seperti ini, Aily merasa dirinya bisa melalui cobaan seberat apa pun bersamanya. Richie yang bersemangat, superpositif, dan penuh percaya diri membuat Aily sungguh ingin menirunya.

Deline mengawasi Toro dari ujung rambut hingga ujung kaki. Ia tak begitu suka pada pilihan yang diberikan untuk melatihnya. Toro memang manis dengan rambut hitam legam lurus yang menutupi alis kirinya. Terkesan misterius. Gestur yang kalem dalam balutan kemeja terkesan begitu formal. Toro memang cukup tampan. Namun, tipe pria baik-baik seperti Toro jelas bukan seleranya.

Terus terang, ia akan lebih senang jika Richie yang melatihnya. Namun, Deline tak ingin bersikap keras kepala. Richie jelas menolaknya. Ia punya banyak laki-laki yang jauh lebih tampan dari Richie dan tergila-gila padanya. Gengsinya membuatnya memutuskan menerima Toro sebagai mentornya.

"Oke. Enggak masalah." Deline tertawa ringan.

"Kita bisa mulai latihan besok di sini." Toro nyaris tak tersenyum. Pemuda itu sungguh tak nyaman dengan kondisi harus menjadi mentor bagi saingan Aily. Padahal dirinya sudah berjanji untuk memastikan Aily mendapatkan peran itu. Rasanya seperti ditarik oleh dua ekor kuda besar yang siap mencabiknya dalam kebimbangan di tengah-tengah.

Aily berusaha tak terlihat kecewa lagi saat melihat bagaimana wajah Toro juga tak kalah kebingungan. Pria itu sudah berusaha semampunya. Kekuatan lebih besar memaksanya berada di sisi lawan. Tanpa ia sadari, tangannya yang terulur ke bawah berusaha menggapai mencari pegangan. Ia menemukan tangan kukuh Richie di sisinya.

Betapa terkejutnya Richie kala merasakan jemari panjang Aily menyentuh punggung tangannya seolah tengah mencari pegangan. Mata gadis itu tetap terpancang ke arah Toro dan Deline yang mulai berbicara. Dengan sigap, Richie mengerti yang dibutuhkan Aily. Digenggamnya erat tangan Aily untuk meyakinkan gadis itu bahwa ia akan selalu di sisinya dan membantunya untuk terus maju.

"Aku mau hari ini!" Suara Deline yang cukup tinggi membuat Aily terkesiap.

Lihat selengkapnya