Voice in Dream

Shireishou
Chapter #33

Bab 32 - Pupus

Kadang harapan pupus kala kita sering mendongak ke atas. Namun, tutuplah mata dan melangkahlah lagi. Mungkin dengan begitu, mencapai mimpimu ternyata tak sesulit yang dikira.

⊱ ────── {.⋅ ✯ ⋅.} ────── ⊰

Suara denting sendok dan garpu yang terjatuh ke atas piring terdengar cukup keras kala Aily terkulai lemas tanpa daya.

"Hei!" Richie merengkuh bahu Aily dan memutarnya ke arahnya. "Lo nggak boleh pesimis. Deline memang sudah lebih baik, tapi gue tahu, lo bisa lebih baik lagi!"

"Jangan nyerah, Ly. Aku yakin, Richie guru yang nggak kalah bagus dari Toro." Aris membetulkan kacamatanya dengan gugup. Ia tak suka memuji pesaing cintanya. Namun, itu yang dibutuhkan Aily saat ini. Penyemangat agar ia tak terlalu lama terpuruk.

Richie mengangguk. "Gue akan nemenin lo! Aris juga akan mendukung lo. Kalau lo stres, minta aja dia masakin apa, kek. Dia pasti akan bikinin buat lo!"

Richie tak ingin berutang budi. Ia juga merasa harus memberi semangat Aily dan setidaknya membuat Aris terlihat lebih berguna.

Aily tiba-tiba terkekeh pelan. "Iya, ya, aku nggak boleh nyerah gitu aja. Kalian udah berusaha banget buat aku. Aku enggak boleh gampang putus asa. Aku akan berusaha keras." Aily mengangguk mantap. Aily sendiri masih berusaha menyingkirkan rasa tak yakin yang kini bergelayut kuat di batinnya. Ucapan Bunda yang melecehkannya dan kemampuan Deline juga melompat drastis, tentu memengaruhi. Namun, Aily tahu, dia tak boleh terlalu lama terpuruk. Demi dirinya, juga demi orang-orang yang sudah mendukungnya.

Richie kembali memutar badan Aily ke arah meja. "Nah, sekarang makan. Makin cepet lo makan, terus salat, makin cepet juga kita latihan lagi."

Aily mengangguk dan segera menghabiskan omurais yang terhidang dengan lahap. Ini perjuangannya. Ini langkah terakhirnya. Aily akan bertarung sebisanya. Tidak akan ia pedulikan pesaingnya. Ia akan maju sekuatnya. Ya ... karena memang hanya itu yang bisa ia lakukan sekarang.

⊱ ────── {.⋅ ✯ ⋅.} ────── ⊰

Malam sudah tiba tanpa terasa. Mereka bahkan sempat makan malam bersama. Aily kini berdiri di depan kafe dengan perasaan lega. Semua persiapan sudah siap. Yang bisa ia lakukan tinggal menyerahkan usahanya pada Yang Maha Kuasa. Richie dan Aris memandang kepergian Aily yang terlihat lebih yakin daripada saat pertama mendengar suara Deline tadi siang.

Gadis itu meninggalkan kafe dengan langkah lebih tegap dari biasanya. Dia akan berusaha menulikan telinga tentang apa pun yang akan Bunda katakan. Sayangnya, keinginan itu hanya tinggal harapan.

"Dari mana?" Sari sudah menunggunya di ruang tamu seperti biasa. Padahal jam belum menunjukkan pukul delapan malam.

"Shibuya Corner Cafe," jawab Aily takut-takut.

"Ke kafenya Aris?" Ada senyum tersembunyi di bibir Sari.

Aily mengangguk membenarkan.

"Ngapain sampai malam? Kuliahmu selesai jam sebelas, kan?"

Aily enggan memberi tahu dia bolos kuliah lagi hari ini dan berlatih bersama Richie sejak pagi. "Latihan buat casting besok, Bun. Kak Aris minjemin ruang karaokenya."

Sari terlihat kaget. "Ya, ampun! Kamu bilang mau ikut casting?! Malu-maluin! Kamu, kan, udah pasti gagal!"

Aily menggigit bibir bawahnya gugup. Ia ingin berteriak bahwa dubbing bukan pekerjaan yang memalukan. Namun, lidah gadis itu terkunci gigitannya sendiri.

"Jangan lakukan itu!" Sari terdengar menaikkan nadanya. "Memalukan! Kamu nggak akan ditembak Aris kalau dia tahu kamu punya kesukaan yang aneh kayak gitu."

Aily memilin-milin ujung bajunya. Gadis itu ingin menangis. Bagaimana mungkin ibunya seolah mengutuk anaknya sendiri? Selama ini Bunda tak pernah terlihat membenci kecintaannya terhadap sulih suara. Namun, semua berubah ketika ia tahu bahwa Aily ingin menjadi bagian dari dunia itu.

Kalimat demi kalimat yang diucapkan Sari seolah berdengung di telinganya. Seolah merupakan pusaran badai yang semakin lama semakin memekakkan dan membuatnya pusing. Aily ingin menenggelamkan tubuhnya dan menyingkirkan semua suara yang sedari tadi menggaung. Suara yang menorehkan rasa sakit yang terus merajam hatinya tanpa kenal ampun.

⊱ ────── {.⋅ ✯ ⋅.} ────── ⊰

Bunda masih bergeming menatap putrinya yang tak juga berani mengangkat kepala. Tangan yang terus-menerus memilin ujung baju, gigitan pada bibir bawahnya, juga keringat dingin yang mengalir pelan di pelipis, membuat wanita paruh baya itu sadar bahwa Aily menyembunyikan sesuatu. Ada hal yang lebih dari sekadar meminjam ruang karaoke Aris untuk latihan casting.

Lihat selengkapnya