VOIX

Aryalananta
Chapter #3

Bab 2 - Popeye

Tiba-tiba sesuatu menekan dadaku keras. Membuatku terbatuk. Telingaku masih berdengung dengan keras.

Hei, kau baik-baik saja?”

Kupertajam pandanganku yang buram. Tampak sosok di bawah hujan yang menatapku khawatir. Ah si Pengunjung Ketiga. Kedua tangannya masih menekan dadaku. Apakah dia baru saja melakukan CPR?

Aku berusaha bangun, tapi punggungku terasa remuk. Kepalaku juga tambah sakit. Aku meringis kesakitan.

“Kau baik-baik saja?” tanyanya berulang kali sambil membantuku untuk bangun dan terduduk. Kupandangi suasana sekitar. Gelap, genangan air, dan hujan badai. Ternyata aku masih berada di jalan tengkorak sialan ini.

Aku mencoba mengingat apa yang telah terjadi. Namun sakit kepala ini membuatku mual. Aku muntah di baju lelaki itu.

“Hei!” keluhnya. Menatap nanar baju hitamnya yang terkena serangan muntah.

Apa dia baik-baik saja? Sepertinya kepalanya terbentur keras dan terluka parah. Retak? Gegar otak?

“Berisik!” Baru kali ini aku menemui cowok yang sangat berisik seperti dia.

Si Pengunjung Ketiga tersenyum lega. “Akhirnya kau bicara juga.” Aku kira aku datang terlambat dan hanya menemukan mayat.

“Aku… tidak akan mati semudah itu…” ucapku kesal.

Dia terdiam, membeku. Bagaimana dia bisa…

“HEI NAOKI, BIARKAN CEWEK ITU DAN CEPAT BANTU AKU!” Teriak salah seorang pria tua dari ujung jalan. Pria itu tampak melempar rokok ke genangan air hujan. Kedua tangannya berusaha mengikat seorang pria berwajah seram dengan tali. Wajah pria seram itu tampak babak belur habis kena bogem bertubi-tubi. Namun itu tidak membuatnya kapok, dan terus memberontak sampai bapak tua itu kewalahan.

“Ketika aku menyusulmu ke sini, dia berusaha mencekikmu. Dan melempar tubuhmu ke dinding,” si pengunjung ketiga yang mungkin bernama Naoki itu mencoba menjelaskan.

“Kau… ternyata… pandai berkelahi.” Mengingat dia tadi berkelahi dengan lima pria berwajah seram. Dia terlihat baik-baik saja, tidak seperti orang yang habis dikeroyok massa. Yah kecuali beberapa luka lecet di ujung bibirnya.

“Begitulah.” Naoki tersenyum sebentar. Lalu termenung lagi. Sayangnya aku kehilangan Popeye.

“Popeye?” tanyaku. “Popeye si Pelaut? Yang menjadi kuat dengan makan bayam?”

Bagaimana cewek ini bisa tahu tentang Popeye?

“Tidak, aku tidak tahu. Kalau aku tahu, buat apa aku bertanya?”

Naoki mengacak rambutnya yang sudah berantakan. “Popeye itu… yang menitipkan HP kepadamu.”

Ah iya. Aku lupa tentang HP itu. Mungkin terjatuh waktu aku terlempar tadi. Aku mulai mencari HP tersebut disekitarku.

Naoki memamerkan HP bercasing merah di tangannya. “Tenang, HP ini aman bersamaku.”

Aku tersenyum. Lega rasanya HP tersebut dipegang oleh Naoki, bukan para pria seram itu. Kurasa aku mulai menganggapnya sebagai orang baik yang telah menolongku. Bukan sebagai pengunjung ketiga yang menyebalkan, atau sebagai si pencuri HP.

“NAOKI!”

“IYA SEBENTAR!”

Naoki mendengus kesal. “Pak Tua sepertinya butuh bantuan. Aku kesana sebentar. Kamu tidak apa-apa kan?”

Aku mengangguk. “Pergilah.”

“Minum ini dan beristirahatlah,” dia menyerahkan botol air mineral yang isinya tinggal separuh. “Jangan khawatir. Aku sudah menelpon polisi untuk menangkap orang itu, dan tentu saja sudah memanggil ambulans untukmu. Aku segera kembali.”

Naoki berlari ke Pak Tua, dan membantunya mengikat erat si penjahat dengan tali yang entah mereka dapat darimana.

Kuminum air mineral pemberian Naoki sampai habis, dan duduk bersandar di dinding belakangku. Aku lelah. Badanku terasa sakit semua. Kupejamkan mataku untuk mencoba tidur.

“KATAKAN PADAKU DIMANA POPEYE?”

Ck! Bagaimana aku bisa tidur dengan situasi seberisik ini?

Kubatalkan usahaku untuk tidur, dan mengamati mereka dari jauh. Pria seram itu sudah terikat dengan erat. Namun tatapannya adalah tatapan menantang. Dia tersenyum lebar meskipun bibirnya berdarah.

“Dimana kalian membawa Popeye?” tanya Naoki lagi. Si Pria Seram malah tertawa.

Percuma. Aku tidak akan mengatakan apapun.

“Mau kuhajar lagi?” Naoki mulai menarik kerah bajunya.

Silakan! Sampai matipun aku tetap tutup mulut.

“DIMANA POPEYE?”

Kalian terlambat. Mungkin bocah lemah itu sudah di bawa ke Zona Merah. Atau… mati tenggelam di sungai Kalimas sepertinya menarik.

Pria Seram itu tertawa. Membuat Naoki naik pitam. Tangan kanan Naoki membentuk bogem dan menghajar si Pria Seram berkali-kali. Hingga bogemnya dihentikan oleh Pak Tua.

“Tahan Naoki! Kau bisa membuatnya mati.”

Lihat selengkapnya