VOUSZETAEYEZ: The Bloody Love

Dzikrika Sanggita Rahmanuwati
Chapter #1

Pilihan

Pusat Kota Walles menyuguhkan kesibukan tiada akhir. Lalu lintas paling padat terjadi kala fajar menyingsing. Jayden Gavian melesakkan ujung topi, semakin menutupi rambut merah dan poni yang menusuki mata.


Bunyi penanda jembatan penyeberang aktif, memancing senyum singkat pria berkaki panjang semapai itu.


Jay punya proporsi sempurna yang biasanya dimiliki para model pria penghias sampul majalah Men of The Year. Dia berpendirian bahwa semua hal yang berkelip sangat menyebalkan, contohnya kilat kamera atau lampu sen kendaraan di malam hari. Salah satu alasan Jay berpikir pilihannya beraktivitas siang adalah hal yang tepat walaupun menyalahi aturan tidur vampir.


Sembari menenteng tas, Jay mengambil langkah. Lebih lambat dari hentakan sibuk para manusia lain di sekeliling. Tiap berpapasan dengan mereka, Jay mengembangkan dada. Khidmat menghirup udara yang hanya berputar-putar di sekitar hidung, menempelkan aroma. Sesekali, ia menjilat bibir.


Menarik sekali. Manusia selalu mengoleskan wewangian di bawah telinga, terutama leher.


Bagi Jay, hal itu layaknya aroma lelehan mentega ketika sarapan.


Gedung di depan jembatan penyeberang memiliki logo dua mata merah, seolah menyambut sang pemilik. Pintu kaca terbelah. Usai Jay menempelkan kartu identitasnya, langsung saja si wajah tukang gosip, James Sandreas, beralih dari meja front office dan mengelap pangkasan cepaknya. Berusaha sok keren mendampingi si bos berjalan.


"Oh, lagi-lagi kau melakukan itu ... ke manakan mobil mewahmu, Tuan Vampir Miliuner?" tanya James. Ia memencet lift tanpa mengalihkan pandangan.


Lift itu kosong sehingga Jay tampak melemaskan otot bahunya puas.


"Bagaimana kau tahu? Tidak, tunggu—" Jay berdesis, melirik kawannya curiga. "Apa urusannya denganmu? Kau pikir aku akan memberikannya padamu karena tidak kupakai?"


"Hei! Bukan begitu, Sahabat. Aku cuma penasaran kenapa kau tidak memanfaatkan kekayaan yang kau miliki. Padahal kau masih muda," celoteh James.


"Itu semua kebiasaan manusia. Aku membantu mereka mengeluarkan uang demi kebahagiaan. Jika bahagia, mereka akan makan banyak, dan sisanya tugasku."


Jawaban Jay membuat James gereget. Tak anyal ia terus mengekor sampai ke ruangan kerja Jay.


"Berdasarkan pemikiranmu, berarti asetmu sia-sia? Ah! Apa kau diam-diam mendonasikannya?"

Jay menanggalkan jas, menjatuhkan diri di kursi empuk beroda.


"Tentu saja, perusahaan kita melakukannya demi citra," terangnya, membuka satu per satu map hitam berpitakan emas sebagai lambang eksklusif; dipilihkan untuk yang terbaik.


"Maksudku—" James mendengus pasrah. "Ah, sudahlah. Sudah dapat pilihanmu?"


"Umm ... ya ... kurasa begitu," sahut Jay.


Meski foto setengah badan, terdapat pancaran aura berbeda.


Potret gadis menawan pemilik surai hitam nan panjang bergelombang. Mata biru akuatik terbungkus kelopak sayu. Bibir padatnya tampak kenyal ... Jay menelan ludah.


Kalung rubi merah di leher jenjang gadis itu, tampak berkelip di permukaan kulit zaitun hangatnya. Penyajian 'makanan' yang mempesona.


"Oh benar! Dia membuatku salah fokus!" tunjuk James, sedikit membuat Jay risih karena mendadak mencodongkan badan, melewati meja kerjanya.


"Crystal Zetaruby." Jay membacakan nama seakan tengah menimbang-nimbang.


"Secantik orangnya, kan? Tapi lihatlah... bekas lukanya."


Jay menuruti arah telunjuk James. Secoret garis luka menghiasi tengah-tengah batang hidungnya, bentuknya seperti daun kering yang memerah


"Dia punya penyakit abadi. Prurigo, darah manis, artinya kemungkinan dia punya banyak bekas luka. Kau tak apa?"


Penyakit yang seharusnya dihindari bak bumbu penyedap. Semakin lambat luka manusia sembuh, semakin menyenangkan.


Jay menyunggingkan senyum. "Aku memilih dia."


***


"Sudah kubilang! Si bodoh itu memilihku! Ini lihatlah!"


Ruby melompat ke kursi rotan, merentangkan ponsel di tangannya pada tiap pasang mata kawanannya.


Jayden Gavian mengundang Anda ke Loveroom.


Spontan lima serigala utara bersorak sorai, kecuali Glenn Maximoff yang terangguk-angguk bangga. Sang Alpha bertepuk tangan lamban, penuh penghormatan.


"Kau memang ratu sejati," puji Glenn.


"Berterima kasihlah pada otak Beta kebanggaan serigala utara." Ruby melempar dagu ke Haris Razzega yang anteng membaca jurnal vampir. Sadar beberapa pandang mata terpaku ke arahnya, Haris menyeruput kopinya sesaat.


"Bukan apa-apa. Pengetahuan dasar vampir sangat mudah dipelajari."


"Benar sekali! Siapa sangka penyakit darah manis mampu mengelabui mereka. Para vampir sungguhan serakah." Ruby menggeleng.


"Kapan kita memberi perhitungan pada vampir dungu itu?" sela Thomas, "aku tak sabar ingin mematahkan taringnya!"


Shey menggeplak kepala Thom, kekasihnya sendiri.


"Kau yang dungu!" cecar Shey bersuara lima oktaf, "kita harus berhati-hati. Kalau ketahuan bisa-bisa perang dunia ketiga!"


"Aku kan cuma bertanya, Shey Harumi, Gamma kesayanganku," ringis Thomas, mengelus-elus kepala.


"Jika kau terus melakukan kekerasan, Delta tertampan abad ini, Thomas Xavier, tidak akan menikahimu," ancamnya.


"Kalau begitu, kunikahi saja Glenn." Shey memeletkan lidah, sengaja menautkan tangan.


Pelipis Shey bersandar ke lengan berbisep Glenn, sementara telunjuk pria itu menggaruk ujung alis codetnya.


Di tengah keributan rumah tangga, embusan napas Ruby memberat. Setengah tertegun sambil memutar otak keras. Lampu hijau di depan mata, tapi jalan yang dilaluinya penuh ranjau. Ruby bakal masuk ke kandang makhluk penghisap darah. Dia selalu membenci makhluk ceroboh itu meski tanpa alasan. Tidak, ia bisa saja menciptakan seribu alasan.


Tujuan utamanya jelas. Darah panas Ruby mendidih setiap Baskerville kedatangan pihak kepolisian. Seminggu yang lalu, kepala polisi dan dua personelnya menginap akibat penemuan mayat ke tujuh dalam tiga bulan terakhir.


Perusahaan vampir itu membuang bangkai makanan mereka ke hutan Basker, yang mana dekat dengan kediaman serigala utara.


Apa pun yang ditemukan di hutan itu, desa serigala Baskerville merupakan sasaran empuk investigasi. Kendati mereka selalu berhati-hati dalam berburu, sedikit saja ada celah, kehidupan serigala utara terancam. Ruby juga harus menjaga Baskerville agar tak terjamah manusia.

Lihat selengkapnya