Wajah Bumi

SavieL
Chapter #4

.: Kapsul Waktu :.

Hujan deras tahun 2345, mengingatkanku pada tangisanku malam itu.

Setelah berhasil membuatku berjanji, ayah mengatakan bahwa ia merasa sangat lelah dan ingin segera tidur. Selama aku menjadi anaknya, tidak pernah kudengar kalimat itu keluar dari mulutnya. Itu adalah kali pertama dan terakhir aku mendengarnya. Setelah malam itu, ayah tidak pernah membuka kembali matanya.

Kesedihan Bumi,,, kupikir, aku sedikit memahaminya malam itu. Sulit untuk menerima kehilangan. Sulit untuk memahami kesedihan, terutama karena ditinggal oleh orang yang sangat dekat dengan kita. Satu-satunya orang yang kita miliki di dunia ini.

Kehilangan,,, aku benci kata itu.

Ayah pernah bilang, "Gabriel, hidup itu seluas caramu berpikir, seindah caramu melihat, serumit caramu membuat keputusan. Kau hanya perlu memilih, mau seperti apa hidupmu. Kau yang membuat pilihan, semesta yang memberi restunya."

Aku tidak akan melupakan ucapan itu. Karena bagiku, ayah telah menyelesaikan kisah hidupnya, dan ia melakukannya dengan sangat baik. Kelak, saat orang bicara tentang mesin waktu, maka sosok profesor Garry Gardin lah yang akan mereka kenang. Karena mesin waktu yang ia temukan adalah penemuan pertama dalam sejarah, yang akan menjadi bukti bahwa jika kau bersungguh-sungguh pada suatu hal, bahkan waktu pun bisa kau lampaui.

Mesin yang ayah impi-impikan, rampung 3 tahun setelah kepergiannya. Tepat ketika Bumi menginjak usia 2345, dan genap sudah 100 tahun peperangan antar pria dan wanita.

Mesin itu berbentuk kapsul raksasa, berkapasitas satu orang. Di dalamnya terdapat banyak tombol warna warni dengan berbagai logo dan simbol. Benda ini merupakan mesin paling rumit yang pernah kulihat seumur hidupku.

Aku tidak banyak terlibat dalam proses pembuatan mesin ini, karena ayah telah memulai perencanaannya jauh sebelum aku lahir, dan tidak banyak yang kupahami di awal masa pengerjaannya. Untungnya, aku memiliki buku saku serta catatan-catatan tentang mesin itu—hadiah terakhir ayah. Peninggalan ayah itu sangat membantuku. 3 tahun, aku menghabiskan waktu untuk mempelajari rancangan ayah—siang dan malam. Aku mencoba mengerti, memahaminya dengan sungguh-sungguh, seperti yang ayah minta. Sedikit demi sedikit, aku bisa memberi bantuan pada ilmuwan lain dalam mengerjakan mesin itu.

Tidak hanya mempelajari detil mesin waktu, aku juga harus mempelajari kembali sejarah Bumi di masa lalu. Dalam catatan yang ayah tinggalkan, ayah memberitahu bahwa ada satu kekurangan besar dari mesin ciptaannya itu. Kekurangan itu ialah, waktu pendaratan tidak bisa ditentukan. Artinya, siapapun yang menggunakan mesin itu, tidak bisa memilih dimana dia akan mendarat. Waktu pendaratan tidak diketahui, dan terjadi secara acak.

Jika perjalanan waktu itu harus kulakukan, maka sudah sepatutnya aku membekali lagi pengetahuanku tentang Bumi. Menurut catatan sejarah, Bumi telah sering mengalami berbagai perubahan. Aku bisa saja tiba di jaman manusia purba, atau ketika masa perang-perang besar, atau ketika masa penjajahan, di era modernisasi, entahlah. Yang pasti, dimanapun itu, aku harus siap!

Kupikir, aku siap...

Ketika para ilmuwan mengabarkan bahwa mesin waktu telah selesai pengerjaannya, keraguan itu justru muncul dalam hatiku. Ada rasa takut yang menggentarkan langkahku.

Disaat aku menatap butiran-butiran hujan yang menghantam jendela kamarku malam ini, hatiku terus bertanya, apakah aku sudah siap? Tidak bisakah perjalanan ini ditunda 2 atau 3 tahun lagi? Haruskah seseorang menguji mesin itu terlebih dahulu?

Di tengah keraguan itu, kisah tentang pangeran dan putri kembali dalam ingatanku. Ketika pangeran meninggalkan istananya, apakah ia merasa ragu? Apakah ia takut? Apakah ia sibuk mencari alasan untuk menunda perjalanannya?

Tidak! Tentu saja tidak.

Pangeran memiliki hati yang teguh. Ia seorang ksatria yang tangguh. Tidak ada yang bisa menggentarkan langkahnya, karena ia seseorang yang sangat berani. Pengecut sepertiku, pantaskah menyebut dirinya sebagai pangeran?

Lama aku menatap hujan.

"Selamat ulang tahun, Bumi." Bisikku.

Bersamaan dengan itu, kumantapkan hatiku. Ayah benar! Apapun yang terjadi, perjalanan waktu harus dilakukan. Aku akan memenuhi janjiku pada ayah. Aku akan membuktikan bahwa pria dan wanita pernah hidup bersama dalam damai. Aku akan pergi dan melihat secara langsung, bagaimana seharusnya peradaban manusia di muka Bumi.

Aku akan menyelamatkan Bumi-ku.

Aku janji!

Lihat selengkapnya