Wajah Bumi

SavieL
Chapter #5

.: Pendaratan :.

Mesin waktu bekerja!

Itu sebuah kepastian. Mesin menderu lalu melengking tinggi, saat tombol panah merah ditekan, persis seperti yang ayah tulis dalam catatannya. Namun,,, apakah mesin ini benar-benar tengah melaju melintasi waktu? Entahlah. Tidak ada yang bisa menjawabnya saat ini.

Aku memiliki keyakinan yang cukup besar, saat pertama kali mendengar deru mesin bergema. Namun, perlahan keyakinan itu melemah. Seharusnya, mesin berhenti menderu sebagai tanda bahwa aku telah tiba di dimensi tujuanku. Tapi hingga saat ini, mesin kapsul masih saja menderu, tanpa kepastian apakah ia akan berhenti atau tidak.

Sudah hampir satu minggu aku terkurung dalam kapsul waktu. Aku terpaksa melakukan berbagai aktivitas harian dalam kapsul ini. Mulai dari makan, minum, hingga buang air—untuk kegiatan yang satu ini, sedikit lebih sulit dilakukan karena posisiku yang tidak terlalu menguntungkan. Tidak ada yang mudah untuk dilakukan dalam ruangan sesempit ini, tetapi aku tidak punya pilihan lain.

Dalam ketidak-pastian itu, terpikir olehku untuk membuka tutup kapsul. Hanya untuk mengintip, mencari tau apa yang terjadi di luar sana. Namun, dalam catatannya ayah berulang kali menulis peringatan bahwa selama mesin menderu, penutup kapsul tidak boleh dibuka. Untuk alasan apapun. Karena hal itu akan mengganggu proses pemindahan dan pengguna mesin waktu bisa terjebak dalam lorong antar waktu. Jika hal itu sampai terjadi, maka waktu di seluruh dimensi akan mengalami kekacauan. Hal buruk bisa menimpa umat manusia, saat dimensi antar waktu terganggu.

Waktu berlalu dengan lambat. Namun, tidak sedetik pun aku melewatkannya. Aku mencatat setiap kegiatan yang kulakukan dalam kapsul waktu pada jurnal digitalku. Meski tidak banyak yang bisa kulakukan di dalam sini. Kebanyakan waktu senggang kuhabiskan untuk bermain game, membaca catatan-catatan ayah, membaca lagi sejarah Bumi, dan membuat catatan tentang perjalananku—yang monoton dan membosankan. Untungnya, aku membawa gelang pemberian ayah.

Saat aku berusia 17 tahun, ayah memberiku sebuah gelang sebagai hadiah. Bukan sembarang gelang, tapi gelang super canggih yang dibuat khusus oleh ilmuwan paling jenius di dunia—ayahku—untukku. Sekilas, benda itu terlihat seperti gelang biasa. Warnanya hijau transparan, dengan lebar dua sentimeter. Namun saat gelang itu dipakai, serabut kecil dalam gelang, akan mulai bekerja—mendeteksi pengguna gelang melalui denyut nadi, aliran darah, DNA, dan berbagai aspek yang ada di dalam tubuh manusia. Secanggih itulah gelang yang ayah ciptakan khusus untukku.

Begitu mengenali pemakainya, gelang akan menjelma menjadi teknologi super canggih yang kita butuhkan. Smart-phone, layar virtual untuk bermain game, notebook, layar tipis proyektor, dan berbagai teknologi lainnya. Fitur yang paling kusukai adalah fitur perekam berteknologi tinggi yang ayah masukkan ke dalamnya. Saat aku memakainya, gelang ini langsung terkoneksi dengan seluruh panca inderaku. Secara otomatis ia merekam apa yang dilihat mata, apa yang didengar telinga, dan semua yang terjadi di sekelilingku. Gambar yang dihasilkan sempurna, suaranya pun jernih. Gelang ini, hadiah terbaik yang pernah kuterima seumur hidupku.

Di hari ke-25, tepat di saat aku mulai putus asa—bersiap menerima kemungkinan bahwa aku akan terkurung selamanya dalam kapsul waktu—mesin berhenti menderu. Berhari-hari terkurung ditemani deru lembut kapsul waktu, membuat keheningan yang datang tiba-tiba terasa menakutkan.

Ketika hal yang paling kuharapkan dalam 25 hari terwujud, entah mengapa aku malah merasa tidak senang. Saat mesin berhenti, aku tidak tau apa yang harus aku lakukan. Haruskah aku membuka tutup kapsul? Ataukah sebaiknya aku menunggu sebentar di dalam sini? Bagaimana bila aku mendarat di markas musuh? Bagaimana bila saat kapsul terbuka, musuh sudah menantiku dengan senjata yang mengarah tepat di kepalaku? Tidak ada jaminan pasti bahwa perjalanan waktu telah terlaksana sesuai dengan apa yang ayah harapkan. Bisa jadi aku hanya berpindah-pindah lokasi selama 25 hari terakhir ini.

Satu per satu pertanyaan mulai masuk dan menggangguku. Perjalanan ini terlalu berat untuk ditempuh oleh seorang pria lemah sepertiku. Namun, aku tidak ingin selamanya berada dalam kapsul waktu. Aku harus melakukan sesuatu. Ada misi yang harus kuselesaikan. Aku memantapkan hati, meneguhkan tekad. Setelah menarik napas dalam-dalam, aku mendorong penutup kapsul waktu. Perlahan, penutup yang melindungiku dari dunia luar, mulai terbuka.

Baiklah, apapun yang menantiku di luar sana, aku akan menghadapinya layaknya seorang pangeran!

° ° °

Cahaya menyilaukan menembus masuk melalui sela-sela tutup kapsul yang terbuka, disusul hembusan angin yang membawa aroma asin.

Lihat selengkapnya