Wajah Bumi

SavieL
Chapter #18

.: Rahasia :.

Aku dan Raka tiba di perkampungan, lewat tengah malam. Raka yang terluka parah dan aku yang kelelahan, disambut secara dramatis oleh penduduk. Tidak seorang pun yang menyangka kalau aku bisa membawa Raka kembali. Tentu saja. Bahkan aku pun tidak bisa mempercayainya.

Pita adalah orang pertama yang berlari menyambut kami di depan gerbang masuk Mamuhare. Saat melihat kondisi Raka, ia langsung berteriak histeris memanggil para ahli pengobatan untuk menolong pria itu. Malam terasa sangat panjang. Semua menanti dengan wajah cemas. Raka langsung di bawa ke balai pengobatan dan ditangani oleh seluruh ahli yang ada di Mamuhare. Kondisinya cukup kritis karena kehilangan banyak darah.

"Aku sudah menepati janjiku." Ucapku, saat menerima air yang dibawa Pita untukku.

"Bodoh! Kamu pergi lebih lama dari yang kamu ucapkan." Gerutu Pita.

Aku memasang wajah bingung. "Apakah itu artinya, kamu merindukanku?"

Pita mengatupkan mulutnya rapat-rapat, mau tidak mau aku tertawa melihat tingkahnya.

"Sepertinya kamu sangat ingin menjadi pahlawan. Masuk hutan seorang diri, berjalan tanpa obor. Jika terjadi sesuatu padamu,,," Pita menghentikan ucapannya.

"Memangnya kenapa jika terjadi sesuatu padaku?" Tanyaku.

Pita membuang muka.

Aku tersenyum. "Jika aku pergi membawa obor, bukankah itu hanya akan menarik perhatian hewan buas? Mereka mungkin takut pada api unggun besar yang kita miliki di perkampungan ini, tapi obor..." Tiba-tiba aku menyadari maksud sebenarnya dari ucapan Pita. "Baiklah, kamu benar. Aku minta maaf. Maukah kamu memaafkanku?"

Pita kembali menatapku. "Untuk apa meminta maaf?"

"Aku minta maaf, karena telah membuat kamu khawatir."

"Lalu?"

"Lalu,,, aku juga minta maaf karena telah membuat kamu merindukanku." Aku memasang wajah tidak bersalah.

Pita memutar kedua bola matanya. "Aku rasa penyakit percaya diri kamu itu, sangat berlebihan. Sebaiknya kamu ikut dirawat bersama Raka."

Aku tertawa.

Malam itu, Mamuhare menemukan kembali kedamaiannya. Pahlawan mereka telah pulang dengan selamat. Bersamaan dengan itu, aku pun membulatkan tekadku. Seperti Raka, aku pun harus pulang.

Selalu ada seorang pahlawan dalam setiap kisah. Bagi Mamuhare, Raka adalah pahlawan mereka. Sementara aku? Aku hanyalah pria asing yang terdampar di pulau ini. Aku tidak akan pernah menjadi bagian dari Mamuhare, sebesar apapun aku menginginkannya. Meski bukan pahlawan untuk kisah manapun, tapi aku tau Bumiku di tahun 2345 membutuhkanku. Aku harus kembali. Aku tidak harus berperang melawan kaum pria ataupun kaum wanita, tapi pasti ada cara yang bisa kutempuh untuk menolong Bumiku.

Keesokan harinya, saat mentari baru saja menyentuh pucuk pohon tertinggi di Mamuhare, aku membuat sebuah keputusan tersulit dalam hidupku. Keputusan yang menyakiti hatiku lebih dari apapun. Aku memutuskan untuk menyatukan Pita dengan Raka, sebelum aku kembali ke tahun 2345.

Pita adalah sang putri, itu sudah tidak bisa diragukan lagi. Namun, aku bukanlah pangeran yang ia nantikan selama ini. Pangeran itu adalah Raka. Aku tidak bisa meninggalkan Pita seorang diri. Aku harus menitipkannya pada seseorang yang baik. Seseorang yang bisa menjaga dan melindunginya. Seseorang yang akan membuatnya bahagia lebih dari dirinya sendiri. Seseorang yang bisa kupercaya. Seseorang yang lebih dari saudara untukku. Dan orang itu adalah Raka.

Raka mencintai Pita, itu kenyataannya. Meski saat ini Pita belum menunjukkan perasaan yang sama padanya, tetapi aku yakin, suatu hari nanti ia akan menyukai Raka. Pita harus melupakanku, untuk itu ia harus jatuh cinta pada Raka. Itu misi terakhir yang harus kuselesaikan, sebelum aku pulang.

Aku memulai misiku dengan memastikan bahwa selama Raka sakit, Pita lah yang merawatnya. Pernah sekali, aku memukul lengan kanan Raka dengan sangat kuat—hingga mengalami cidera, membuat Pita harus menyuapinya karena Raka tidak bisa memegang sendiri sendoknya. Aku mengarang cerita bahwa Raka terjatuh dan menciderai tangannya sendiri. Cerita itu diterima Pita tanpa rasa curiga sedikitpun.

Aku juga mendorong Raka hingga terjatuh dari tempat tidurnya, tepat sebelum Pita datang. Sehingga Pita akhirnya membantu Raka kembali ke tempat tidurnya. Aku mencoba cara apapun untuk mendekatkan mereka. Aku harus melakukannya, meski hal itu terus menyakiti hatiku.

Cinta,,, ternyata ia adalah perasaan yang indah namun menyakitkan.

"Kamu pria yang aneh. Sungguh aneh." Ucap Raka.

Hari itu—seperti hari-hari kemarin, aku sedang menemani Raka menjalani masa perawatannya. Belakangan aku tidak lagi ikut berburu, memancing, atau mengolah lahan bersama penduduk lainnya. Aku kembali ke kebiasaan lamaku di tahun 2345, membaca buku. Banyak hal yang bisa dipelajari di dimensi ini. Berkat bantuan Pita dan Raka, aku mendapat akses untuk meminjam buku-buku dari para tetua desa.

Saat itu kami sedang menanti Pita membawakan makan siang untuk Raka. Aku yang sedang duduk di samping tempat tidur Raka sambil membaca buku tentang cara mengolah tanah, langsung mengangkat wajah—menatap penuh tanya.

"Bukankah kamu yang memintaku menghadapimu? Lalu kenapa sekarang aku merasa kalau kamu sedang berusaha mendekatkanku dengan Pita?"

"Itu hanya perasaanmu saja." Jawabku—acuh, kembali menatap buku di tanganku.

Lihat selengkapnya