Pembantu lain pasti sudah tahu, kan? Tapi, kenapa mereka tak mau memberitahuku dan memilih bungkam? Aku mencoba menggali logikaku sambil menatap ke arah langit-langit kamar. Sementara Suci sudah tidur dengan memunggungiku.
Diam-diam aku menoleh ke arahnya. Tampak gerakan teratur naik-turun dari napasnya, serta dengkuran halus yang mengisi kelengangan di antara kami. Sumpah, aku masih belum tahu mana yang benaran teman atau bukan di rumah ini. Dan sebaiknya aku memang harus berhati-hati kepada mereka. Siapa tahu mereka memang sengaja tak memberitahuku karena alasan tertentu.
Aku kembali melabuhkan tatapanku pada lampu pijar yang terpaksa Suci nyalakan. Tetapi, sebuah gerakan tiba-tiba dari Suci mengagetkanku. Bagaimana tidak, setengah selimut yang aku gunakan untuk menutupi sebagian tubuhku kini ditarik oleh Suci. Alhasil, malam ini sepertinya aku harus ikhlas tidur tanpa selimut.
Lama-lama mataku semakin berat. Rasa kantuk perlahan merambati diriku. Aku akhirnya dapat terlelap dan menyelami dunia mimpi.
“Mida … ngaliho ….”
(Mida … pergi ….)
Dalam keadaan terpejam, aku menggeleng cepat. Aku berusaha bangun, tetapi tak bisa. Sementara ketakutan dan kesesakan sudah membuatku nyaris terbunuh.
Dengan susah payah aku membuka mata, berhasil. Tetapi aku tersentak ketika menyadari kedua kakiku tak bisa bergerak. Sebuah balok kayu besar nan berat tengah memasung sepasang kakiku. Aku meringis, tiap bergerak betisku terasa perih.
Aku berusaha bangkit dan mengulurkan tangan untuk menyingkirkan balok kayu tersebut, namun ternyata kedua tanganku juga dirantai oleh besi. Astagfirullah, ada di mana aku sekarang?
Aku panik dan menoleh ke sekitarku secepat kilat. Napasku terengah-engah, jantungku berdegup kencang. Ada rasa tak siap menghadapi apa yang akan terjadi setelah ini.
Kusadari aku sedang berada di sebuah gudang tua tak terurus dengan cahaya minim. Aku berusaha melebarkan pupil mataku demi menangkap apa saja yang ada di sekitarku. Kosong. Hanya ada jaring laba-laba yang terbias sinar remang-remang. Perasaanku campur aduk antara ketakutan, sedih, dan tertekan.
“Ngaliho ….” Suara serak itu semakin keras di telingaku.