Setelah selesai menikmati panorama Sibayak, saya dan kawan-kawan Nusantara yang lain kembali ke asrama yang sudah disiapkan oleh panitia untuk acara Temu Wicara. Pada pertemuan ini banyak ilmu yang saya dapat dari bagaimana cara menyampaikan gagasan di forum bertaraf nasional, menyikapi sebuah permasalahan lingkungan dengan kepala dingin, dan yang terpenting mendapatkan teman baru seNusantara. Kegiatan ini pun berlangsung kurang lebih selama sepekan. Pada pertemuan ini saya dipercaya dengan rekan-rekan Mapala se-Banten untuk menjadi koordinator Mapala se-Banten untuk periode yang akan datang.
Saya syok bukan main, saya yang tidak terlalu vokal di forum dan cenderung hanya sebagai pendengar sejati dari ratusan perdebatan instruksi yang mereka ingin diskusi, lalu kenapa saya yang dipilih? Batin saya menolak. Tapi ini sudah diputuskan aklamasi oleh teman-teman Mapala se-Banten, bahwa Mapalaut terpilih sebagai PKD (Pusat Koordinasi Daerah) Mapala tingkat perguruan tinggi se-Banten, dan saya sebagai koordinatornya (ketok palu) dan diserahkan ke forum tertinggi TWKM Mapala tingkat perguruan tinggi se-Indonesia. Ini artinya saya mengemban tugas baru dan bertanggung jawab terhadap isu lingkungan yang ada di Banten. Sungguh ini adalah amanat terberat yang saya emban, dan lagilagi saya terima dengan hati yang lapang. Mau pecah rasanya, berjubel jabatan disertai tanggung jawab. Semua ini saya anggap sebagai suatu pembelajaran sikap mendewasakan diri. Setidaknya saya sudah maju satu langkah dari teman-teman angkatan saya di Mapalaut. Semua ini harus dibuktikan bahwa saya mampu mengemban amanat ini.
Setelah selesai forum pada acara Temu Wicara Kenal Medan, saya dan teman-teman Mapala seIndonesia sebelum pulang ke daerah masing-masing menyempatkan berlibur ke Danau Toba. Danau Toba, danau yang dulu hanya bisa saya lihat di buku-buku cerita sekolah dasar, kini saya bisa menikmati dan menyaksikan keindahannya dari dekat. Danau yang terbentuk dari letusan Gunung Toba yang konon katanya merupakan letusan terhebat pada masanya, dan merupakan danau air tawar terbesar di Asia Tenggara. Saya tertegun, terkagum-kagum melihat keindahan dari bukit-bukit yang berjajar di sepanjang perjalanan menuju Pulau Samosir. Banyak hal yang bisa saya lakukan di Pulau Samosir seperti ziarah ke makam-makam para raja Batak, melihat langsung proses pembuatan ulos, melihat para pemahat-pemahat yang mahir dalam membuat miniatur rumah adat Batak dan yang paling menarik adalah menari mistis bersama Sigalegale. Kenangan terindah yang selalu tak sabar ingin saya bukukan.
Sayang, waktu saya menikmati danau ini harus terhenti karena saya akan segera pulang ke Banten menggunakan jalur laut. Saya pulang bersama-sama kawan-kawan Mapala yang lain yang asal daerahnya kebanyakan dari timur, seperti dari daerah Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Ambon kita sama-sama satu kapal. Kami naik dari pelabuhan Belawan, Medan. Perjalanan ini kami tempuh hampir sama seperti jalur darat. Kalau tidak salah membutuhkan waktu 4 hari 3 malam untuk sampai pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara. Sesampainya di pelabuhan Tanjung Priok kami semua dijemput menggunakan bus UNJ yang pada saat itu di fasilitasi temanteman Mapala KMPA Eka Citra UNJ. KMPA Eka Citra yang pada saat itu terpilih sebagai PKN (Pusat Koordinasi Nasional) Mapala tingkat perguruan tinggi se-Indonesia. Kebetulan karena kita semua sedang berkumpul di sekretariat KMPA Eka Citra.
Rismando Surya yang biasa disapa dengan Pak PKN menginisiasi rapat pertama untuk menginstruksikan teman-teman yang hadir pada hari itu agar mensosialisasikan hasil TWKM Medan kepada seluruh pecinta alam yang ada di daerahnya masing-masing apabila sudah sampai di daerahnya. Saya pun langsung tancap gas ketika saya sudah sampai Banten, mulai mensosialisasikan hasil TWKM kepada organisasi saya terlebih dahulu, dan juga mengabarkan bahwa saya dipilih teman-teman Mapala se-Banten untuk menjadi koordinator PKD Mapala se-Banten. Ketum Mapalaut, Fiqri Hasan ‘Tepeng’ pada saat itu langsung menginstruksikan saya buat agenda kegiatan-kegiatan PKD Mapala se-Banten.
Kegiatan demi kegiatan sebagai PKD Banten saya lakukan seperti: sosialisasikan hasil TWKM XXIII dan buka puasa bersama, pengibaran bendera 17 Agustus di Gunung Karang, SAR Perairan Tanjung Pontang, Serang – Banten, baksos banjir Pamarayan Serang - Banten, Peringatan Hari Bumi Penanaman Bibit Mangrove di Pulau Dua, Serang, SAR Sukhoi Gunung Salak Jawa Barat, dan seminar dan lokarya konservasi badak cula satu di Taman Nasional Ujung Kulon Pandeglang, Banten. Semua kegiatan tersebut membuat saya harus masuk dan keluar izin dari perkuliahan. Hampir setiap minggu bahkan bulanan saya tidak pulang ke rumah. Rumah saya, ya perjalanan saya kira-kira begitulah jika dibilang pada saat itu, dan hampir setiap akhir pekan saya selalu pindah dari kota satu ke kota lainnya.