Wajah Nusantara

Miftah Darrussalam
Chapter #11

Melayang-layang di Gili Trawangan

Kumandang subuh dan dilanjut dengan gema takbir di masjid sekitar membuat saya dan temanteman terbangun, kami bersiap-siap mandi lalu bersama-sama menuju ke masjid untuk menunaikan salat Id bersama dengan warga sekitar. Baru pertama saya lebaran jauh dari keluarga ternyata membuat rindu. Setelah menyelesaikan salat, kami pun berkemas dan mulai berpisah dengan teman-teman lainnya, Mba Difla dan Yudha menuju Bandara Praya untuk pulang menuju ibukota, Dodet menuju pelabuhan Lembar karena akan melanjutkan ke perjalanan ke Bali, sedangkan Saya dan Bang Jack menuju kampus UNRAM, kami ingin singgah sebentar di sekretariat Grahapala Rinjani, untuk bertemu teman lama saya, dan kebetulan saya juga janjian dengan Abi di sekretariat Grahapala Rinjani.

Kebetulan di hari raya masih ada beberapa teman dari Grahapala Rinjani yang berada di sekretariat. Saya dan Bang Jack pun istirahat di sekretariat tersebut. Sorenya, Abi datang menjemput saya, Abi bilang, “Kita pada mau main ke Gili Trawangan ni, mau ikut, gak?” Karena badan masih terasa capek, saya putuskan tidak ikut. Seharusnya saya hari ini pulang, tapi karena kaki saya masih memar dan kaku, jadi saya minta izin tidak masuk kantor dengan alasan sakit. Ketika di kampus, saya teringat dengan Suja dan Arya, teman-teman dari Mapala Fakultas UNRAM, saya pun sempatkan silaturahmi bertemu dengan mereka. Di sekretariat, saya bertemu dengan mahasiswa berambut panjang, tampangnya seram dengan tato bunga mawar merah di lengannya, gaya metal tapi siapa sangka melankolis habis. Kicung nama bekennya, mahasiswa asal Pasuruan, Jawa Timur yang lagi galau karena cinta dan kuliah. 

Kicung yang pada saat itu sedang berada di titik nadir seperti menemukan teman untuk berbagi cerita tentang keluh kesahnya. Saya, Bang Jack, Arya dan Suja pun menjadi pendengar setianya. Kicung yang baru kandas dalam asmara bercerita dengan parau dan hati yang berkobar penuh amarah. Wanita yang dulu menjadi penyemangat untuk masuk kelas kuliah kini berbanding terbalik. Kicung jadi orang sering bolos kuliah, sudah beberapa hari bahkan minggu ini Kicung tidak masuk kuliah dan lebih memilih mengurung diri di sekretariat. Ada pada suatu ketika, Kicung sudah kembali lagi bersemangat kuliah dan sudah tegar untuk melupakannya. Kicung berjalan dengan penuh gagah dan semangat untuk masuk kuliah, setelah sampai di gedung perkuliahan tangga demi anak tangga ia lalui, tapi ketika Kicung sampai di lantai satu, Kicung melihat kekasih hatinya sudah bersama dengan orang lain. Seketika runtuhlah semangatnya, Kicung bilang, “Aku tidak sanggup, Bang melangkahkan kaki ke lantai berikutnya, jadi aku putuskan kembali lagi ke secret,” lirih Kicung, “Lebay juga, ni cowok,” saya bergumam. Tampang killer kelakuan lieur

Belum lagi Kicung bercerita tentang tunggakan semester yang belum dilunasi, karena Kicung bilang sudah tidak lagi mendapatkan beasiswa. Jadi Kicung harus berurusan dengan pihak kampus. Kicung terlalu asyik bercerita, hingga saya dan Bang Jack sampai  bermalam di tempat Arya. Seusai Kicung mengeluarkan keluh kesahnya, Kicung baru bertanya “Di Lombok sudah main ke mana aja, Bang?”

Saya jawab, “Saya baru dari Rinjani aja, Bang” “Wah, Bang berarti belum ke Gili Trawangan, ya Bang? Besok ada full moon party di Gili Trawangan, kita ke sana bagaimana, Bang, santai kita Bang di pantai,” ajakan Kicung begitu menggoda. Sebenarnya kondisi kaki saya masih nyueri, tapi demi Kicung yang sedang nyeuri hati. Saya dan Bang Jack pun menerima tawaran Kicung untuk pergi bersama ke Gili Trawangan.

Siang sebelum sore menjelang, saya, Bang Jack, Kicung dan Suja pun dijemput teman Kicung yang asli dari Gili Trawangan untuk mengantar kami sampai Pelabuhan Bangsal, dari pelabuhan kami menuju ke Gili Trawangan dengan menggunakan kapal seharga 15 ribu per orang. Perjalanan dari pelabuhan menuju Gili Trawangan membutuhkan waktu kurang lebih 2 jam. Sesampainya di Gili Trawangan, kami mampir sebentar di kiosnya teman Bang Kicung, dan ketika bulan menyapa malam, kami bersiap berpesta di lantai dansa. Apa bukan hanya saya yang merasa bahwa ini bukan seperti di Indonesia, gaya kebaratbaratan semakin malam kian kentara. Melihat orangorang pirang bernyanyi kegirangan. Saya memperhatikan teman-teman saya termasuk Kicung yang sepertinya lepas meluapkan emosi yang terpendam. 

Ini merupakan pengalaman yang asing bagi saya. Berada di kerumunan bangsa-bangsa dan beberapa pasang mata yang melihat saya dengan nanar dan jiwa yang melayang. Trawangan, pulau pengasingan yang sejenak menanggalkan jati diri, demi kebahagiaan yang bersifat temporary.

Lihat selengkapnya