Ini bukan bisik-bisik tenggara, tapi ini bisikan visual yang parau dari negeri yang kerap bergurau!
Labengki pulau jauh di pelupuk mata namun keindahannya begitu nyata. letaknya berada di Kec. Lasolo Kab. Konawe Utara, Sulawesi Tenggara. Pulau ini saya tempuh dengan menaiki perahu dari pelabuhan yang berada di pinggiran Kendari. Perjalanan kali ini ke Labengki boleh dibilang tidak ribet. Soalnya saya ikut trip kawan putra asli kelahiran Kendari entah berapa tahun yang silam. Meski kawan, saya tetap bayar ya, karena ini hitungan bisnis jadi gak ada kata gratis cuma harga sedikit miring, ya bisa dibilang harga teman sejati lah. Ongkos yang saya keluarkan Rp. 700.000 untuk sekali trip kalau harga umumnya pada saat itu di bandrol Rp. 900.000. beruntung lah saya punya kawan tukang jalan sedari kuliah. Meski kuliah kita berbeda, dia di Tenggara nya Sulawesi dan saya di ujung pulau Jawa dan kita kenal di medan, Sumatera Utara.
Sampailah saya di dermaga nya Labengki dengan jarak tempuh kurang lebih 4-5 jam berlayar dari pelabuhan Kendari. Yang mengasyikkan dari pulau ini ketika saya sampai dermaga Labengki. Saya langsung disambut dengan senyuman anak-anak pesisir nya Labengki mereka begitu ramah menyambut musafir seperti saya. Sepanjang perjalanan dari dermaga sampai menuju homestay mereka mengawal kami dengan penuh riang gembira. Ikra namanya anak kecil berbaju kulit transparan dan bertelanjang kaki ini anak yang setia menemani saya keliling Labengki kecil. Keakraban saya dengan Ikra memancing teman-teman Ikra yang lain untuk bermain. Ada rival, Rizal dkk nya membuntuti dari belakang.
Selain bermain, kita juga belajar bersama, metode pembelajaran sama dimulai dari bercerita. Ikra & rival mulai bercerita tentang pulau Labengki yang sudah ia tinggali dari tujuh tahun silam. Cerita dari mercusuar yang katanya dibom Belanda, Sampai anak nelayan yang di makan ikan hiu. Ah! pokoknya ada aja cerita Ikra & Rival menggelitik imaji. Setelah selesai cerita Ikra & Rival lanjut bernyanyi lagu ”anak pesisir” dengan suara yang parau. Pada saat itu saya jadi pendengar sejati dan menjadi saksi keaktifan mereka unjuk gigi. Setelah mendengar kan cerita dan bernyanyi giliran saya yang bercerita sambil menyelipkan pengetahuan umum cerita dimulai dari perjalanan saya tiba di Kendari, “setibanya kakak di Bandara Haluoleo, kakak di jemput mobil rental dari Kendari diperjalanan Kakak melewati Universitas Haluoleo Bla, Bla, (pokoknya panjang ceritanya) Kalian tau gak nama ibu kota “Sulawesi Tenggara?” Ikra jawab, “Kendari kak” hebat Ikra “kalau pahlawan asli dari Sulawesi Tenggara?” Deng-deng Ikra, Rival dan Rizal saling bertatapan mengisyaratkan ketidaktahuan. “Haluoleo adalah nama pahlawan yang dihormati di jazirah Sulawesi Tenggara makannya nama Beliau dijadikan nama bandara dan Universitas termasyhur di kota Kendari”, saya memberikan pencerahan ke pada mereka. Setelah puas bercerita kita lanjut bernyanyi tapi karena waktu mendekati temaram bernyanyi pun tetap kita dendang kan di sepanjang perjalanan pulang menuju homestay, nyanyian nya pun bukan lagu cinta-cintaan Jaman now. Tapi kita nyanyi lagu Nasional dari “maju tak gentar” sampai lagu “dari Sabang-Merauke” pokoknya hikmatnya perjalanan pulang menuju homestay bersama mereka.