Wajah Nusantara

Miftah Darrussalam
Chapter #18

Dari Sabang Sampai Nanti di Merauke!

"Dari Sabang sampai Merauke berjajar pulau-pulau sambung menyambung menjadi satu itulah Indonesia"

Sama seperti kutipan lagu nasional di atas cerita ini pun berlanjut.

Selamat membaca!

Hal pertama yang saya cari adalah penyewaan motor untuk menemani saya jelajah Sabang. Saya pun dihampiri oleh seorang berawak tinggi besar cenderung pekat tapi baik hatinya. orang tersebut bang Haris namanya. Pria yang telah membuntuti saya lalu berkata “Mas mau sewa motor?” saya tetap berjalan sambil celingak-celinguk seolah-olah tak acuh gitu. Tapi Bang Haris tak mau kehilangan pelanggan nampaknya dengan tekat yang kuat dia mengejar saya sambil menawarkan kembali motor sewaan nya. Saya pun berhenti lalu bernegosiasi. Bang Haris tawarkan sewa motor seharian dari siang ini sampai menuju siang kembali motor dilepas dengan harga Rp. 100.000, Ok pikir saya karena tak mau buang waktu saya berikan KTP dan bang Haris kasih saya kunci. Perjalanan susur Sabang menuju titik 0 Kilometer pun di mulai.

Sebelum ngegas jauh saya isi perut dulu alias makan siang di salah satu rumah makan dekat pelabuhan. Sambil cari-cari info menuju titik 0 kilometer. Karena warga sekitar adalah GPS terbaik yang tak perlu gunakan sinyal. Sinyal nya cukup kepercayaan. Setelah makan siang dan mendapatkan info saya langsung tancap gas menuju titik 0 kilometer. Karena bensin hampir sekarat saya isi bensin dulu, dari pelabuhan menuju pom bensin tidak terlalu jauh kok. Kurang lebih jarak nya 3-5 kilometer mungkin itu adalah satu-satunya pom bensin yang saya temui. Setelah isi bensin, lanjut perjalanan tancap gas seorang diri dengan modal membaca petunjuk arah dari satu plang berwarna hijau ke plang yang lainnya. Suasana jalan yang sepi dan bebas polusi tak ada lampu merah jalanan mulus tak ada benjolan nya membuat lupa bahwa saya jalan hanya seorang diri. Tak ada rasa was-was karena orang-orang di sabang ramah-ramah. Saya merasakan sendiri keramahannya. Ketika saya ingin memastikan bahwa jalan yang saya telusuri benar, saya sempat berhenti di perempatan jalan. Saya bertemu dengan Kakek yang sedang berjalan berlawanan arah dengan saya, saya berhenti lalu ucapkan salam “Assalamualaikum  Kek, permisi kalau arah ke Iboh benar lewat sini kek”? Kakek itu memandangi saya. Lalu bertanya “kamu dari mana”? Saya jawab, “saya dari Banten kek” kakek itu lalu bilang, “Alhamdulillah tamu dari Banten” dia bilang “ia benar ini arah jalan ke Iboh, hati-hati ya diperjalanan semoga selamat sampai tujuan De” tutup doanya. OH’ ia Iboh adalah nama kampung yang searah dengan 0 kilometer jadi biar gampang saya bilang nya arah mau ke Iboh.

Lanjut saya perjalanan dengan disuguhi pemandangan alam yang menakjubkan dari perbukitan, lalu masuk hutan yang di setiap sisinya banyak monyet- monyet kecil nan liar dengan genit nya menyapa. Meski liar mereka gak gigit kok. Asik perjalanan rindang nan sejuk maklum kanan kiri memang kawasan hutan yang dilindungi. Setelah asyik sendiri diperjalanan tak terasa kampung Iboh pun sudah saya lewati itu tandanya sebentar lagi saya sampai titik 0 kilometer. Benar saja tak lama berselang tugu Titik 0 kilometer terlihat nampak jelas tulisan “ 0 Kilometer Indonesia” rasa bingung menyelimuti kok saya bisa ya sampai sini seorang diri? Senang campur gak nyangka aja bisa berdiri di titik 0 kebanggaan kita semua Bangsa Indonesia.

Lihat selengkapnya