“Sera … Seraphina…,” guncangan pelan tersebut membuat Seraphina terbangun dan melihat Ibunya yang memandangnya dengan khawatir, kemudian mendengar, “Sera tidak apa-apa, nak?”
Apa?
Bagaimana Ibunya bisa ada di hadapannya?
“Sera, kamu kenapa, nak?” tanya Ibunya yang semakin khawatir. “Ibu tahu kamu tidak suka kalau kamarmu dimasuki tanpa izin, tapi tadi....”
Ibunya tidak bisa menyelesaikan perkataan karena Seraphina yang tadi sesegera mungkin bangun, memeluk perempuan paruh baya itu dengan erat. Tentu itu membuat Ibunya kebingungan, akan tetapi Seraphina begitu senang karena bisa kembali melihat perempuan yang melahirkannya dan memperjuangkan kehidupannya untuk bisa menjadi seperti orang-orang yang memiliki keluarga utuh.
Bahkan tanpa sadar, Seraphina terisak yang membuat Ibunya keheranan.
“Sera, kamu mimpi buruk?” tanya Ibunya yang mengusap pelan kepala Seraphina. “Tidak apa-apa, nangis aja ya sampai lega. Jangan dipendam emosinya.”
Usapan pelan di kepala Seraphina; kehangatan dekapan Ibunya saat ini dan aroma minyak telon bayi—karena Ibunya yang mudah kedinginan sehingga selalu menggunakan minyak telon sebagai cara menghangatkan diri—yang mengelingi seluruh indera Seraphina. Membuatnya yakin ini adalah nyata dan bukanlah halusinasinya belaka.
Tapi ... bagaimana bisa?
“Ibu...,” panggil Seraphina yang membuat perempuan itu berhenti mengusap kepalanya sesaat, kemudian melanjutkan usapan kepalanya. “Ibu....”
Selalu seperti itu, Ibunya bersikap terkejut setiap Seraphina memanggil orang yang melahirkannya ke dunia. Hal yang dulu menjadi hal yang membuat Seraphina sakit hati dan berakhir berkelahi dengan Ibunya. Sekarang, Seraphina mengerti bahwa itu adalah reaksi dari Ibunya yang masih tidak percaya bahwa mereka bisa hidup sampai detik ini.
Karena hidup seseorang yang dibuang oleh keluarganya karena memilih cinta dan berakhir dicampakkan oleh seseorang yang telah membuat Ibunya kehilangan segalanya. Hal yang begitu menyedihkan untuk Seraphina ingat alasan Ibunya yang selalu menghentikan kegiatannya selama beberapa detik setiap mendengar kata Ibu yang diucapkannya. Seolah-olah ikatan mereka yang eksis tidaklah nyata bagi Ibunya, saat mereka melewati semuanya bersama.
Lalu hal yang bisa Seraphina lakukan kepada Ibunya pada waktu pertama kehidupannya hanyalah menyakiti perempuan itu hingga akhir. Penyesalan yang baru datang pada kemudian hari yang sebenarnya tidaklah berguna karena semua kata maafnya tidak akan pernah dijawab oleh Ibunya yang telah tiada.