Blurb
Kenang, aku mengartikan namanya sebagai sosok yang akan selalu aku ingat kemanapun aku pergi. Kenang itu sahabatku dari kecil, usia ku lebih muda 2 tahun darinya. Oh ya, ada satu lagi teman kita yang bisa di bilang adalah energi perteman kita. Ya, namanya Arya, cowok baik, lembut dan periang. Usianya sama dengan Kenang. Kalo di ingatingat, bagaimana pertemanan kita bisa terjadi, aku juga nggak tau. Semuanya begitu aja terjadi, yang aku tau dari Mama, Ibunya Kenang dan Arya itu sahabatnya waktu Smp. Jika di ambil kesimpula, bisa jadi dari situ mereka kenal.
"Lo tau nggak, Kenang kemana, Ar?"
"Nggak tau, ngapain sih di cariin terus? Dia juga udah gede."
"Ya, kan gapapa dong kalo cuma nanya."
"Kenang tu, lagi di danau. Nggak tau nyari apa."
"Tadi bilangnya nggak tau."
Aku menghampiri Kenang, Ya, benar saja cowok itu sedang berdiri sambil memperhatikan air danau.
"Lo ngapain, Nan?"
"Nggak."
"Terus, lo ngapain di sini?"
"Cuma ini, liatin ikan encu."
Aneh, Kenang grasak-grusuk seperti menyembunyikan sesuatu. "Yuk kita ke gazebo, gue buatin jus jeruk."
"Lo duluan aja, gue masih asyik liatin ikan encu ini."
Aku menggelengkan kepalaku dan meningglakannya. "Arya, gue buat jus jeruk. Yuk cobain."
Cowok yang sedang menggali-gali tanah itu dengan antusias menerima ajakanku. "Seger banget, lo buatnya pake cinta?"
"Pake buah jeruk lah, Ar, mana ada pake cinta."
"Mana Kenang? Kalo nggak mau gue habisin nih."
Aku menepuk tangan Arya yang mengambil gelas bagian Kenang, "Udah satu, masih kurang aja."
"Gue doyan tau."
"Besok Kenang beneran pergi?" Arya mengangguk. seharusnya aku tidak perlu menanyakan hal itu, karena sudah dari berbulan lalu saat Kenang mengatakan hal itu, aku masih menyangkalnya.
"Mana jus gue?" Aku memberikan satu gelas jus pada Kenang dengan perasaan yang tidak enak.
"Kenapa sih." Kenang duduk disampingku dan menghabiskan minumannya.
"Besok, berangkat jam berapa, Nan?"
"Dari rumah paling jam 3."
"Keretanya berangkat jam berapa?"
"Jam 5." Aku dan arya mengangguk.
Tibalah hari esok, aku dan Arya mengantarkan Kenang sampai Stasiun Pasar Senen. Jujur rasanya masih berat harus membiarkan Kenang pergi. "Kemarin, di danau. Gue itu bukan liatin ikan encu, tapi lagi nyari kalung yang jatuh ke Danau."
"Kok bisa jatuh?"
"Iya, karena kesenengan mau kasih itu ke Nadir Aulia."
Jika aku bisa melihat wajahku, aku yakin pasti pipiku merah sekarang. Sebenarnya aku masih butuh penjelasan kenapa Kenang ingin ngasih kalung itu, apa sebagai kenang-kenangan? Tapi sayang, kereta yang akan membawanya ke Solo akan segera berangkat.
"Jagain Nadir, ya, Ya. Jangan buat dia nangis."
"Mana mungkin gue biarin." Kenang bersalaman dengan Arya dengan jabatan khas pertemanan mereka, Aku hanya bisa memperhatikan 2 cowok itu sambil menahan air mataku. "Jaga diri, ya." Kenang mengusap pipiku untuk terakhir kalinya. Ia juga bersalaman dengan kedua orangtuanya yang ikut mengantar, lalu check in dan lama kelamaan tubuhnya tak lagi terlihat.