Malam itu hujan turun dengan deras, membasahi jalanan kecil di depan rumah Chelin. Ia duduk di ruang tamu, menatap kosong ke arah jendela,sementara ponselnya bergetar di meja. Nama Georgino tertera di layar. Chelin menarik napas panjang sebelum menjawab.
“Hallo, Gin,” suaranya pelan, hampir tenggelam oleh gemuruh hujan.
“kenapa si kok suara Lo berat banget? Lo baik baik aja kan?” tanya Gino dari seberang telepon.
Chelin terdiam sesaat. Ia tahu pembicaraan ini tidak akan mudah. Sudah seminggu sejak pertemuan mereka terakhir kali di Gramedia, ketika obrolan ringan berubah menjadi diskusi berat tentang masa depan hubungan mereka.
“gw cuman... bingung, gin,” jawab Chelin akhirnya. “semakin lama kita bersama, semakin terasa banyak hal yang harus kita hadapi.”
Gino terdiam, tapi Chelin bisa mendengar helaan napasnya. Ia tahu, lelaki itu merasakan hal yang sama.
“gw tau ini ga mudah,” Georgino akhirnya berkata. “tapi gw yakin kita bisa menemukan jalan keluarnya. Bukankah cinta itu seharusnya tentang bagaimana kita saling memahami, bukan menyerah pada perbedaan?”