Ternyata begini rasanya menjadi murid SMA. Senang, tapi juga mulai kewalahan menerima tugas dari guru masing-masing mata pelajaran. Padahal baru terhitung dua minggu resmi menjadi murid SMA. Untuk lelah yang minta diobati dengan memejamkan mata, gadis beralis tebal dan berhidung mancung itu belum berkenan melakukannya. Ia memilih mengaktifkan data selulernya usai setengah tugasnya berhasil dikerjakan.
Kia.
Demikian ia memasang nama aslinya di aplikasi BBM. Akhir-akhir ini, ia sedang senang berganti foto profil. Hampir setiap hari. Mungkin karena ia merasa kecantikannya semakin bertambah sejak masuk SMA. Meski tentu saja, kecantikannya belum mengalahkan murid-murid kelas dua belas yang sudah pintar make up. Ah, tidak masalah. Toh ia hanya ingin mengganti foto profilnya.
Klik.
Kia berhasil mengubah foto profilnya. Beberapa pesan tampak masuk, mengomentari foto profilnya. Rencananya memejamkan mata dalam waktu kurang dari sepuluh menit tentu saja gagal karena ia lebih tertarik membalas pesan masuk dari teman-teman yang sekontak dengannya.
Aksa
PING!
Kia menelan ludah. Tidak bisa tidak. Ini kali ke sekian Aksa mengomentari foto profilnya hanya dengan PING!
Iya. Ada apa?
Dan Kia membalas dengan kalimat yang sama seperti yang pernah ia lakukan. Habisnya Kia bingung harus membalas dengan balasan yang seperti apa. Apalagi saat ia mengingat percakapannya dengan salah satu teman Aksa yang bernama Septian, di masa ia menjalani MPLS.
"Yan, itu cowok kayaknya ngeselin ya? Sok-sok cuek gitu. Tapi kayak cuek beneran. Jadi penasaran," ungkap Kia dengan senyum penuh artinya.
"Aksa?" ujar Septian.
"Oh, Aksa namanya. Kamu kenal dia?"
"Gue sama dia se-SMP. Setongkrongan juga."
"Oh..." Kia mengangguk-anggukkan kepala dengan senyum yang belum memudar.
Septian menoleh. Ia mengikuti arah pandang Kia hingga bola matanya berhenti pada sosok Aksa yang berdiri tak jauh darinya.
Dengan cepat, ia mengetuk dahi Kia. "Kunaon ari maneh? Tong penasaran! Jelema stres Aksa mah,"¹ pungkas Septian.
Kia menutup wajahnya dengan bantal. Ia geli sendiri saat mengingat dirinya yang begitu tertarik pada Aksa di masa-masa MPLS. Bodohnya, ia mengungkapkan ketertarikannya terhadap Aksa pada Septian, yang ternyata adalah teman satu tongkrongannya. Padahal kala itu Septian hanya teman barunya. Dan alasan Kia berteman dengan Septian pun karena keduanya teman sekelas semasa MPLS. Dalam hati, ia terus merutuki kebodohannya.
Ketika suara pesan masuk kembali berbunyi, Kia segera melempar bantal dalam genggamannya ke segala arah.
Kita sekelas, kan?
Itu balasan dari Aksa.
"Setelah dua minggu bertemu setiap hari, dia baru sadar kalau kita sekelas?" gerutu Kia.
Sejujurnya, sejak mengetahui Aksa akan menjadi teman sekelasnya, Kia tidak terlalu peduli. Toh dia cuma penasaran. Rasa penasarannya pun tak perlu mendapat jawaban. Teman laki-laki di kelasnya, yang paling ia hafal adalah Gazza dan Lintang karena absen keduanya dengan Kia sangat berdekatan.
Lintang Pradana
Lulana Nirmala
Masyha Akia Luthfana
Muhammad Gazza
Hanya terhalang Mala. Jadi sangat mudah baginya untuk menghafal nama Lintang dan Gazza. Terlebih, di masa MPLS, ia sempat berkenalan dengan Lintang dan Heiko, yang entah secara kebetulan atau bukan adalah teman satu tongkrongan Aksa juga. Tapi belakangan ini, Kia baru menyadari bahwa Aksa, Gazza, dan Lintang sudah seperti tiga sekawan. Ke mana-mana selalu bertiga. Tidak bisa dipisahkan.
Iya.
Kia hanya membalas seadanya. Lagi pula ia tidak mungkin membalas dengan balasan yang berlebihan. Apalagi dirinya dan Aksa tidak pernah terlibat percakapan sekali pun.
Keyboardnya rusak?
Enggak.
Kok balasnya singkat?
Biasanya juga gitu.
Kenapa gue enggak terbiasa ya?
Gue ngantuk.
Tidur, Kia.
Elo tau nama gue dari siapa?
Absen. Setiap hari kan selalu diabsen.