Waktu yang Salah

Tetes Sedan
Chapter #4

✨Waktu yang Salah - 4✨

Pertengahan Desember sudah menyapa. Berarti terhitung empat bulan sejak Aksa menyatakan perasaannya pada Kia. Apa yang kamu harapkan? Mereka pacaran? Ah, tentu saja tidak. Selama empat bulan ini, banyak rasa senang yang porsinya seimbang dengan rasa sakit yang menghampiri Kia. Lelah yang menyenangkan. Tapi juga tidak begitu menyenangkan. Ia harus merasakan cemburu dengan alasan yang sama secara berulang. Apalagi jika bukan karena Aksa masih suka menjahili Aqilla hingga menjadi olok-olokkan teman sekelasnya? Tapi begitu Kia menunjukkan kekesalannya, lelaki itu akan dengan santai memberinya jawaban,

Qilla itu sudah Aksa anggap sebagai adik, Kia. Habisnya mudah dijahili.

Apa pun alasannya, Kia tetap tidak pernah terbiasa dengan situasi itu. Terlebih selain Reina, Rahma, Gazza, dan Lintang, teman sekelasnya selalu menganggap kalimat cinta yang Aksa utarakan untuk Kia hanya lelucon semata. Bagaimana tidak disebut lelucon jika Aksa saja selalu mengutarakan perasaannya pada Kia dengan cara yang receh hingga menciptakan gelak tawa yang berkelanjutan? Jika ditanya kelas sepuluh IPA mana yang paling berisik saat tidak ada guru, maka jawabannya adalah kelas sepuluh IPA 5. Penyebabnya tentu saja Aksa, Gazza, dan Lintang. Tiga sekawan yang memiliki tingkat keedanan yang nyaris selevel.

Berbeda dengan teman sekelasnya, justru kakak kelas, teman seangkatan, dan adik kelas yang berebut perhatian Aksa sudah mengetahui kabar kedekatan Aksa dengan Kia karena sering berpapasan dengan keduanya saat jam pulang tiba. Tentu saja saat Aksa mengantarkan Kia pulang sekolah. Memang tidak setiap hari. Tapi peristiwa yang terjadi berulang kali akan disadari secara perlahan oleh orang yang memperhatikan kan?

"Kia."

Dan manusia edan itu baru saja duduk di samping kirinya dengan menggunakan kursi milik teman sekelasnya yang ia geser.

"Mmm," gumam Kia yang sedang sibuk memainkan ponselnya.

"Aksa suka sama Kia," lirihnya.

Mendengar itu, Reina geli sendiri. Rasanya ingin menghilang dari muka bumi saja dari pada harus menyaksikan kisah cinta alay ala Aksa dan Kia di depan matanya.

"Lo sudah mengatakan kalimat yang sama berulang kali, Sa," Kia saja merasa jenuh mendengarnya.

"Rasa sukanya kan udah berubah cinta sejak empat bulan yang lalu. Nah, rasa cintanya selalu bertambah setiap harinya."

"Iya, Sa, iya!" ujar Kia sedikit menekan tiap kata yang diucapkannya.

Aksa mencondongkan tubuhnya, "Kok kayak enggak percaya gitu sih?"

Kia menaruh ponselnya di atas meja. Lantas menoleh ke arah di mana Aksa berada. Selanjutnya, ia melebarkan senyumnya yang begitu manis. Tiga detik setelahnya, Kia menampar pipi Aksa dengan pelan.

"Kok ditampar?" protes Aksa.

"Cocok buat lo yang bilang cinta sama gue tapi masih suka gangguin Aqilla dan balas chat cewek-cewek yang berusaha curi hati lo. Isi handphone lo berasa asrama putri, tahu!"

Menyebalkannya, Aksa justru mengelus pipinya dengan memasang senyum yang amat menggelikan.

"Acha udah tahu kalau yang lagi dekat sama gue itu bukan Qilla, tapi elo."

"Gue udah tahu. Semalam Acha DM gue dan minta maaf."

"Lo enggak bangga gitu karena sekarang udah banyak orang yang tahu tentang kita?"

Kali ini, Kia mencubit pergelangan tangan Aksa. Setiap hari, selalu ada saja tingkahnya yang menyebalkan.

Kia memicingkan matanya, "Enggak! Gue gak bangga! Semakin banyak yang tahu, hidup gue semakin gak nyaman. Pergi ke sini, dilihatin. Pergi ke sana, dilihatin. Ke pojokan perpustakaan pun dilihatin. Padahal gue cuma mau wifi-an di sana."

"Makanya kalau ke mana-mana, ajak Aksa. Biar mereka enggak ngelihatin Kia."

Kini pupil Kia membesar, "IYA! Mereka mungkin enggak akan ngelihatin gue. Tapi mereka akan main mata sama lo. Enak di lo, rugi di gue."

"Maklumin aja. Namanya juga punya gebetan famous," narsisnya.

"Mereka enggak tahu aja culunnya elo ketika ketemu guru Fisika di kelas!"

Sebelum Aksa menjawab, Reina menyela di antaranya, "Kia, lo teman gue kan?"

"Iya. Apa? Lo mau minta tolong apa?"

Reina nyengir. Ia lantas mencubit pipi Kia dengan pelan, "Peka banget," ujarnya sambil mengodok uang di saku seragamnya, "Beliin gue nugat yang ada di koperasi ya?" pintanya sambil menyerahkan selembar uang sepuluh ribuan.

"Sama apalagi?"

"Udah, itu aja."

Kia berdiri, "Saatnya gue ajak lo. Supaya aman," ia menarik pergelangan tangan Aksa. Tak kuasa menolak, Aksa memutuskan untuk membuntuti Kia saja.

"Ma, ikut gak?" Kia bertanya pada Rahma.

Untuk beberapa saat, Rahma membuka earphone-nya. Matanya langsung melihat telapak tangan Kia yang memegang pergelangan tangan Aksa. Detik itu juga, Rahma tersenyum simpul dengan menggelengkan kepala.

"Titip sesuatu mungkin?" tawarnya.

Lihat selengkapnya