Wandering Toward You

lidia afrianti
Chapter #6

Perjalanan Pertama Yang Tak Pernah Kutulis

Mireya

Aku menatap koper kecil berwarna coklat tua yang sudah berdebu di pojok lemari. Ini koper milik ibuku. Ia membelinya saat aku masih SMP, katanya suatu hari kami akan berjalan bersama ke tempat-tempat yang hanya kami kenal lewat halaman buku. Tapi kemudian hidup tidak memberi waktu. Dan koper itu pun hanya menjadi artefak dari mimpi yang tertunda.

Aku mengusap bagian atasnya. Masih ada tag lama bertuliskan “Jogja, 2004.” Itu terakhir kali ibu menggunakannya, waktu seminar. Setelah itu ia terlalu sibuk dengan pekerjaannya… dan dengan kesehatannya.

Hari ini, aku memutuskan mengisi koper itu. Bukan untuk menghapus ingatan tentangnya, tapi mungkin… untuk melanjutkan sesuatu yang dulu tidak sempat ia selesaikan.

Aku tidak tahu apa yang mendorongku.

Mungkin pesan Kael. Mungkin cara dia berbicara tentang kota-kota seperti seseorang sedang membacakan puisi. Mungkin karena aku merasa jika aku tidak melangkah sekarang, maka aku akan terus berada di lingkaran yang sama: bangun, membaca, menulis ulasan buku, lalu kembali tenggelam dalam pikiranku sendiri. Aku bukan tidak bahagia aku hanya tahu bahwa ada bagian dari diriku yang belum hidup.

“Aku akan menunggumu di sana. Bukan sebagai pemandu jalan. Tapi sebagai seseorang yang juga sedang belajar menemukan rumahnya.”

Kalimat itu kutulis ulang di halaman belakang jurnalku. Kutulis dengan tinta hitam dan garis tangan yang sedikit bergetar. Aku tidak tahu mengapa aku mempercayainya. Tapi untuk pertama kalinya, kepercayaan terasa lebih kuat daripada logika.

Hari keberangkatan terasa seperti sedang berjalan di lorong kenangan yang sempit. Kakiku ringan, tapi hatiku berat.

Ibu pernah bilang, “Berjalan jauh tidak selalu membuat kita lari dari luka. Tapi setidaknya, kamu bisa melihat luka itu dari sudut pandang yang berbeda.”

Lihat selengkapnya