Mireya
Pagi pertama di Telantara adalah pagi yang tidak bersuara. Tidak ada klakson, tidak ada pengeras suara. Hanya suara burung yang bahkan seolah berbicara dengan bisikan. Udara dingin menyelusup perlahan ke sela-sela jendela kayu penginapan kecil tempatku menginap.
Aku menyalakan lampu meja dan duduk di depan jendela, melihat kabut tipis yang menyelimuti jalanan kecil di bawah. Di kejauhan, samar-samar kulihat siluet seseorang berjalan sambil membawa sesuatu di punggungnya. Mungkin pedagang roti pagi. Atau mungkin penjual koran. Tapi entah mengapa, dalam benakku, aku berpikir, mungkin dia juga seperti aku mencari sesuatu yang belum bisa disebutkan namanya.
Kael mengajakku berjalan ke sebuah gang yang katanya hanya diketahui orang-orang lokal. “Ada kedai teh kecil di ujung gang. Tapi bukan itu yang menarik. Di belakang kedai, ada toko buku bekas yang hanya buka kalau pemiliknya sedang tidak ingin menyendiri,” katanya, sambil menyelipkan kamera ke dalam tas selempangnya.
Kami berjalan beriringan, tidak terlalu dekat, tapi juga tidak sejauh dulu. Suasana masih canggung, tapi tak seberat hari pertama.
Gang itu memang nyaris tersembunyi. Diapit oleh dua bangunan tua yang ditumbuhi sulur-sulur hijau, dengan plang kecil bertuliskan Gang Semangka. Aneh, karena tidak ada pohon semangka di mana pun.
Saat kami masuk ke kedai teh, aroma rempah dan kayu manis menyambut dengan hangat. Pemiliknya, seorang ibu berkerudung abu-abu dan berwajah teduh, tersenyum kecil ketika melihat kami.
“Baru pertama kali ke Telantara, ya?” tanyanya. Aku mengangguk.
“Iya, Mbak Mireya ini kutarik paksa dari dunia buku,” kata Kael sambil tersenyum menggoda.
Aku mendesah, pura-pura malas. Tapi sebenarnya, hatiku hangat karena dia mengingatkan aku masih hidup di dunia yang bisa disentuh.
Toko buku yang disebut Kael benar-benar tersembunyi. Tidak ada papan nama. Hanya pintu kayu usang dengan kaca buram dan lonceng kecil di atasnya. Kael mengetuk pelan, dan setelah beberapa detik, seseorang membukakan pintu seorang pria tua bermata tajam dan janggut putih seperti pelukis Eropa.