Wandering Toward You

lidia afrianti
Chapter #9

Hal Yang Tak Kita Bicarakan

Mireya

Hari ke-23.

Kupikir aku sudah terbiasa dengan irama perjalanan ini bangun pagi, mengepak rasa ingin tahu, menelusuri kota yang berbeda dengan cerita yang serupa. Tapi pagi ini, langkah kami terasa lebih berat, seperti ada sesuatu yang tertinggal semalam dan belum kami bereskan.

Kael tidak banyak bicara sejak semalam. Ia menghilang setelah makan malam, bilang ingin jalan sendiri. Kupikir itu biasa. Dia memang seperti itu. Tapi kali ini ada jeda berbeda dalam kepergiannya.

Aku mencoba tidak berpikir macam-macam. Tapi saat kami bersiap meninggalkan Telantara dan kembali ke kota berikutnya Lukasia, kota yang katanya punya festival cahaya di langit malam Kael tiba-tiba berkata:

“Mire, aku harus ke tempat lain dulu. Sendirian.”

Tanganku yang sedang melipat jaket berhenti di udara. “Tempat lain?”

“Iya. Bukan Lukasia. Aku… aku harus ke Lerashan.”

Lerashan. Kota yang jaraknya dua jam ke timur dari Telantara. Sepi, kabarnya. Banyak peziarah datang ke sana karena ada makam tua penyair perempuan yang kisahnya tragis. Kael pernah menyebut kota itu sekali, tapi tak pernah terlihat tertarik.

Aku menatapnya. “Kenapa?”

Dia menghela napas. “Seseorang dari masa lalu. Dia kirim pesan kemarin. Dia di sana. Aku pikir aku sudah selesai dengan masa itu. Tapi… aku harus tahu apakah benar aku sudah melepaskannya.”

Ada rasa sesak di dada yang tidak bisa kutunjukkan dengan kata-kata. Tapi aku tahu, aku bukan siapa-siapa yang bisa meminta dia bertahan.

“Aku akan ke Lukasia sendiri, kalau begitu,” kataku sambil berusaha tersenyum.

“Mire … kamu yakin?”

Aku mengangguk. Tapi hatiku memberontak.

***

Lihat selengkapnya